3. Memory

227 63 89
                                    

"Dia orangnya?"

Namjoon membenarkan letak kacamatanya sambil mengamati Yerim dan Taehyung dari kaca transparan yang terpasang di pintu. Jungkook di sampingnya mengangguk lemah. Dia sudah bercerita tentang kecelakaan tadi pagi pada Namjoon. Selama Jungkook bicara, Namjoon hanya diam. Jungkook pikir Namjoon tak tertarik, tetapi pria itu datang ke ruangan Jungkook lalu mengajaknya untuk menjenguk Yerim. Dan di sinilah mereka sekarang.

Dua suster yang melewati mereka membungkuk hormat sambil melempar tatapan aneh. Setelah cukup jauh, suster itu saling berbisik satu sama lain kemudian tertawa. Jungkook jadi merasa tak nyaman.

"Lalu yang di sampingnya?"

"Namanya Taehyung. Hanya sepupu."

Mata Namjoon bergulir dengan cepat. "Kau yakin hanya sepupu?"

"Pertama kali melihat Taehyung, kupikir dia kekasih Yerim," aku Jungkook. Dia ingat bagaimana mata Taehyung yang merefleksikan kekhawatiran saat kepala Yerim terkulai di lengannya. "Jadi kutanyakan padanya tadi siang. Yerim bilang Taehyung adalah sepupunya. Dan berhentilah memata-matai begini, hyung. Dia perlu istirahat, sebaiknya kita pergi."

Tapi Namjoon masih belum bergeming. Giginya terdengar bergemeletuk. Jungkook tahu Namjoon tak sedang marah, itu hanya kebiasaannya saat tertarik oleh sebuah objek.

"Siapa dokternya?" Namjoon bertanya lagi.

"Dokter Min Yoongi."

Dan sebelum Jungkook bisa mencegahnya, Namjoon memegang kenop pintu, memutarnya dengan gerakan cepat, dan melangkah ke dalam. Jungkook terpaku sejenak. Apa-apaan itu? Tapi pada akhirnya dia mengikuti Namjoon juga. Masuk dengan ragu-ragu, tangannya merapikan kerah jas dokternya. Perasaan bersalahnya kembali menyeruak saat ia mengambil langkah pertama.

Ruangan mendadak sunyi. Yerim dan Taehyung menghentikan obrolannya. Di samping ranjang, di atas nakas, vas kaca yang tadi siang kosong sekarang berisi bunga aster putih yang terlihat segar. Yerim menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa yang baru saja datang. Taehyung meletakkan jeruk yang sedang dikupas ke piring di atas pangkuannya.

"Selamat malam." Namjoon menyapa dengan santai. Dia membenarkan letak kacamatanya lagi. "Aku Kim Namjoon. Dokter Yoongi menyuruhku untuk mengecek pasien di ruangan ini. Nona Yerim, kan?"

Yerim mengangguk. Matanya menatap Namjoon dan Jungkook bergantian.

"Tapi Dokter Yoongi sudah datang ke sini sejam yang lalu." Taehyung angkat bicara. Dia menarik tissue dari kotak untuk membersihkan tangannya. "Lalu setahuku, kau ... " telunjuknya mengarah ke Jungkook dan matanya menyipit, berusaha membaca name tag di dadanya, "adalah psikiater. Bukan begitu, Dokter Jeon? Jadi sebenarnya apa yang membawamu kemari?"

Jungkook nyaris tersedak. Pria bernama Taehyung itu kini menatapnya penuh selidik. Seolah Jungkook adalah orang yang paling bersalah di sini dan saat ini. Dari ekspresinya, ada perhatian yang ia tunjukan, kecemasan, dan sedikit rasa cemburu. Tapi kali ini Taehyung menaruh curiga pada orang yang salah, Namjoon jelas-jelas berbohong tentang pengakuannya yang datang karena permintaan Dokter Yoongi.

Namjoon sama sekali tak dekat dengan Dokter Yoongi. Yang ia tahu hanya namanya yang popular di kalangan dokter di Departemen Ortopedi.

"Aku hanya menjenguk," kata Jungkook. "Kebetulan bertemu Dokter Namjoon saat akan kemari."

Taehyung memutar bola matanya, antara percaya dan tak percaya.

"Boleh aku menanyakan sesuatu, Yerim-ssi?" Namjoon mengambil langkah maju agar lebih dekat dengan Yerim.

"Tentu."

"Kau ... " ada keheningan yang tak bisa dijelaskan menyelimuti ruangan itu, "apakah kau ingat Park Jimin?"

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang