Part ini didedikasikan untuk pembacaku yang bisa ketawa ketiwi waktu baca ^.^

"Oh diamlah Ben!" Xavier menggosok wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu berdiri. Kemudian, menarikku masuk ke dalam ruangan yang kupikir adalah kamarnya. Aku memegang tangannya ketika dia akan keluar.
"Siapa Marv?" Tanyaku.
Xavier terlihat menatap ke sekeliling ruangan sambil mengulum bibirnya kemudian dia menyuruhku mendekatinya dan beberapa detik kemudian aku berada di pelukannya.
"Bukan siapa tapi apa, sayang." Xavier berbisik di telingaku.
"Huh?"
"Aku sangat malu membicarakan ini. Marv adalah nama yang kuberikan untuk mainan seksku. Itu sudah lama sekali." Aku merasakan sesuatu baru saja memukul dadaku dan membuatku tersedak, lebih dari itu aku ingin tertawa begitu keras.
Aku akhirnya menempelkan wajahku di bahunya dan terkekeh. Aku bisa merasakan Xavier memutar matanya dan menghembuskan napasnya jengah. Aku merasa lega karena setidaknya aku tidak berurusan dengan orang lain yang dekat dengan Xavier. Aku harus mengakui kalau aku tadi cemburu. Sekarang aku lebih merasa lega dan geli.
"Yah, tertawalah." Aku melepaskan pelukannya dan menatapnya sambil mengendalikan tawaku. Aku melihat Xavier tersenyum begitu lebar walau aku tahu dia sedikit malu.
"Hei bagaimana kalau makan malam? Aku lapar! Hei!" Suara teriakan dari luar disusul gedoran pintu terdengar di sela-sela tawaku.
Xavier bedecak lagi dan kembali merengkuh pinggangku lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya. Tapi, dia membisikkan sesuatu sebelum pintu terbuka Xavier membisikkan sesuatu padaku. "Jika saja Ben tidak di sini, kau pasti sudah terikat di ranjang dan mengalami banyak orgasme."
Aku menegang tapi begitu terangsang secara bersamaan mendengarnya. Saat pintu terbuka aku melihat Ben berkacak pinggang menatap kami berdua seolah kami ini kepergok mencuri barang. Hei!
"Aku lapar. Kau harus membelikanku makanan Xavy." Aku mendengar Xavier berdecak dan dia melotot melihat adiknya menyerobot di tengah-tengah dan memberi jarak padaku dan Xavier. Tak lupa dia merangkul kami berdua.
"Pizza, I'm coming for you babe!"
Aku menahan tawaku saat melirik ke arah Xavier yang sepertinya tidak berkutik saat adiknya membawa kami dengan paksa menuju lift dan sepertinya Ben cukup asik, walaupun tingkahnya berlebihan. Dia juga lucu.
Saat dalam perjalanan ke restoran pizza yang cukup terkenal di kota Ben menarikku ke bangku belakang dan membiarkan Xavier menyetir sendirian di depan seperti supir pribadi. Ben juga mengajakku mengobrol banyak hal. Dia benar-benar lucu. Lalu dia mulai menanyaiku banyak hal.
"Hei, bagaimana kau bertemu dengannya?" Ben menunjuk Xavier dengan jarinya sambil seolah-olah dia sedang berbisik padaku tapi aku yakin Xavier bisa mendengarku. Aku menahan tawa sambil menatap mata Xavier lewat kaca depan.
"Sebenarnya kami hanya partner kerja." Kataku sambil menatap Ben yang memasang wajah skeptikalnya. Dia menaikkan alisnya yang tebal sambil mengusap-usap dagunya.
"Aku percaya kalau itu berarti partner with benefit." Ben menyeringai padaku dan aku bersyukur penerangan di mobil tidak terlalu terang sehingga dia tidak mungkin melihat wajahku yang merona.
"Apa kau tidak takut dengannya? Bagaimana kalian ... kau tahu, tck." Lanjut Ben sambil membuat lingkaran dengan jari kirinya dan menggunakan telunjuknya untuk di masukkan ke lingkaran yang dia buat. Aku menganga dan tidak tahu harus berbicara apa. Dia gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTIVATED BY THE CEO ✔
RomanceJudul lama : The Devil's Possession Copyright ©2018|FRAMADANI|All right reserved| INDONESIA Warning, it's for adult only. Harsh words and sexual scene are included. This is work of fiction. Names, characters, incidents, and dialogue are originally...