Harapan 9

2.3K 127 13
                                    

"Semuanya itu perlu waktu. Termasuk saat yang tepat untuk meninggalkanmu"

-Lala-

🍃

Lala duduk termenung di atas kasur nya. Saat ini, dia sudah berada di kos an nya. Syukurlah, Lukas mau meminjamkannya uang untuk menebus biaya rumah sakit.

Dan Lala kembali bersyukur, saat Mella memberikan uang dengan jumlah lumayan yang katanya berasal dari karyawan bahkan bos di Cafe yang tak sempat menjenguk Lala. Belum lagi, bos mereka dengan senang hati meliburkan Lala selama seminggu penuh agar sehat total.

Lala sungguh beruntung memiliki mereka yang sangat peduli dengannya. Ya, dengan adanya mereka menyadarkan Lala, bahwa masih ada yang peduli dengannya.

Setidaknya dengan uang dari teman kerja dan juga gaji yang di titipkan bos nya pada Mella tadi, Lala bisa menebus obatnya sendiri. Sisanya bisa ia pakai untuk kebutuhan sehari-hari.

Dia akan berhemat agar bisa mencicil hutangnya pada Lukas bulan depan. Mungkin dia juga akan mengirimi orang tuanya bulan depan. Ah, sepertinya Lala harus benar-benar berhemat.

Lala melirik jam dinding yang ada di kamarnya. Sudah pukul tiga sore. Mella sudah pergi tak lama setelah mengantar Lala pulang karena dia memang harus bekerja. Lukas ikut pergi karena tidak mungkin dia berada di kos an Lala saat Lala sendiri, kan?

Entah ini bisa di sebut bodoh, atau mungkin memang bodoh. Jujur saja, Lala sedang memikirkan Dewa sedari tadi. Lala masih memikirkan kejadian tadi malam. Saat Dewa bersikap sangat manis berbeda dari biasanya.

Tapi, sayangnya sikap itu bertahan pada waktu singkat yang tidak lama. Karena nyatanya, hari ini Dewa kembali pada sifat awalnya.

Dia bahkan belum menelpon Lala sama sekali setelah meninggalkannya tadi malam. Lala bertanya-tanya, apakah Dewa kembali ke rumah sakit hari ini? Setidaknya, dia masih ingat Lala sedang sakit kan? Kenapa tidak menunjukan perhatian sama sekali?

Ah, sepertinya Lala memang bodoh. Memangnya, kapan Dewa menjadi pria perhatian. Dewa memang lembut, tapi dia jauh dan tak tersentuh.

"Kalo kak Lusi yang sakit, mungkin gak bakal kaya gini" ucap Lala pelan.

Lala teringat kejadian beberapa bulan lalu. Saat itu, Lusi sedang demam karena cuaca yang tak menentu. Dan selama itu, kira-kira satu minggu penuh, Dewa tak membalas pesannya sama sekali. Bahkan, Dewa ssngaja mematikan ponselnya saat Lala menelpon.

Lalu setelah Lusi sembuh, barulah Dewa bilang kalau selama seminggu dia menjaga Lusi. Karena pada saat itu, David sedang berada di luar kota untuk melaksanakan study tour.

Bagaimana perasaan kalian kalau menjadi Lala? Ingin marah? Memukul? Menghina? Tentu saja!

Tapi, tak satupun dari semua hal itu yang Lala lakukan. Saat itu Lala hanya bisa memendam emosi dan belajar memaklumi untuk kesekian kali. Ah ralat, berusaha memaklumi sepertinya lebih tepat. Karena Lala sepertinya sudah pernah ahli sehingga hanya harus berusaha sedikit lagi.

Lagi pula, marah pun percuma. Dewa akan berkelit ini itu dan pada akhirnya Lala lah yang salah.

"Lusi itu sahabat aku dari kecil. Wajar kalau aku perhatian sama dia. Aku lebih dulu kenal sama dia dari pada kamu. Memangnya apa hak kamu ngelarang aku jagain Lusi?"

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang