5th: Write

119 18 8
                                    

Menulis itu berjuang dalam sepi, sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menulis itu berjuang dalam sepi, sendirian. Hal itu yang kemudian membuat para penulis kerap kali dianggap diam tak berkegiatan. Seakan orang-orang lupa, dari mana mereka belajar semua hal jika ilmu pengetahuan tidak dituliskan. Padahal buku, tentu tidak tersusun rapi dengan sendirinya.

Jadi penulis itu memang berat, selain stigma gak ngapa-ngapain karena kerjanya tak terlihat dalam bentuk fisik, dia juga harus berjuang melawan dirinya sendiri. Proses menulis adalah proses pikir yang luar biasa. Harus mampu menemukan dan mengolah ide yang abstrak menjadi teratur dalam bentuk kata-kata. Membutuhkan komitmen serta kemenangan melawan rasa bosan untuk terus melanjutkan tulisan.

Namun begitu tulisan selesai, titik akhir perjalanan belumlah terlihat. Masih ada proses editing yang sudah menunggu. Kita pun harus membaca semua hasil tulisan dari awal dengan lebih teliti. Dari sekedar membetulkan salah ketik, tanda baca, pilihan kata, hingga cerita. Meski orang-orang melihat kita hanya diam, semua itu sangat melelahkan, percayalah.

Apalagi dengan hadirnya hal-hal negatif seperti rasa rendah diri karena melihat tulisan orang lain yang lebih bagus, atau tidak lebih bagus tapi mampu dikenal banyak orang sehingga kita meremehkan. Takut mendapat kritik, atau takut untuk memulai menulis lagi setelah menerima kritik. Semua itu, meskipun berbagai tips menulis dari para penulis terkenal untuk mengatasinya, tapi tetap saja solusi terbaik untuk kita hanya kita sendiri yang tahu.

Menulis, terutama fiksi, membutuhkan hal lain selain kemampuan mengolah kata menjadi enak untuk di baca guna menyampaikan cerita. Riset tetap harus dilakukan, untuk membangun dunia lain yang akan diciptakan. Para penulis fiksi harus mengenal dan menciptakan begitu banyak tokoh, yang mungkin saja sebenarnya jauh berbeda dengan kepribadian dia sendiri. Dari fisik, pekerjaannya, orang-orang terdekatnya, dan seperti apa dunia yang mereka tinggali.

Luar biasa kan?

Tapi, kalaupun belum ada yang tahu soal keluarbiasaan itu, tak apa, tetaplah menulis. Meski alasannya hanya karena kau ingin. Menulislah meski tak ada yang membaca. Menulislah meski tak ada yang tahu. Yakinlah waktu tidak akan mengkhianati proses yang dilewati. Barangkali, saat ada seseorang yang menemukan tulisanmu, ia memiliki kekuatan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.

Pemahaman dalam menulis itu dapatkan setelah bertahun-tahun bergulat dengan pernyataan, ngapain sih aku nulis?

Aku pernah ingin terkenal karena menulis, pernah ingin mendapat uang dari menulis, pernah ingin dikagumi karena menulis. Tapi setelah pahit getir dilalui, semuanya tak tercapai. Karena mungkin Tuhan ingin membuat keinginanku lebih sederhana menjadi sekadar; menulis karena ingin menulis.

Semoga keinginan menulis itu tetap hidup hingga aku tak lagi punya kehidupan.

25 Things on 25 Years Old (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang