10. Lacuna

133 25 12
                                    

Bagian Sepuluh: Lacuna

Lakuna

_______

"Jeon, ponselmu berdering."

Suara Hoseok menghentikan lamunan Jungkook siang itu. Sejurus kemudian, tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Nama 'Han Jiyeon' tertera di layar, tapi tak lantas membangkitkan minat Jungkook untuk menggeser tombol hijau. Alih-alih, dia meletakkan ponselnya lagi sampai akhirnya berhenti berdering dan layarnya kembali mati.

Hoseok melirik pemuda itu. Belakangan ini Jungkook memang terlihat sedang banyak pikiran. Sayangnya Jungkook tak pernah mau bercerita padanya. Pertemanan mereka jadi agak renggang setelah Namjoon jarang berkumpul bersama. Kalau ada Jungkook, Namjoon tak datang. Pun sebaliknya. Hoseok sebagai pihak yang tak tahu apa pun berusaha netral. Tapi bukan berarti dia tak mencoba mengulik masalah teman-temannya itu, hanya saja keduanya tak memberi kesempatan padanya untuk tahu.

Tanyakan saja pada Namjoon hyung. Jawaban yang ia dapat kalau bertanya pada Jungkook.

Bocah itu salah paham pada ucapanku, kata Namjoon. Tapi tak pernah mau menjelaskan lebih jauh salah paham yang dimaksud.

Hoseok bukanlah Namjoon yang bisa memahami Jungkook. Pemuda yang usianya tiga tahun lebih muda darinya itu bukanlah pribadi yang mampu ia selami meskipun mereka sudah cukup lama saling mengenal. Jungkook terlalu pandai menyembunyikan diri, sangat berbanding terbalik dengan Hoseok yang mengekspresikan segalanya secara nyata dan terang-terangan.

Dari arah belakang Jungkook, beberapa dokter memasuki food court dan Hoseok melihat Namjoon sebagai salah satunya. Ia sedang mengobrol dengan seorang dokter wanita yang Hoseok kenali sebagai dokter anak yang sering Namjoon ceritakan padanya.

"Kim Namjoon!" Refleks Hoseok memanggil Namjoon dan melambaikan tangan. "Kemari!"

Dokter wanita yang bersama dengan Namjoon memesan makanan, sedangkan Namjoon berjalan mendekati Hoseok. Namjoon nampak terkejut saat melihat Jungkook. Sesaat, ia ingin memutar badan dan menjauh, tapi hal itu sudah sering ia lakukan. Melarikan diri dari Jungkook dan menghindarinya seperti seorang pengecut, padahal Namjoon yakin dirinya tak bersalah.

"Berkencan, huh?" goda Hoseok. "Dia cantik, Joon."

"Diam!"

Namjoon mendudukkan diri di kursi dekat Hoseok saat layar ponsel Jungkook menyala lagi.

"Tidak mau mencoba mengeceknya?" Hoseok membuka suara. "Barangkali ada sesuatu yang penting sampai orang itu menghubungimu terus."

Jungkook menggeleng. Ia kemudian meraih ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku jas. "Tidak, hyung. Aku hanya perlu menghindarinya."

"Kang Yerim lagi?" Namjoon memberanikan diri untuk bertanya. Ini adalah kesempatannya untuk meluruskan kesalahpahaman antara dirinya dan Jungkook yang sudah dibiarkan berlarut-larut terlalu lama.

"Bukan dia. Aku tidak bertemu dengannya dua minggu ini."

Jungkook tidak bohong. Yerim memang tak datang ke rumah sakit meski ia sudah menentukan jadwal konsultasi dan mengirimkannya lewat pesan. Dia juga yakin Yerim sudah membacanya.

Malam itu di café, setelah menerima telepon, Yerim menarik Taehyung agar berdiri dan pamit pulang. Yerim terlihat buru-buru tapi Jungkook tak sempat bertanya. Karena jangankan untuk memulai percakapan, hanya dengan melihat wajah Yerim saja perasaan bersalah menghantamnya dengan kuat. Jungkook tidak bisa melakukan apa pun, takut menyakiti, takut melukai.

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang