2. Coincidence?

277 73 88
                                    

Langit sudah gelap. Jam kunjungan di rumah sakit telah berakhir.

Jungkook melonggarkan dasi yang sedari pagi terasa mencekik lehernya. Dia seharusnya sudah pulang sejak tadi, tetapi ada beberapa data rekam medis yang harus dia periksa. Tangannya menggenggam sekaleng soda yang ia dapatkan dari lemari pendingin di ruang istirahat. Dalam sekali hentak, Jungkook berhasil membuka kaleng sodanya kemudian meminumnya hingga tandas.

Ia lalu menjatuhkan diri pada kursi. Kedua siku di atas meja sedangkan jari-jari tangannya merayap ke belakang leher, memberi pijatan kecil untuk menghilangkan penat. Jungkook tiba-tiba teringat sesuatu.

"Kang Yerim." Dia bergumam kemudian mengangkat kepala.

Pertemuannya tadi siang dengan Yerim terlupakan begitu saja setelah ia mengantar Ara pulang dan kembali lagi ke rumah sakit. Jungkook punya beberapa pasien yang harus ia tangani hari ini sehingga pikirannya tentang Yerim menguap. Jungkook yakin dia Yerim teman sekolahnya dulu.

Yerim yang sekarang tentu berbeda dengan Yerim yang Jungkook ingat. Yerim saat masa sekolah berambut panjang, biasanya dikuncir satu dengan hiasan pita atau dibiarkan tergerai dengan poni sampai alisnya. Yerim suka mengenakan gelang merah kecil di pergelangan tangan kiri. Warnanya mencolok, tapi entah kenapa Jungkook menganggapnya lucu saat itu.

Jungkook mengurangi intensitasnya mematai-matai Yerim sejak kejadian di halte. Dia bahkan terlalu pengecut untuk berdiri di hadapan Yerim, maka Jungkook menyadari tak ada kesempatan untuknya. Setelah kelulusan, Jungkook dengar Yerim pindah ke Busan. Hanya sebatas itu. Jungkook sendiri melanjutkan studinya di Universitas Kyunghee dan secara perlahan melupakan perasaannya pada gadis itu.

Saat itu Jungkook masih terlalu muda. Terkadang, ia bahkan tak memahami dirinya sendiri. Dan hari ini, Jungkook bertemu kembali dengan Yerim. Ada sesuatu yang mengusik dirinya dari dalam, dari hatinya. Perasaan yang menghilang itu ... mungkinkah kembali lagi? Jungkook sendiri tak tahu. Namun ketika tangan kanan Jungkook merayap untuk memegangi dada kirinya, diam-diam dia merasa takut.

"Jungkook, belum pulang?"

Seseorang sudah berdiri di depan pintu. Entah sejak kapan, Jungkook tak tahu. Ia sama sekali tak mendengar suara langkah kaki mendekat.

"Namjoon hyung, ada apa kemari?"

"Tidak ada maksud khusus. Aku baru saja menyelesaikan shift-ku dan akan pulang. Tak sengaja melihatmu memegangi dada begitu, kupikir kau sakit. Tapi sepertinya tidak ya?" Namjoon tersenyum. Ia mendekat kemudian duduk di kursi di hadapan Jungkook. "Kau sedang memikirkan seseorang dan sisi melankolismu keluar."

Kim Namjoon dari Departemen Bedah memang pandai. Pandai ketika di ruang operasi, pandai bicara, dan pandai membaca Jungkook. Mereka bertemu di tahun pertama Jungkook di rumah sakit. Namjoon adalah seniornya. Meskipun berbeda departemen, Namjoon tak segan untuk datang pada Jungkook dan memberinya sebotol air ketika makan siang.

"Hyung, aku bertemu dengan gadis yang pernah kuceritakan padamu."

Namjoon menaikkan alisnya. "Yang kau sukai saat SMA? Pantas, kau tidak terlihat seperti Jeon Jungkook sekarang."

"Dia tidak mengenaliku."

"Tidak heran. Kau bilang dulu kau pengecut yang tak berani mengajaknya bicara."

"Dia guru Ara di sekolah."

"Perfect!" Namjoon menjentikkan jarinya di hadapan Jungkook. Raut wajahnya seolah-olah dia telah menemukan jawaban paling tepat dari sebuah teka-teki. "Ini adalah serendipity, Jeon. Kau bertemu dengannya lagi setelah sekian lama meskipun kau tidak pernah meminta. Apalagi dia guru Ara, kau akan punya banyak kesempatan untuk membuatnya menjadi milikmu."

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang