Selamat pagi, semoga saja kita tidak menjadi orang yang sibuk mengurusi moral orang lain.
Dazen mengupload foto dengan muka bantalnya disertai sekali ketukan pada layar ponselnya. Sabtu pagi ini benar-benar sangat membuat moodnya menurun. Untuk menghilangkan mood yang buruk, Dazen membuka aplikasi kamera dan mengambil potret dirinya dengan wajah khas orang yang baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya. Walaupun begitu, Dazen tetap terlihat cantik. Rambut pirangnya terlihat berantakan dengan mata yang sipit. Bibir mungilnya pun terlihat sedikit kering.
Dazen teringat akan Reneo yang mengajaknya untuk belajar bersama pada hari Sabtu ini. Namun bagaimana? Dia tidak mempunyai nomor ponsel Reneo untuk di hubungi. Badan mungilnya beranjak dari kasur empuknya. Mata dengan iris coklatnya beredar ke seluruh penjuru kamar. Istana di dalam rumahnya itu dihias seindah mungkin. Dari mulai lampu tumblr dilengkapi foto-foto polaroid yang menempel di dinding, hingga meja rias dengan alat make up lengkap pemberian ayahnya.
Tangannya terulur ke arah sebuah buku yang menarik perhatiannya. Dibukanya buku bersampul putih polos itu. Ah! Dia teringat, buku ini adalah buku Reneo yang tertinggal pada saat laki-laki bermuka datar itu menjadi tutor di rumahnya. Saat itu Dazen tak sengaja memasukan buku tulis milik Reneo ke dalam tumpukan buku paket tebalnya. Sebelumnya, dia juga pernah membaca sebagian isi dari buku bersampul putih ini saat di perpustakaan waktu itu. Namun karena semakin penasaran, Dazen kembali membacanya dengan penglihatan yang memicing serius.
Happy birthday to me!
Ah, ya! Berulang tahun memang indah. Akan tetapi, lebih indah jika berulang kali bersamamu.
04 September 2001
"Oh, jadi ternyata tanggal lahirnya si robot bernafas ini tanggal emp- lah? Kok sama kayak gue? Bedanya gue bulan November, dia September," gumam Dazen, lalu kembali membuka halaman selanjutnya.
Gerakan tangannya tiba-tiba terhenti saat melihat tulisan tangan di pertengahan buku. Hingga berkali-kali dia mengulang untuk membaca tulisan yang menggetarkan hati dan perasaannya itu.
Dear, Zvk
Maaf, aku juga tidak mengerti bagaimana perasaan ini bisa hadir di dalam hidupku. Perasaan ini memang terasa sangat membahagiakan. Namun, jika saja aku boleh memilih. Aku tidak ingin menjatuhkan hatiku kepadamu.
Sosokmu membuatku merasa ragu dan takut atas perasaan yang kumiliki saat ini. Pernah sesekali aku mencoba untuk menolak, namun pesonamu sangat berhasil menarikku kembali.
"Zvk? Zo-van-ka," mulut Dazen sedikit terbuka. Apakah tulisan itu ditujukan untuknya? Tapi, bagaimana bisa? Ah! Mustahil.
Dazen segera membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Lagi pula, bagaimana mungkin lelaki datar itu mempunyai rasa cinta kepadanya? Dengan ragu dia membuka halaman terakhir dari buku bersampul putih polos itu. Matanya berbinar saat tertera nomor ponsel yang tertulis disana. Dia meraih ponsel yang tergeletak di kasur empuknya. Setelah membuka kunci layar, dia mulai menekan angka-angka yang dilihatnya pada buku tulis milik Reneo. Dazen menyimpan kontak Reneo di buku telepon yang terdapat pada ponselnya, kemudian dia membuka aplikasi WhatsApp untuk mengirimi Reneo pesan.
DazenZovanka: P
Ting. Tak lama kemudian, ponsel yang berada di genggamannya bergetar diiringi deringan singkat.
ReneoAlfian: Y
Dazen menghela nafas dengan bola mata berputar malas. Huh! Singkat sekali balasannya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Kehancuran ✓ [SUDAH TERBIT]
Teen FictionWaktu memang mampu memperbaiki kehancuran. Tapi tetap saja, goresan dari kehancuran tersebut akan membekas di setiap ingatan. Hanya dengan sedetik saja, secercah kebahagiaan pun dapat berubah menjadi suatu kehancuran yang melebur bersama kesakitan t...