(Listen to 4 O'Clock by RM and V or Forever Rain by RM or your favorit sad songs for better experience!><)
Jimin menatap Namjoon dan Seokjin yang sedang belajar bersama di perpustakaan. Jimin baru menggapai pintu perpustakaan, namun ia segera menghentikkan langkahnya begitu melihat mereka berdua. Sudah satu minggu lamanya Jimin selalu memergoki mereka berdua. Hati Jimin kian menciut. Jimin menghela napas dan kembali menutup pintu perpustakaan. Ia berjalan gontai menuju lockernya, hendak mengambil barang-barangnya kemudian pulang saja.
Di dalam bus, Jimin terus memikirkan Namjoon. Selama dia memasuki sekolah ini ia dekat dengan Namjoon, dan ia jatuh cinta padanya. Pesonanya membuat Jimin luluh seketika. Namjoon itu bijaksana, pintar, dewasa, dan juga tampan. Sosok sempurna yang dicari oleh Jimin dalam diri seseorang. Jimin nyaman, nyaman sekali jika bersama Namjoon. Jimin secinta itu pada Namjoon. Kini, entah kenapa Namjoon lebih dekat dengan Seokjin. Secara tiba-tiba pula. Seokjin menempel terus pada Namjoon. Ini membuat hati Jimin menciut dan marah, namun Jimin tidak tahu marah kepada siapa. Apakah kepada Namjoon yang telah meninggalkannya atau kepada Seokjin yang telah merebut Namjoon darinya? Jimin mengacak rambutnya. Namun jika Jimin jujur kepada dirinya sendiri, ia marah kepada Seokjin. Mengapa ia tiba-tiba merebut Namjoon darinya? Bukankah seluruh murid di sekolahnya tahu bahwa Namjoon dan Jimin sekarang sedang dekat? Bohong jika Seokjin tidak tahu. Apa maksud Seokjin yang merebut Namjoon secara tiba-tiba itu? Tak terasa Jimin menitikkan air matanya. Ia segera menghapus air matanya dengan kasar.
"Kau menangis?"
Jimin mendongak melihat Jihoon, teman sekelasnya berdiri di hadapannya. Tangan kanannya menopang tubuhnya pada tiang dan tangan kirinya dimasukkan ke saku celananya. Jimin mengerjap dan membuang muka.
"Tidak."
Jihoon mendengus dan ikut membuang muka. Ia menghela napas.
"Kuatkanlah hatimu. Jika kau bersabar sedikit lagi, kau akan mendapat hasil yang tak terduga."Bus berhenti di sebuah halte. Jihoon dengan santai turun dari bus itu. Jimin menatap kepergiannya dengan wajah bodoh.
"Bersabar sedikit lagi, katanya?"
-
Namjoon meremas ponselnya dengan cemas. Ia berusaha menelpon Jimin, namun Jimin tidak mengangkat. Namjoon telah lima belas kali menghubungi Jimin namun hasilnya nihil. Namjoon menghela napas. Ia mencoba menghubunginya sekali lagi. Ketika ia hampir menyerah dan memutuskan sambungan telpon, Jimin menjawab.
"H-Halo?"
"J-Jimin?!"
"Ada apa, Kak Namjoon?"
"Mengapa kau sulit dihubungi?"
"Ah, a-aku baru selesai mandi."
Namjoon bisa merasakan kebohongan Jimin. Suara Jimin bergetar dan dia terbata-bata. Namjoon menghela napas.
"Jimin, aku merindukanmu."
"....."
"Apakah kau merindukanku juga, Jimin?"
"A-Aku.. Tidak tahu, Kak Namjoon."
Namjoon segera menegakkan tubuhnya. Rahangnya mengeras dan ia mengernyitkan dahinya, menuntut penjelasan dari Jimin.
"Apa maksudmu, Jimin?"
"Ah, tampaknya Kak Namjoon sudah menemukan yang lebih baik dariku."
"Apa maksudmu itu?"
"Kak Namjoon sekarang lebih sering menghabiskan waktu dengan Kak Seokjin. Jadi, di bagian mana yang menunjukkan bahwa Kak Namjoon merindukanku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Only Knew
Fanfiction"Kim Namjoon? Oh, kami sangat dekat! Kami selalu bersama dan tidak ada yang bisa memisahkan kami. Dia adalah galaksiku, segalanya bagiku." - Kim Seokjin "Kim Seokjin? Oh, dia hanyalah temanku, tidak lebih." - Kim Namjoon Ketika cinta yang mereka ras...