Jimin menunggu Namjoon di perpustakaan. Ia memainkan pulpennya dan mencoret-coret asal di selembar kertas kosong. Akhir-akhir ini pikirannya mengenai Namjoon selalu memenuhi otaknya. Ia mencintai Namjoon, sangat mencintai Namjoon. Tapi, apakah Namjoon juga demikian? Apakah Namjoon juga mencintainya? Sudah hampir satu tahun mereka dekat dan selalu melakukan hal bersama, namun Namjoon tak kunjung menyatakan perasaannya pada Jimin. Jimin ingin sekali bertanya pada Namjoon tentang hal ini. Jimin hanya sedang mencari waktu yang tepat.
Ia merengut dan melihat ke arlojinya yang menunjukkan pukul tiga sore. Namjoon ke mana, ya?
Tiba-tiba pintu perpustakaan terbuka. Jimin langsung menoleh namun kemudian ia menghela napas karena ternyata yang datang adalah Seokjin, bukan Namjoon. Jimin mengikuti gerak-gerik Seokjin yang sama sekali tak sadar sedang diperhatikan Jimin. Ia berjalan menuju sebuah rak buku dan sibuk mencari dan memilih buku. Tak lama kemudian, ia bergerak menuju pustakawan yang berjaga disitu. Jimin menyipitkan matanya, berusaha fokus untuk melihat buku apa yang dipinjam Seokjin.
"Aus..tralia?"
Jimin tak dapat menangkap dengan jelas judul bukunya, tapi di cover buku tersebut tertulis jelas bahwa itu buku tentang Australia. Mengapa Seokjin meminjam buku itu? Untuk apa?
"Hey."
Jimin tersentak kaget dari lamunannya. Ia melihat Namjoon duduk di sebelahnya dan tersenyum kecil. Ia mengelus kepala Jimin dengan lembut. Wajah Jimin seketika memerah.
"Kau sedang memikirkan apa, Jimin sayang?"
Jimin memekik pelan dan memukul lengan Namjoon. Namjoon tertawa pelan dan mengusap lengannya yang telah menjadi sasaran pukulan Jimin.
"Aduh, sakit sekali.. Apakah aku tak boleh memanggilmu sayang, Jiminnie?"
Jimin merengut dan memalingkan mukanya karena malu. Namjoon terkekeh pelan sambil mengeluarkan buku-buku dari tasnya.
"Aigoo, Jiminnie ini lucu sekali.."
"Ah, diamlah! Kau membuatku tersipu malu.."
Namjoon tersenyum lebar dan meremas tangan Jimin. Kemudian ia mulai mengambil pensilnya.
"Ayo belajar, Jiminnie."
Jimin mengangguk patuh dan mengeluarkan buku-bukunya. Ia menggigit bibir bawahnya. Apakah ia harus mengatakan pada Namjoon bahwa tadi Seokjin meminjam buku mengenai Australia? Kemudian Jimin menggelengkan kepalanya dan mulai konsentrasi belajar.
Sepertinya hal itu tidak penting untuk dikatakan pada Namjoon..
-
Seokjin baru saja keluar dari perpustakaan dan ia langsung berhadapan dengan Namjoon. Ia memekik pelan dan langsung memeluk buku yang baru dipinjamnya dengan erat. Ia berusaha menutupi judul dari buku itu, karena buku itu adalah buku tentang Australia. Ia masih bersikeras pada pendiriannya. Ia tidak mau Namjoon tahu tentang hal ini. Ia menunduk dan berjalan cepat melewati Namjoon. Ia tak sadar jika Namjoon menoleh padanya dan mengikuti kepergian Seokjin dengan matanya. Namjoon menghela napas dan masuk ke dalam perpustakaan. Ia melihat Jimin yang terlihat sedang berpikir dengan serius. Ia terkekeh geli.
Bagaimana pun juga Jimin adalah segalanya baginya, bukan Seokjin. Benar?
-
"Ah, tak terasa ujian akan dilaksanakan satu bulan lagi!"
Hoseok berkata di samping Seokjin yang sedang membereskan bukunya di locker. Seokjin tersenyum kecut pada Hoseok sambil terus memilah buku mana yang harus ia bawa ke rumah. Hoseok mengusap kepala Seokjin dengan sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Only Knew
Fanfiction"Kim Namjoon? Oh, kami sangat dekat! Kami selalu bersama dan tidak ada yang bisa memisahkan kami. Dia adalah galaksiku, segalanya bagiku." - Kim Seokjin "Kim Seokjin? Oh, dia hanyalah temanku, tidak lebih." - Kim Namjoon Ketika cinta yang mereka ras...