7. Two Sides

162 45 85
                                    

"Pacar barumu ya, Kook?"

Pria yang duduk di kursi belakang bertanya dengan nada menggoda. Namanya Seokjin, Kim Seokjin. Kira-kira begitu saat dia memperkenalkan diri tadi.

"Bukan."

Pria jangkung dengan bahu lebar yang Jungkook panggil hyung itu—kalau boleh Yerim mengakui—wajahnya tampan luar biasa. Hidungnya mancung dengan rahang tegas seolah-olah Tuhan mematrinya begitu sempurna. Sorot matanya tajam namun tak mengintimidasi, justru nampak bersahabat sekali. Irisnya sewarna karamel yang mengingatkan Yerim dengan mata seseorang.

Tapi siapa?

Setelah mendapat pesan tadi, Jungkook bilang dia harus ke bandara untuk menjemput seseorang. Jadi Yerim meminta untuk diantar ke halte bus terdekat saja. Dia bisa meneruskan perjalanan dengan naik bus ke rumah. Jungkook keberatan. Meminta Yerim ikut menjemput ke bandara sebelum mengantarnya pulang meski Yerim bilang tak mau. Pikirnya, pasti akan canggung sekali bertemu dengan orang baru yang belum dikenal. Tapi setelah bertemu Seokjin, semuanya tak seburuk yang ia pikirkan.

Awalnya memang sedikit canggung, tapi baru beberapa menit di mobil, Seokjin sudah bicara banyak. Dia berbeda sekali dengan Jungkook yang lebih pendiam. Seokjin bilang dia baru saja pulang dari Austria untuk urusan bisnis.

"Kenalkan padaku kalau begitu."

"Namanya Yerim," kata Jungkook agak sebal. "Hyung kan sudah berkenalan tadi."

Yerim yang duduk di samping Jungkook berdeham ringan, tidak mungkin ia hanya duduk diam berpura-pura tak mendengar. Obrolan Jungkook dan Seokjin mengusik indra pendengarannya. Dua orang itu membicarakan dirinya seolah dia tak kasat mata. Padahal Yerim jelas-jelas berada di sana sedari tadi.

Meski tahu Seokjin hanya bercanda, entah kenapa pipi Yerim jadi terasa panas. Dia jadi malu sendiri setiap kali Seokjin bertanya pada Jungkook mengenai dirinya. Sebab meski terlihat enggan dan kesal setengah mati, Jungkook tetap menjawab semua pertanyaan Seokjin.

"Nona, sudah pacaran berapa lama dengan Jungkook?"

Buru-buru Yerim menoleh ke arah Seokjin kemudian menggeleng. "B-bukan pacar. Saya pasien Dokter Jungkook."

"Benarkah?" Alisnya bertaut. "Kencan setelah konsultasi ya?"

Dan Seokjin tertawa keras seakan telah mengatakan sesuatu yang lucu sekali. Yerim meringis sambil menggaruk tengkuk, bingung harus merespons bagaimana. Dia melirik Jungkook yang juga tengah menatap ke arahnya sambil menggelengkan kepala. Ekspresinya seperti memberitahu Yerim, sudah biarkan saja dia memang gila.

Jungkook membelokkan mobilnya ke arah kiri di pertigaan yang ditunjuk Yerim. Ia meminta Jungkook menurunkannya di depan minimarket. Dia harus membeli beberapa persediaan makanan dan minuman untuk mengisi lemari pendingin beberapa hari ke depan.

"Tempat tinggalmu di sekitar sini?"

"Deretan apartemen di sana." Yerim menunjuk sebuah gedung tinggi di belakang minimarket. "Kalau dilihat memang dekat walaupun sebenarnya cukup jauh. Jalannya agak menanjak. Aku tinggal di lantai tiga, pintu kedua sebelah kiri. Terima kasih untuk hari ini, Dok."

"Baiklah."

Yerim lalu membuka pintu mobil dan beranjak keluar. Ia membungkukkan badan sedikit untuk mengucapkan selamat tinggal. Seokjin membuka kaca dan melambai, membuat Yerim mau tak mau membalasnya juga. Jungkook lalu melajukan mobilnya lagi tapi gadis itu belum bergeming dari tempatnya berdiri. Memikirkan alasan kenapa ia memberitahukan tempat tinggalnya pada Jungkook barusan. Bersama itu, sambil mengingat-ingat di mana kiranya ia pernah melihat mata karamel seperti milik Seokjin.

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang