5. An Honest Conversation

148 50 40
                                    

Apa kabar, Dokter Jeon? Aku merindukanmu.

Beberapa minggu lagi aku kembali ke Korea.

Lakuna

_______

Bunyi lonceng kecil yang tergantung terdengar merdu ketika Jungkook membuka pintu kafe. Aroma kopi yang khas menyerbu hidungnya segera. Seorang pelayan lelaki yang baru saja menyajikan minuman kepada dua pengunjung wanita membungkuk padanya.

Jungkook mengedarkan pandang ke sekitar sebelum akhirnya berhasil menemukan presensi Namjoon di antara pengunjung kafe yang cukup ramai. Pria itu duduk menunduk di dekat jendela, kelihatannya sedang membaca buku tebal di tangannya. Kacamata bulatnya bertengger di hidung. Namjoon tampak begitu serius, tidak terganggu dengan pengunjung kafe lain yang tengah mengobrol.

Dia sendirian tapi tak terlihat kesepian.

"Dua iced americano, tolong." Jungkook memesan pada pelayan wanita di counter. Setelah membayar dan menunggu beberapa saat, Jungkook mendapatkan kopinya.

Berjalan pelan ke arah Namjoon, berusaha agar tak mengaburkan konsentrasi membaca pria itu. Tapi sebelum Jungkook sempat menaruh kopi di meja, Namjoon sudah mendongak. Dia tak terkejut dengan kehadiran Jungkook dan dua cup kopi di tangannya.

"Aku melihatmu saat kau sedang memesan tadi. Pasti Hoseok yang memberitahumu kalau aku di sini, kan?" Namjoon menutup bukunya; sebuah novel lama dari Milan Kundera. Ia kemudian meletakkannya di meja, tepat di samping cup yang sudah kosong. Sepertinya Namjoon sudah cukup lama di sana dan sudah memesan juga, tetapi dia tetap menerima kopi yang diulurkan Jungkook. "Thanks."

Jungkook mendudukkan diri di kursi. Sedikit mengamati interior kafe yang didesain minimalis. Batu-bata dipakai sebagai dinding, meja dan kursinya terbuat dari kayu yang dipelitur, warnanya masih asli, sedangkan langit-langitnya dihiasi bulb chandelier. Menghasilkan nuansa hangat dan nyaman sekaligus.

Ini adalah kali kedua Jungkook datang ke sini setelah sebelumnya dia pernah datang bersama dengan Taehyung dan Namjoon. Kafe ini masih baru, baru sekitar tiga bulan dibuka. Letaknya hanya berjarak dua bangunan dari rumah sakit dan dekat dengan jalan raya. Sehingga dari tempatnya duduk, Jungkook bisa melihat kendaraan yang lewat di luar serta pejalan kaki di trotoar.

"Hoseok hyung sudah pulang." Jungkook membuka suara. "Buru-buru sekali setelah mendapat telepon dari Dawon noona."

"Lalu bagaimana kau bisa kemari?"

"Intuisi."

Jungkook bohong, kemudian tertawa dalam hati. Dia tahu betul kalau Kim Namjoon orang yang sedikit ceroboh. Saat datang ke ruangannya tadi, Jungkook tak sengaja melihat kunci mobil yang ditinggalkan Namjoon di meja. Jelas sekali kalau Namjoon belum pulang. Jadi Jungkook memutuskan untuk mencarinya ke lantai bawah.

"Ada sesuatu?" Namjoon bertanya lagi, matanya menyelidik. "Tidak biasanya datang menemuiku."

"Tidak ada." Jungkook meneguk kopinya. "Aku hanya sedang bosan."

"Kau memikirkannya, kan? Kang Yerim?"

Tepat. Sejak mendapatkan nomornya tadi sore, Jungkook terduduk di ruangan sambil menatap ponselnya seperti orang bodoh. Bimbang antara menghubunginya atau tidak. Rasanya aneh sekali setelah Yerim keluar dari rumah sakit. Bukan berarti dia ingin Yerim tetap di sana, dia bersyukur keadaannya sudah lebih baik. Hanya saja, Jungkook jadi merasa hampa. Dia sudah terbiasa berjalan-jalan di waktu senggang hanya untuk melihat Yerim di ruang rawat.

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang