9. Nitip

160 36 21
                                    

"Bebas bukan berarti bablas."-Umi Alief.

Siang ini cuaca sangat cerah, menambah panas cekcok yang sedang terjadi antara Jennie dan Uminya. Ada-ada saja, Jennie katanya pengen dugem.

"Umik bilang enggak, ya enggak! Sekali enggak, artinya enggak!" Tegas Alief.

"Miiikk, Jennie sudah gede ih! Malu banget dibilang ketinggalan jaman. Gak up to date dan ga open minded. Umik ngertiin Jennie, dong!" Jennie masih kekeuh.

"Astagfirullah! Kamu tu ya, susah banget dibilangin. Kamu percaya gak sih kalo ada Allah yang merhatiin kamu?"

"Percaya, Umik."

"Buktinya?"

"Ya ada kematian,"

"Nah, tu tau. Mati itu pasti datang Jennie. Bayangin kamu lagi main, ngedugem sama temen-temen kamu, padahal umik gak ridho, terus kamu kecelakaan."

"Umik kok gitu? Lebay ih!"

"Umik cuma pengen Jennie berfikir jernih. Dengerin Umik, kalo kamu mati dalam keadaan durhaka sama umik, gimana? Mau?"

"Enggak!"

"Heum." Alief menghela nafas. Kasihan melihat anak gadisnya sedih karena dilarang. Lagian Jennie siang-siang panas nerangtang kok bisa-bisanya bahas topik sensitif. Bikin pusing Uminya.

"Umik paham tentang kebebasan hak asasi manusia, Jen. Umik juga tau kamu punya hak untuk bahagia dengan cara kamu sendiri." Alief menggenggam tangan Jennie.

"Tapi umik juga paham, gimana harus membawa anak Umik, titipan Allah ini, tanggung jawab Umik untuk bawa kamu ke jalan yang benar. Umik gak ridho anak umik masuk neraka gara-gara susuatu yang kamu sebut open minded di dunia." Alief mengusap bahu Jennie.

"Bebas bukan berarti kebablasan, Jen. Makanya undang-undang negara dibuat, Makanya agama dan norma berlaku di masyarakat, kamu pikir untuk apa?" Jennie menunduk.

"Open Minded gak melulu soal kebebasan gaya hidup. Kamu ini manusia beragama. Maaf ya, sayang. Umik lebih takut sama Allah daripada anak gadis umik dibilang enggak gaul katanya."

Jennie tidak mampu menjawab ucapan Umi-nya.

Jennie itu tipe orang yang keras dan rasa ingin tahunya besar. Susah kalo dihadapi dengan kata-kata yang sama kerasnya. Alief harus pandai-pandai menangkis ucapan Jennie dengan kecerdasan juga. Anak gadisnya sudah menuju dewasa. Memang sudah saatnya dia menentukan apa yang dia mau. Tapi Alief tidak akan membiarkan Jennienya salah kaprah.

●○●○●○●○

"Abang mau kemana?" Buna Mansha bergegas berdiri melihat anak sulungnya hendak pergi.

"Mau ke warung. Mau beli jajan."

"Udah gede masih aja jajan."

"Jajan itu kebutuhan semua manusia, Buna. Gak perduli besar atau kecil, tua atau muda," cerocos Iqbal sambil memakai sepatunya.

"Mau beli jajan kok pake sepatu?"

"Ya biar tetep modis."

Asibuka! [Squel of Keluarga Subetot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang