02

22.9K 3.4K 574
                                    


Mark menahan keinginannya untuk mendatangi cafe itu lagi. Pemuda pelayan cafe itu, di luar dugaannya sungguh sangat menarik perhatiannya. Membuatnya ingin melihatnya setiap hari.

Mark sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan kepada pemuda pelayan itu. Dia berhati dingin, jiwanya yang kejam adalah pembawaannya, sehingga dia cenderung tidak peduli kepada orang lain. Tetapi pemuda pelayan itu begitu mungil, begitu tak berdaya dan harus menjalani pekerjaan yang begitu berat.

Mark bertanya-tanya apakah pemuda itu punya keluarga atau orang lain yang bisa mengurusnya. Di luar kebiasaannya juga, Mark memberikan uang kepada pemuda pelayan itu. Dia mengangkat bahunya dan sedikit merasa lega, mungkin pemuda itu bisa menggunakan uang itu untuk memenuhi kebutuhannya. Uang sebesar itu hanyalah recehan bagi Mark, tetapi dia tahu uang itu sangat berarti bagi pemuda itu.

Tiba-tiba Mark tersadar... kenapa dia terus menerus memikirkan orang itu?

Dengan marah Mark meremas kertas pekerjaannya yang dari tadi tidak bisa diselesaikannya, dia menatap nanar ke arah bawah, ke arah pemandangan malam kota dari jendelanya. Tiba-tiba pikirannya melayang ke ayah kandungnya di luar sana. Dia menahan napas gusar. Rencana balas dendamnya sepertinya sangat menarik untuk dilakukan, dia hanya tinggal mengatur beberapa rencana, lalu semua akan terlaksana dengan baik.

Mark melirik jam tangannya, tiba-tiba bertanya-tanya dalam hatinya, sudah dua malam dia tidak mengunjungi cafe tempat pemuda pelayan itu bekerja, ini sudah hampir jam lima pagi, bukankah biasanya shift pemuda itu selesai jam lima pagi? Mark tahu karena dia selalu berada di cafe antara jam dua sampai jam lima pagi, dan ketika sudah menjelang jam lima pagi, selalu terjadi pergantian shift pelayan.

Sedetik dia berpikir, kemudian dengan gerakan cepat. Mark meraih jaketnya dan melangkah keluar dari apartemen mewahnya itu.

[•]

Haechan merasakan kepalanya pening, dia menghela napas panjang. Gawat sepertinya virus salah satu pengunjung yang dari tadi bersin-bersin di dekatnya telah menularinya. Daya tahan tubuh Haechan sedang lemah sehingga dia mudah tertular.

Sekarang selain pening di kepalanya, di bagian matanya terasa berdenyut-denyut dan seluruh permukaan kepalanya terasa nyeri. Haechan menuggu dengan lunglai di pinggir jalan. Udara pagi hari yang dingin terasa menerpa kulitnya, menyiksanya karena terasa menusuk sampai ke tulang.

Haechan merapatkan jaketnya yang terbuat dari bahan wol, jaket itu sudah menipis karena terlalu sering dipakai dan dicuci sehingga tidak membantunya mengatasi hawa dingin. Dia masih berdiri di tepi jalan yang masih lengang itu, hanya ada beberapa kendaraan pribadi yang lalu lalang, dan taxi yang beberapa diantaranya memberi isyarat pada Haechan, membuat Haechan harus menggelengkan kepalanya. Dia tidak mampu pulang naik taxi, ongkosnya tidak akan cukup. Di pagi hari setelah shiftnya dari cafe, dia akan berjalan ke jalan besar sejauh dua ratus meter dan menunggu angkutan umum yang lewat untuk mengantarkannya ke dekat tempat tinggalnya.

Oh ya ampun, dan dia harus berdiri di tengah hawa dingin ini selama beberapa lama, angkutan yang melewati sekitar jalan ini biasanya baru datang jam enam pagi,  sementara dia sudah merasa ingin pingsan.

Dengan langkah tertatih, Haechan berjalan menuju ke tempat duduk di halte tak jauh dari situ, dia sudah tidak kuat berdiri lebih lama lagi. Demamnya makin terasa, membuatnya hampir limbung, dan Haechan merasa cemas. Dia tidak boleh sakit, dia tak boleh izin dari pekerjaan karena itu bisa menjadi alasan atasannya untuk memecatnya.

Mata Haechan mulai berkunang-kunang membuatnya berpegangan pada salah satu tiang halte itu, menyandarkan tubuhnya di sana. Sampai kemudian sebuah tangan yang terasa kuat menyentuh pundaknya, membuat Haechan hampir terloncat karena kaget.

Crush in RushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang