Dulu aku selalu membayangkan, jika mimpi-mimpi yang aku tulis dan panjatkan dalam doa, tengah bergantungan di langit. Menunggu skenario, yang akan menjadi jalannya mewujudkan diri. Aku menunggu sehari, seminggu, sebulan, setahun. Tapi mimpi-mimpi itu masih senang bertengger di langit malam. Bersama bintang, meski tidak bersinar karena tak punya cahaya.
Kini aku terlupa, terlalu sibuk menyibak jalan setapak di bumi. Berharap menemukan jalan yang barangkali bisa mengantarku menuju ke langit.
Semakin dewasa, mimpi terasa semakin mahal harganya. Semua mimpi yang kita gantungkan di usia yang lebih muda, mulai terbuka realitasnya; jauh, sulit, mahal, atau bahkan tak mungkin terwujud sama sekali.
Mimpi menjadi astronot bagi anak kecil dan orang dewasa akan berbeda. Mimpi keliling dunia yang diucapkan ketika kecil dan dewasa jelas tak sama.
Memang benar ada yang mampu mewujudkan mimpinya, memang ada orang yang bisa hidup sesuai mimpinya. Tapi yang tidak? Ternyata jauh lebih banyak. Meski usaha keras telah dikerahkan, tangis dan pengorbanan telah dlakukan. Kadang, memang waktunya belum memberikan kesempatan. Atau memang Tuhan lebih tahu jika semua mimpi itu akan lebih indah jika dibarkan menggantung di langit menemani bintang.
Tak ada yang tahu.
Karena menjadi dewasa, adalah usaha untuk bisa lebih bijaksana. Melapangkan dada, melatih diri untuk bisa terus tetap tegar menjalani hari. Kita tidak bisa lagi dimaklumi untuk menangis meraung-raung ketika ibu tak membelikan mainan. Kita menangis dalam diam, hingga terkadang menangis menjadi suatu hal yang sulit dilakukan meski sudah punya alasan.
Semoga semua mimpi kita tetap baik-baik saja di langit sana, tetaplah berjalan untuk meraihnya. Semoga waktu mengizinkan, kalaupun waktu kita terlanjur habis, semoga jejak langkah kita tidaklah sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
25 Things on 25 Years Old (Completed)
Non-FictionSebuah kado kecil untuk diri siapapun yang tengah bertemu dengan usia seperempat abad. == Pernah di: Peringkat #1 dalam Psikologi Peringkat #1 dalam Pengembangan Diri