Upacara, tentunya hal yang sangat tidak disukai oleh kebanyakan murid yang mempunyai sifat pemalas. Berpanas-panasan, hingga berdiri memperhatikan sang petugas upacara menjalankan tugasnya sampai kaki terasa pegal. Begitu pun Dazen, mulutnya berkomat-kamit karena bosan mendengar amanat dari sang pembina upacara yang merupakan kepala sekolah dari SMA Marta Budiman ini. Kakinya dia gerak-gerakan untuk menahan rasa pegal. Hingga tangannya pun di ke belakangkan karena sedang berposisi istirahat di tempat.
"Lama banget si Nining Gemesh, udah sampai muncrat gitu!"
"Iya anjir, ngeluarin kristal tuh!"
Dazen yang berada di barisan paling depan memutar kepalanya ke belakang. Terdengar seorang laki-laki bermata sipit yang berdiri di depan Geril tampak mencibir kepala sekolahnya yang sedang berdiri di depan semua murid dengan tangan memegang microphone itu. Untuk menghilangkan rasa bosannya, dia melihat-lihat ke sekelilingnya. Terlihat beberapa murid yang sedang mengobrol, berjongkok, memainkan ponsel, menguap, hingga mengupil sekalipun.
Bruk! Refleks mata dengan iris coklat milik Dazen menoleh kaget ke belakangnya. Dilihatnya Elga yang ambruk ke tanah. Dia segera membantu mengangkat tubuh mungil sahabatnya yang baru saja pingsan hingga tak sadarkan diri itu. Dengan panik Dazen mengikuti beberapa siswa yang mengangkat tubuh kurus Elga ke UKS.
Setelah mengantar Elga ke UKS, dia diperintahkan untuk mencari obat oleh bu Nisrina yang saat itu sedang berada di ruangan yang dipenuhi kasur bernama Unit Kesehatan Siswa itu. Dazen teringat jika Elga selalu membawa obat pribadinya kemana pun. Dia berlari menuju kelasnya untuk mengambil obat dari ransel Elga.
"Aw!" pekik seorang perempuan berpipi tembam yang baru saja keluar dari kelas XI IPS-2, kepalanya bertabrakan dengan kepala Dazen yang terburu-buru.
Kening Dazen berkerut mengingat perempuan di depannya terlihat panik, "Loh? Echa? Lo Echa kembarannya Geril kan?"
"Eh? Iya Daz-"
"Lo ngapain disini?" tanya Dazen cepat.
Echa terlihat bingung. Diraihnya sapu yang terdapat di penjuru pintu. "Ini, gue mau pinjam sapu. Iyaa ehheh minjem sapu!" seru Echa menyengir tak jelas.
Dazen semakin bingung dibuatnya, "Kenapa gak upacara?"
"Tadi gue kesiangan. Gue juga ngerasa kurang enak badan. Terus gue lihat kelas gue banyak sampah. Karena gue tipe orang yang menyukai kebersihan, jadinya gue mau bersihin kelas gue. Eh ternyata di kelas gue gak ada sapu. Jadi yaudah, gue pinjam aja kesini," jelas Echa panjang lebar.
"Kalau gitu, gue duluan ya!" sambungnya sembari melengos meninggalkan Dazen yang mematung dengan mulut sedikit terbuka.
Dazen kembali berjalan ke arah tempat duduknya untuk mengambil obat pribadi milik Elga. Setelah menemukannya, dia kembali melangkahkan kakinya untuk menuju UKS lagi. Eittt! Langkahnya terhenti saat melihat selembar kertas yang terdapat pada bangku Reneo. Diraihnya selembar kertas itu dengan rasa penasaran yang penuh.
Ini tentang kamu yang sampai saat ini tetap kucintai. Meskipun aku merasa sikapmu seolah melakukan penolakan terhadapku, atau lebih tepatnya tak pernah menganggap kehadiranku.
G-
Dazen menautkan kedua alis tipisnya, kemudian dia kembali membaca kutipan yang berada di bawahnya.
Jika boleh tahu, sebenarnya kau ini siapa? Tolong, jangan membuatku semakin bersalah. Aku hanya ingin mengetahui siapa namamu. Siapa orang yang mencintaiku secara diam-diam selama ini?
- Reneo Alfian
Ck! Dazen berdecak membaca kutipan yang lebih terlihat seperti surat-suratan itu. Dia membalikkan selembaran kertas yang sudah lecak dengan tulisan tangan yang sama rapi. Disana juga terdapat kata yang ditulis dengan huruf kapital dan bercetak tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Kehancuran ✓ [SUDAH TERBIT]
Teen FictionWaktu memang mampu memperbaiki kehancuran. Tapi tetap saja, goresan dari kehancuran tersebut akan membekas di setiap ingatan. Hanya dengan sedetik saja, secercah kebahagiaan pun dapat berubah menjadi suatu kehancuran yang melebur bersama kesakitan t...