11. Bitter

104 26 1
                                    

"Sudah semua?"

Jeon Jungkook bertanya dari balik punggung Yerim. Di tangan gadis itu tergenggam sebuah kotak obat dengan isi yang tinggal setengah, baru saja diambilnya dari laci nakas dekat tempat tidur. Tanpa mau memutar badan, Yerim mengulurkan tangan kanannya ke belakang, menyerahkan kotak obat tadi pada Jungkook.

"That's all I have."

"Oke." Jungkook memasukkan kotaknya pada saku coat. "Kalau begitu aku pergi sekarang. Selamat malam."

Suara langkah kaki Jungkook terdengar menjauh di belakangnya. Lalu Yerim mendengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali. Kemudian hening seperti biasa. Dedaunan di luar jendela berdesir lembut saat rantingnya saling beradu.

Yerim melangkah mendekati jendela. Dari jauh menyaksikan figur Jungkook memasuki mobil. Tanpa sadar tangannya bergerak menyentuh bibir. Hangat ciuman Jungkook masih tersisa di sana.

_______

Bagian Sebelas: Bitter

Lakuna

_______

Kim Seokjin menyandarkan punggungnya pada kursi kerja. Jas ditanggalkan dan kedua lengan kemejanya sudah digulung sampai ke siku. Dia baru saja selesai memimpin rapat perusahaan beberapa waktu lalu. Matanya melirik sejenak ke arah jam dinding, jarumnya menunjukkan lima belas menit sebelum pukul lima.

Seokjin cukup sibuk akhir-akhir ini. Dia bahkan jarang sarapan pagi di rumah dan melupakan makan siang. Tumpukan dokumen di atas mejanya belum tersentuh selama dua hari dan kemungkinan sekretarisnya akan menambahnya lagi besok pagi.

Seokjin hendak mengangkat cangkir kopinya saat pintu ruangannya diketuk seseorang, membuatnya menurunkan tangannya lagi.

"Masuk."

Pintu terbuka, memunculkan seseorang yang tidak diduga olehnya sama sekali.

"Jungkook?"

"Apa aku mengganggu?" Jungkook bertanya, tangannya masih memegangi gagang pintu, menunggu jawaban dari Seokjin. "Sekretaris di depan bilang hyung baru saja selesai rapat."

"Tidak sama sekali. Duduklah."

Jungkook menutup pintu lalu berjalan ke arah Seokjin. Ia mendudukkan diri di kursi dengan meja kerja Seokjin sebagai pembatas keduanya. Kelihatannya Jungkook baru saja dari rumah sakit dan belum sempat pulang ke rumah. Pakaian yang dikenakan Jungkook masih sama dengan yang Seokjin lihat pagi tadi saat ia menjemput Ara untuk mengantarnya ke sekolah—hanya saja kali ini lebih berantakan dan ada bercak di lengannya.

Bagi Seokjin, bukan hal yang biasa melihat Jungkook datang ke kantor. Seingatnya, Jungkook hanya pernah datang ke sana dua kali. Yang pertama dulu sekali saat awal bulan pernikahan, kakaknya—istri Seokjin—meminta Jungkook untuk mengantarkan makanan. Dia mengantarnya hanya sampai di lobby dan menyerahkannya pada resepsionis. Yang kedua saat Ara menangis karena ingin melihat Papanya di kantor.

Jungkook lebih suka datang ke apartemen Seokjin. Di apartemen, Seokjin punya ruang olahraga. Jungkook itu gila boxing. Dulu setiap Minggu sore, Jungkook akan berlatih di sana. Tapi semenjak kakaknya meninggal, Jungkook sudah tak pernah datang lagi.

"Mau kopi? Aku bisa membuatkannya untukmu."

Jungkook menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku membatasi minum kopi dua cangkir sehari dan jatahku sudah habis untuk hari ini."

Seokjin tertawa. "Oke, Tuan Perhitungan." Ia melipat kedua tangannya di meja. Tubuhnya dicondongkan ke depan saat dia bertanya lagi, "Jadi sudah sejauh mana persiapan pertunanganmu dengan Han Jiyeon?"

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang