Satu minggu setelah kejadian dirumah Wili, aku sudah menjaga jarak untuk tidak pergi dan mengobrol dengannya. Aku rasa Wili menghargai keputusanku dengan tidak mempermasalahkan hal itu. Meskipun bukan hal yang baik, tapi aku tidak mau terlibat dengan masalah percintaan orang lain.
"Tumben enggak pernah sama Wili lagi" Singgung abel saat kami sedang mencari buku di perpustakaan.
"Takut, mantannya galak" Jawabku singkat.
"HAH kenapa? Ada yang enggak lo ceritain ya?" Seperti biasa, Abel yang heboh.
"Iya seminggu lalu gue dilabrak dirumah dia sama mantannya, dia bilang gue rebut Wili sialan!"
"DEMI APA?!!!" Tanya Abel sambil berteriak dan berakhir diusir petugas perputakaan.
"HEH cewek gila! Gue lagi mau serius belajar ya hari ini, sekarang gimana caranya gue bisa dapetin buku kalo udah diusir gini! Lagian heboh banget" Aku benar-benar kesal.
"Udah Mil buku urusan nanti, liat aja jawaban punya gue. Sekarang waktunya lo cerita yang lo bilang tadi, bentar gue panggil anak-anak" Lalu berlalu memanggil teman gilanya yang lain.
"DEMI APA??!! Kenapa enggak cerita sih!" Reaksi mereka serentak dan memekakkan setelah mendengar ceritaku.
"Ya karena ini gue enggak cerita!" Jawabku sambil mengambil tas dan berlalu menuju kantin.
"MILI!!!! Tunggu ceritanya kan belum selesai!" Mereka berlarian mengejarku.
"Udah gitu aja enggak ada terusannya"
"Tapi lo ada hubungan apa sama Wili? Pacaran beneran?" Tanya Aya si manusia polos itu.
"Diem deh ya lo mau kasih tau semua orang disini?! Gue cuma temenan sama dia, ya kayak sama Dul"
"Tapi tatapannya beda sih Mil" Sambung Nana.
"Kenapa? Tatapnya nafsu ke gue?"
"Goblok! Bukan gitu lah" Tambah Abel sambil memukul lenganku.
"Dia kayaknya suka deh sama lo Mil, soalnya kalo orang suka tu perlakuannya beda ke kita, percaya deh sama gue" Tambah Nana lagi dengan penuh semangat.
"Kali ini gue enggak percaya karena dia masih cinta sama mantan stresnya itu dan gue juga enggak mau sama dia, udah cukup gue belum buat tugas, mana jawaban lo Bel"
"Hehehe kerjain sendirilah masa contek" Ujarnya sambil memakan mie tumis ibu kantin yang luar biasa enaknya.
"Anjing ya lo! Udah sini pinjem buku biar gue kerjain sendiri" Aku berlalu meninggalkan mereka dan berlari ke kelas.
Para manusia aneh itu cuma mau ceritaku saja, jadilah aku disini mengerjakan tugas yang setengah jam lagi harus dikumpul. Lalu datang seorang laki-laki yang aku tau itu Wili.
"Hai Mil lagi ngerjain tugas? Nih liat aja jawaban gue" Sambil menyodorkan kertas double polio berisikan jawabannya.
"Oke terima kasih Wil" Kalau sudah urusan tugas persetan lah yang penting tugas selesai.
"Mil nanti sore kita sunset yuk, udah lama enggak pergi sama lo" Ujarnya tiba-tiba.
"Kayaknya enggak bisa deh Wil, kakak sepupu gue suruh pulang cepat hari ini"
"Mil gue tahu lo bohong, please ya ada yang perlu gue omongin" Sambungnya memohon.
Akhirnya aku luluh dan mengiyakan ajaknya.
Duduk di pinggir pantai sambil menyaksikan matahari terbenam adalah favoritku. Disela mengunyah telur gulung, Wili mulai bersuara.
"Mil gue mau temenan terus sama lo tanpa ada jarak dan rasa canggung kayak seminggu ini, gue mau kita kayak kemarin, seneng-seneng bareng" Ujarnya sambil menatapku.
"Gue enggak mau nyakitin perasaan perempuan lain Wil" Tangkasku.
"Dia udah mantan gue, lo enggak nyakitin siapa-siapa"
"Tapi gue males dilabrak lagi, bisa-bisa dia Story-in gue di Instagram-nya"
"Udah tenang aja Mil, gue udah tegasin ke dia kalo gue udah move on dan enggak ada perasaan apapun lagi ke dia dan larang dia datang ke rumah" Jawabnya mantap.
Aku tertegun dengan ucapannya, apa mungkin secepat itu bisa melupakan orang yang kita sayang? Sebenarnya apa yang dirasakan Wili? Bagaimana bisa mengikhlaskan Kia hanya dalam waktu satu minggu? Sedangkan selama enam bulan ini ia menderita karena masih mencintainya. Apa benar perasaan cinta bisa berubah secepat itu?
Setelah hampir memasuki waktu Magrib kami memutuskan untuk pulang, menaiki Vespa biru tua yang menjadi saksi hal yang kami alami selama hitungan bulan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mili & Wili (REVISI)
JugendliteraturYang paling menyedihkan dari perpisahan bukan hanya kau tak bisa memilikinya lagi tapi kau juga tak bisa memandangnya berlama lama seperti biasa. Itulah yang mili rasakan hidupnya terasa hampa saat wili memutuskan mengakhiri hubungan mereka dengan s...