Seminggu kemudian.
POV Wili:
Malam itu dingin sekali menusuk hingga kulit dibawah pancaran cahaya bulan, aku bersantai di teras rumah sambil menimbang akan menghubungi Mili atau tidak, sebenarnya sudah lama sekali ingin menghubunginya tapi tidak tahu harus memulainya dari mana. Tersadar dari lamunan tentang Mili, aku melihat ada mobil sedan putih berhenti diluar pagar rumah dan tentu saja aku tahu siapa pemilik mobil itu.
"Hai Wil, lagi ngapain sih?" Ucap perempuan yang baru saja turun dari balik pintu mobil putih itu sambil membawa tentengan di tangan kanannya yang nanti aku tahu isinya adalah Cookies dengan berbagai rasa.
"Eh Kia ada perlu apa nih malam-malam?" Ucapku yang merasa canggung dengan kehadirannya.
"IH kok gitu sih? emang kalo udah mantan enggak boleh datang ke rumah ya?" Tambahnya lagi dengan ekspresi sedih.
Iya Kia adalah mantanku, lebih tepatnya mantan yang selama ini sulit sekali kulupakan, ia memang masih sering datang ke rumah untuk bertemu ibu dan kakak perempuanku. Mereka masih suka jalan bersama atau sekedar menghabiskan waktu bercengkrama di rumah kami. Sebenarnya hal ini masih sulit untuk kuterima karena akan semakin sulit melupakan Kia tapi juga tidak bisa dipungkiri kehadiran Kia membuatku merasa tenang dan berharap hubungan kami kembali lagi.
Sebenarnya tidak ingin terlalu lama berlarut mengenang tentang Kia, meski ia akan selalu tersimpan rapi di hati pada bagian kenangan. Aku juga ingin mencoba menemukan pengganti Kia walaupun cukup sulit tapi aku berhak untuk melanjutkan hidup yang tidak ada Kia didalamnya. Anggaplah ini egois tapi itulah yang terjadi.
Setelah termenung lama memikirkan Kia, aku kembali fokus menatap layar Handphone dan memutuskan untuk menghubungi Mili.
"Mil rumah lo dimana sih?" Entah kenapa kalimat itu yang keluar dari ketikanku.
" Deketan sama rumah Dul, Wil" Balas Mili.
Dengan nekad kukirim balasan pesan yang mungkin kalau kamu baca kesannya aku terlalu berlebihan untuk orang yang baru kenal.
"Mil gue iri sama si Doel dia jemput lo terus" Entah tidak tahu malu atau apa tapi aku benar-benar mengirimkan pesan itu ke Mili.
"Kebetulan deketan Wil jadi yaudah sekalian aja gue pergi sama dia" Timpal Mili
"Gue juga ngelewatin rumah lo kok tapi gue pake Vespa mana mau lo naik hehe" Kalau aku jadi Mili mungkin sudah ilfil membaca pesan yang terlihat sok asik dan narsis ini.
"Emang iya ngelewatin rumah gue?"
"Iya Mil deket malah enggak sampe 5 menit dari rumah lo, kalo mau besok pergi ke kampusnya sama gue"
Terlalu kepedean adalah penyakit yang harusnya aku basmi dari tubuhku, berdasarkan insting dan kenyakinan luar biasa itu aku percaya kalau Mili akan mengiyakan ajakan ini.
POV Mili:
Saat membaca WhattsApp dari Wili, aku terkejut, karena ternyata ada manusia selancang itu di dunia ini, ditambah lagi ada embel-embel meremehkan didalamnya.
"Memang kenapa kalau naik vespa? Dia pikir aku perempuan macam apa yang pilih-pilih naik kendaraan" Gumamku kesal.
"Lagian sok tahu jadi manusia, darimana juga dia tahu kalau rumah kami berdekatan? Apa selama ini dia penguntit? Pakai acara ngajak pergi bareng lagi, memangnya dia siapa? Apa tujuannya? Mau menguji aku benar-benar pemilih atau tidak?"
Banyak rangkaian pertanyaan yang keluar dari pikiranku karena pesan itu, dengan rasa kesal dan penasaran aku akhirnya mengiyakan ajakan laki-laki kurang ajar itu.
*
Keesokan harinyaAku bergegas mandi karena hari ini ada mata kuliah pagi dan hari ini sudah berjanji pergi bersama manusia Vespa itu, malas juga harus membiarkan dia disini terlalu lama.
Tak lama setelah aku bersiap, dia datang dengan Vespa biru tua yang akhirnya aku tahu nama Vespa itu "Biggy".
Sepanjang perjalanan laki-laki itu terlalu banyak bicara, menanyakan hal-hal yang harusnya dia sudah tahu jawabannya. Ada kesan ingin bergurau juga tapi tidak lucu. Mungkin bukan hal yang tepat berteman dengan manusia ini. Kamu harus tahu apa yang dia tanyakan.
"Mil kenapa ya pohon-pohon di jalanan ini daunnya menguning?"
Atau "Mil kenapa ya ada ulangtahun didunia ini?"
Atau yang lebih konyol lagi "Mil kenapa ya kotoran manusia itu harus berwarna kuning keemasan? coba warna-warni mungkin buang air besar akan sedikit lebih menyenangkan"
Rasanya ingin aku tendang badan kurusnya itu dari belakang supaya dia tahu itu adalah perjalanan menuju kampus paling menyebalkan selama aku jadi mahasiswa baru.
"Mil pegangan ya kan Vespa gue gak ada pelindung takut lo jatuh nanti"
Kenapa pula dia harus peduli aku jatuh atau tidak tapi ya Vespa ini memang mengerikan kalau tidak berpegangan, akhirnya dengan kesal aku pegang bahunya. Mungkin itulah maksud dia kenapa ada perempuan pilih-pilih kalau harus naik Vespa, karena memang cukup membuat kaki dan punggung pegal. Tapi cukup menyenangkan karena aku memang pingin naik Vespa, dulu waktu SMA, ada temanku Dandi yang membawa aku keliling dengan Vespanya dan itu menyenangkan, makanya aku ingin mencoba lagi experience itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mili & Wili (REVISI)
Teen FictionYang paling menyedihkan dari perpisahan bukan hanya kau tak bisa memilikinya lagi tapi kau juga tak bisa memandangnya berlama lama seperti biasa. Itulah yang mili rasakan hidupnya terasa hampa saat wili memutuskan mengakhiri hubungan mereka dengan s...