07

19.2K 3K 276
                                    

"Sudah berapa lama kau di situ?" suara Hendery bahkan sedingin tatapannya.

Tiba-tiba saja Haechan merasa takut. Kenapa Hendery yang berdiri di depannya ini sangat berbeda dengan Hendery yang ramah, yang tadi pagi berbelanja kepadanya?

"Eh... saya memanggil karena makanan sudah siap." Haechan bergumam gugup bingung menghadapi tatapan mata Hendery yang dingin dan penuh kemarahan.

Sebenarnya lelaki itu sedang marah kepada siapa? Kenapa dia memainkan musik seperti itu? musik yang bergolak yang membuat siapapun yang mendengarkannya pasti tahu bahwa sang pemain biola sedang marah.

Tetapi kemudian Hendery tampaknya bisa menguasai diri. Kemarahan tampak surut dari matanya, dan dalam sekejap ada senyum di sana. Ekspresi lelaki itu kembali penuh canda dan ramah seperti yang selalu ditampilkannya di depan Haechan sebelumnya.

"Aku perhatikan, kau tetap saja menggunakan saya dan anda kepadaku, ini sudah ketiga kalinya aku mengingatkanmu." Bibir lelaki itu menipis, "Awas kalau sampai ke empat kalinya, coba ulang kata-katamu dengan menggunakan aku dan kamu." Hendery mengangkat alisnya dan tampak keras kepala.

Haechan menatap lelaki itu dan menyadari bahwa dia seharusnya memberikan apa yang Hendery mau karena sepertinya lelaki itu tidak akan menyerah sebelum mendapatkan keinginannya, "Aku kemari hendak memberitahumu kalau makanan sudah siap." gumam Haechan akhirnya dengan canggung, menggunakan aku dan kamu seperti yang Hendery mau, dan kemudian dia ternyata menciptakan senyum mempesona yang melebar di bibir Hendery.

Oh astaga, lelaki ini memang tampan, dan ketampanannya naik berkali-kali lipat kalau dia tersenyum seperti itu. Kalau saja Haechan tidak merasa canggung dan malu, dia pasti sudah memegang ambang pintu dan menarik napas panjang, karena udara seakan tertarik dari paru-parunya, terpesona oleh ketampanan Hendery.

"Bagus." Hendery tersenyum, lalu melangkah ke pintu dan melewati Haechan, "Ayo kita makan, aku lapar!"

[•]

Ketika Haechan mengikuti Hendery hendak melangkah ke dapur, pintu kamar Mark terbuka dan lelaki itu muncul. Acak-acakan karena bangun tidur dan tampak cemberut, matanya menatap marah ke arah Hendery.

"Kalau kau memang ingin tinggal di apartemen ini, seharusnya kau menghormati jam tidurku, aku tidak suka berisik, dan alunan biolamu itu sampai menembus alam mimpiku, memaksaku bangun." gumamnya tajam.

Hendery tampaknya sama sekali tidak terpengaruh dengan kemarahan Mark, dia malahan tertawa "Maafkan aku, aku lupa kalau kau sangat sensitif terhadap bunyi-bunyian, dan kau punya mood yang sangat jelek ketika bangun tidur. Aku janji tidak akan memainkan biola di saat kau tidur lagi."

Mark terdiam, menatap Hendery dengan tajam, lalu mengangkat bahunya "Oke aku pegang kata-katamu." Gumamnya tak kalah tajam, lalu mundur dan setengah membanting pintu kamarnya itu, membuat Hendery menatap dengan geli.

Sementara itu Haechan masih terdiam di sana agak bingung. Dua lelaki ini memang bersahabat, tetapi sepertinya mereka bersikap seperti anjing dan kucing. Haechan mengangkat bahu, lalu melangkah ke dapur.

[•]

Malamnya, Mark ikut bergabung bersama mereka untuk makan malam, lelaki itu sudah segar sehabis mandi, dan berpakaian rapi. Syukurlah. Haechan semula ketakutan kalau Mark akan datang ke ruang makan dengan celana dan bertelanjang dada seperti kemarin.

"Sepertinya moodmu sudah baik." Hendery mengambil sepiring nasi dan memakannya dengan sup daging dan wortel buatan Haechan, caranya makan seolah begitu menikmati, tampaknya dia suka dengan apa yang dimakannya karena tiba-tiba Hendery mengangkat matanya dan menatap Haechan -yang dipaksa untuk makan bersama- dengan tatapan puas dan menggoda, "Enak Haechan, masakan rumahan memang paling enak, bahkan kokiku di rumah tidak bisa membuat makanan seenak ini. Rasanya sederhana tetapi murni, kurasa kokiku tidak bisa membuatnya karena dia terbiasa membuat rumit segala resep demi menunjukkan tekniknya."

Crush in RushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang