12. Dreams

4.7K 700 56
                                    

-flashback-

"Jadi begitu. Pakai rumus ini saja agar lebih mudah dan cepat. Kau mengerti, Seokjinnie?"

Seokjin yang sedari tadi memperhatikan mata Namjoon itu tersentak kaget dan berdeham. Namjoon menoleh padanya dan mengangkat kedua alisnya.

"Ada apa, Seokjinnie? Apakah kau sudah mengerti?"

Seokjin mengangguk tak yakin. Namjoon tersenyum geli dan mengacak rambutnya.

"Kau melamun, ya?"

Seokjin menggeleng pelan. Namjoon melipat tangannya di dada dan mengangkat sebelah alisnya. Seokjin menghela napas dan mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. Namjoon tertawa.

"Berhenti melamun, Seokjinnie. Besok itu ujiannya. Kau harus bisa."

Seokjin mengerang dan mendaratkan kepalanya di meja. Tangannya diregangkan.

"Aku tidak mengerti, Namjoonie.. Aku memang terlahir menjadi anak yang bodoh."

"Hei, kau tak boleh menyerah. Kau itu pintar dan hanya butuh dorongan dan tekun. Ayo, sekarang berkonsentrasilah dan kita mulai lagi dari awal."

Namjoon meregangkan tangannya sebentar sambil menunggu Seokjin bangkit. Seokjin menatap Namjoon yang kini sedang membolak-balikkan buku fisika yang akan diujikan besok. Seokjin mengerjap dan berpikir. Namjoon baik sekali padanya, mau mengajari Seokjin meskipun ia sedari tadi tidak memperhatikan penjelasan Namjoon dan malah memperhatikan kedua mata Namjoon yang tenang itu. Seokjin tersenyum. Itulah yang membuat Seokjin semakin jatuh cinta pada Namjoon.

-flashback end-

Seokjin mengerang. Ia melihat jam di dindingnya yang menunjukkan pukul 11 malam. Seokjin mengerang lagi. Ia masih berkutat dengan kimia yang akan diujikan tiga hari lagi. Ia sudah bertekad memperbaiki nilainya namun ia benar-benar menyerah dengan kimia. Seketika ia berdiri dan berjalan menuju jendelanya, hendak memanggil Namjoon. Ketika ia hendak membuka gordennya, tiba-tiba ia berhenti. Ia tersadar bahwa sekarang ia sudah tidak bisa meminta bantuan Namjoon lagi. Seokjin membuka sedikit gordennya dan mengintip ke luar. Dilihatnya kamar Namjoon yang sudah gelap, pertanda ia sudah tidur. Seokjin menghela napas dan kembali ke meja belajarnya. Ia menampar dirinya sendiri dan bergumam.

"Kau tidak boleh mengantuk, Seokjin.. Ayo kuat, demi masa depanmu. Kau sudah tak punya siapa-siapa lagi."

-

"Seokjin?"

Hoseok memekik pelan ketika melihat mata panda Seokjin. Seokjin mengangkat kedua alisnya dan duduk di bangku barunya. Hoseok menghampirinya dan mengangkat wajah Seokjin agar ia dapat melihatnya lebih jelas.

"Apa yang terjadi padamu?"

Seokjin melepaskan diri dari Hoseok dan mengeluarkan bukunya perlahan. Hoseok berdecak dan mencubit pipi kiri Seokjin.

"A-Ah, lepaskan aku! Sakit, Hoseok!"

"Jawab pertanyaanku, Seokjin."

"Aku baik-baik saja, Hoseok."

Hoseok sekarang mencubit pipi kanan Seokjin juga. Seokjin mengerang dan berusaha melepaskan diri. Yoongi datang dari belakang dan meremas pundak kekasihnya.

"Lepaskan dia, sayang."

Hoseok menghela napas dan membebaskan Seokjin. Seokjin mengusap kedua pipinya yang kini memerah. Yoongi berkacak pinggang.

"Apa yang terjadi padamu, Seokjin? Kau kurang tidur?"

"Mungkin, ya. Bisa jadi."

Hoseok dan Yoongi saling berpandangan. Hoseok hendak menyerang lagi namun tangan Yoongi menenangkannya. Mereka tak sadar jika sedari tadi Namjoon memperhatikan mereka dan ia diam-diam juga bertanya, ada apa dengan Seokjin?

If You Only KnewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang