16. Kalian benar benar Menghilang

2.6K 140 5
                                    

Aku berangkat sekolah seperti biasa, berjalan menunduk dan kakiku tak hentinya menendang batu batu kecil.
Aku tak semangat lagi pergi sekolah apalagi sekarang aku hanya sendiri, Rara telah pergi dari kehidupanku.

Aku terkejut saat tiba-tiba ada yang memanggilku

“Ayu..” sapa Kak Mutia

“Ada apa kak?”

“Semalam hantu Sintiya datang ke rumahku” jawabnya

“Sintiya? Kenapa?”

“Dia sepertinya mau menyampaikan sesuatu, tapi aku tak bisa berkomunikasi dengan makhluk seperti itu”

“Tapi bukannya dia sudah tenang di alamnya, kenapa masih muncul?”

“Mungkin kau bisa cari tau Ayu, karna kamu bisa berkomunikasi dengannya”

Aku melanjutkan jalanku menuju kelas, terlihat di lantai dua ada sosok Sintiya dia terus menatapku tajam entah ada apa.
Aku tak pedulikan hal itu, aku masuk kelas, terlihat semua teman-temanku berbisik entah apa yang mereka bicarakan.
Aku duduk di bangku, via menghampiriku.

“Ayu, kau tau tidak tentang berita Kepala Sekolah kita?” tanya Via.

“Kepala Sekolah? Ada apa dengannya?”

“Katanya dia terkena santet yang parah.” ujar Via.

“Santet? Jadi sekarang dia tidak berangkat?” tanyaku.

“Iya aa kau tau penyebabnya Ayu?” tanya Via.

“Aku tidak tau.” singkatku.

“Ayu... Kau di cari Pak Indro.” ucap Radit.

“Ada apa?”

“Segeralah ke kantornya, ada yang penting”

Aku segera menuju kantor Pak Indro.
Terlihat dia sedang mengobrol bersama beberapa guru.

“Assalamualaikum Pak,” salamku

“Waalaikumsalam, Ayu” ujarnya

Pak Indro mengisyaratkanku agar mengikutinya ke ruang BK.
Sampai di ruang BK, tatapan Pak Indro berubah tajam.

“Kau pasti tau tentang Kepala Sekolah kita kan?” tanya Pak Indro.

“Tidak Pak,” singkatku

“Kau pasti tau Ayu, masalah santet. Saya harap kau bisa membantu dalam hal ini, karena saya percaya kamu pasti bisa seperti waktu menyelesaikan masalah arwah Sintiya” jelas Pak Indro.

“Tapi ini lain Pak, ini sudah berhubungan dengan ilmu hitam” ujarku.

“Kau bisa Ayu. Besok Bapak antar kamu ke rumah sakit dan kamu pasti melihat apa yang sebenarnya menyerang Kepala Sekolah kita.” jelas Pak Indro.

Aku kembali ke kelas, aku tak tau apa yang harus aku lakukan besok. Ataukah aku harus terlibat dalam masalah ini. Atau aku akan membiarkan masalah ini menular ke seluruh warga sekolah.
Andai saja dalam menghadapi masalah seperti ini, Rara dan Aji masih disampingku. Pasti mereka akan membantuku.

Saat menuju tangga di lantai dua, tiba-tiba ada yang memegang kakiku. Aku menoleh ke bawah terlihat salah satu penunggu sekolahku yang sangat usil, dia sosok perempuan tanpa kaki. Tangga lantai dua sekolahku ini menjadi salah satu tempat favorit sosok tersebut. Bahkan setiap orang yang lewat sini pasti merasa hampir terpeleset.

“Lepasin!” bentakku.

“Kau harus menolongku dulu” jawabnya.

“Tidak! Aku tidak bisa menolongmu!”

“Ayolah, aku tau kamu bisa menolong makhluk sepertiku. Tolong carikan kakiku di bawah bangunan tangga ini.”

“Aku tidak bisa! Lepasin!” bentakku.

Terlihat Pak Indro menuju ke tangga. Dia menatapku, sepertinya dia tau kalau penunggu tangga ini sedang usil padaku.

“Ayu..” sapanya.

“Iyah Pak,”

“Kau tutup mata dan konsentrasi berharap agar dia melepaskan pegangannya” pinta Pak Indro.

Aku menutup mata dan sosok itu melepaskan pegangannya.

“Terima kasih Pak,” ucapku.

“Hmm iyah”

....

Bel pulang berbunyi, tapi aku tidak langsung pulang, aku duduk di bawah pohon halaman sekolahku. Entah kenapa semenjak teman kecilku pergi, aku tak bersemangat lagi.
Saat tengah duduk melamun, aku merasa ada yang mendekat, bulu kudukku berdiri.
Aku memberanikan diri menegok samping.
Ternyata Sintiya.

“Ayu, kenapa kau belum pulang?” tanya Sintiya.

“Aku belum ingin pulang”

“Aku tau, kau sedang kehilangan teman tak kasat matamu kan? Jangan bersedih Ayu, aku ingin menjadi temanmu. Kau anak yang baik, kebaikanmu tidak memandang siapa yang kau bantu, entah itu manusia maupun arwah.”

“Terima kasih pujiannya Sintiya, aku pulang dulu”

Aku sedang tidak ingin diganggu, aku hanya ingin sendiri, aku memilih pergi jalan jalan ke Taman Kota. Tempat dimana aku dan 'mereka' menghabiskan waktu hingga senja.
Aku merindukan kebersamaan itu.
Karena bersama 'mereka', aku bisa sedikit lupa tentang masalah keluargaku. 'Mereka' menghiburku.
'mereka' berbagi cerita hidupnya.
Aku menangis saat terbayang masa masa bersama 'mereka', teringat saat Rara membantuku mencari rumah Ayah.
Aku merindukan semuanya.
Meskipun 'mereka' tak dapat dilihat oleh banyak orang, tapi 'mereka' terlalu nyata bagiku.
'mereka' lah 'Teman Tak Kasat Mataku'.

Teman Tak Kasat MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang