Yerim membuka pintu apartemen dengan gerakan pelan. Ia melangkah menuju dapur lalu meletakkan kantong plastik besar di meja makan. Taehyung menyusul masuk tak lama kemudian. Lengan kemejanya sudah digulung sampai ke siku. Dasi yang sudah ia tanggalkan di jalan digantungkannya di gantungan dekat rak sepatu. Pemuda itu ikut berjalan ke dapur, menarik kursi lalu mendudukkan diri di sana.
Taehyung baru saja pulang dari kantor. Akhir-akhir ini dia disibukkan dengan pengembangan game baru. Dia belum sempat makan malam, apalagi membersihkan diri. Tiba-tiba saja teringat Yerim lalu memutuskan untuk membelikannya makanan sebelum pulang. Dengan tangan yang masih belum sembuh, pasti sulit baginya untuk memasak.
Yerim meletakkan semangkuk jajangmyeon, acar lobak, dan sepasang sumpit di depan Taehyung. Ia kemudian mengambil dua kaleng soda dari lemari pendingin dan ikut meletakkannya di meja.
"Terima kasih makanannya," kata Yerim sembari menyeret kursi untuk duduk.
"Tidak ingin tinggal bersama ibumu?"
Gerakan tangan Yerim yang hendak menyumpit jajangmyeon dari mangkuk miliknya terhenti. Bola matanya bergulir untuk menatap Taehyung. Pemuda itu sedang membuka kaleng soda dengan santai. Ia menyodorkan kaleng pertama kepada Yerim lalu meminum yang kedua. Menghela napas, Yerim melanjutkan makannya tanpa berniat menjawab pertanyaan Taehyung lagi.
Selanjutnya tak ada percakapan di antara keduanya. Yang terdengar hanya suara sumpit yang saling beradu. Yerim menelan jajangmyeon-nya yang terasa asin sambil melirik Taehyung di seberang meja. Sikap sentimentalnya terusik kalau menyinggung tentang Ibu. Sudah hampir sebulan ia belum berkunjung. Terakhir kalinya menghubungi Ibu sekitar seminggu lalu ketika ia masih dirawat di rumah sakit. Ibu mengeluhkan punggungnya yang terkadang nyeri saat membuat adonan kue.
Soal tinggal bersama Ibu, Yerim hanya belum terpikirkan mengenai hal itu meski Taehyung sudah menanyakannya berulang kali. Ibunya di Busan, sedangkan dia masih nyaman mengajar di Seoul. Mencari pekerjaan sekarang ini bukan perkara gampang. Hanya karena ia seorang guru yang berasal dari Seoul, bukan berarti ia akan dengan mudah mendapat pekerjaan di Busan jika pindah nantinya.
Toh Taehyung juga sama dengannya, tinggal sendiri di Seoul dan jauh dari orang tua. Ibu juga tak pernah memintanya untuk tinggal bersama. Dia cukup tenang karena ada Taehyung yang bekerja di kota yang sama.
Tiga puluh menit kemudian, Yerim membawa segelas air dari dapur dan meletakkannya di atas nakas. Taehyung sudah pulang setelah membantunya mencuci peralatan makan. Yerim tak bilang apapun padanya tentang Jungkook.
Ah, Jungkook. Dia jadi ingat belum membalas pesannya tadi siang. Yerim lalu meraih ponselnya yang tergeletak di atas bantal. Membaca sekali lagi deretan huruf yang dikirimkan Jeon Jungkook. Dia menghembuskan napas pelan untuk meyakinkan diri sebelum jemarinya bergerak mengetikkan balasan di atas keyboard.
Tentu, aku masih ingin melakukannya, Dok.
Yerim mendudukkan diri di atas tempat tidur, ponselnya ia letakkan kembali. Tangannya terulur membuka laci nakas, mengambil sebuah wadah obat transparan dari dalamnya. Ia membuka tutupnya dan mengeluarkan sebuah pil berwarna putih. Diletakkannya pil di ujung lidah, tangannya meraih segelas air yang tadi ia bawa lalu meminumnya guna membantunya menelan pil pahit itu.
_______
Bagian Enam: Begin
Lakuna
_______
Namjoon berjalan di koridor rumah sakit setelah memeriksa pasien yang dioperasinya beberapa hari lalu karena kecelakaan. Langkahnya terhenti ketika melihat seseorang terduduk di deretan kursi tunggu. Seorang gadis yang mengenakan sweater dan rok selutut berbalut winter coat panjang berwarna abu-abu itu meremat-remat jemarinya, nampak gelisah. Namjoon menajamkan pandangan, menatap lurus pada gadis yang duduk sekitar lima meter jauhnya dari tempatnya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna
FanfictionKang Yerim sudah terluka sejak lama dan Jeon Jungkook datang seolah siap berbagi luka dengannya. Pic: 오, 늘 Exhibition Scan by ©guwoljk ©yourpapillons, 2019