19. Perkara Santet

2.2K 137 52
                                    

“Kak Yunita..” teriakku saat memasuki rumah untuk memberitaukan kalau mama sudah kembali.

“Ada apa Ayu ?” tanyanya heran.

“Lihat Kak, siapa yang kita bawa”

Kak Yunita tampak terkejut karena aku dan ayah bersama wanita dengan baju yang kusut serta rambutnya yang acak-acakan, bahkan berbau sampah.

“Siapa dia..?” bisik kak Yunita padaku.

“Ini mama kita Kak..”

“Mama ?..” dia memandangi wanita yang dibilang mama itu dari ujung kaki hingga ujung rambut.

“Yunita sayang, kamu sudah besar Nak..” ucap mama.

“Yunita, ini mama Ayu yang berarti mama kamu juga” jelas ayah.

“Ehm.. Mah, sebaiknya mama mandi dan berganti pakaian dulu” pintaku pada mama, karena sepertinya kak Yunita agak risih dengan penampilannya.

...

Kak, dia orangtua kita..” ucapku pada kak Yunita.

“Iya Ayu, aku tau”

Aku, kak Yunita, mama dan juga ayah sedang berkumpul di ruang keluarga. Kami saling terbuka begitu juga dengan mama, dia menceritakan tentang kisah hidupnya yang diusir oleh suami barunya. Aku senang sekarang keluargaku lengkap, namun aku tetap teringat dengan Rara. Andai saja teman kecilku masih ada, pasti 'mereka' juga akan senang melihat keluargaku telah kembali.

...

Pagi ini aku berangkat sekolah diantar oleh ayah dengan mobilnya. Aku dan kak Yunita memang bersekolah di tempat yang berbeda.

“Terima kasih ayah, Ayu pamit dulu” aku mencium tangan ayah.

“Hati-hati sayang, belajar yang rajin”

Aku berjalan menelusuri koridor sekolah sendiri. Terlihat didepanku pak Indro yang tengah menatapku aneh.

“Ayu..” sapa pak Indro ketika aku berjalan melintas didepannya.

“Iya Pak,”

“Hari ini kamu tidak perlu masuk kelas karena kamu akan saya ajak ke rumah sakit untuk melihat keadaan Kepala Sekolah kita” jelas pak Indro.

“Tapi Pak” aku tidak yakin untuk melihat Kepala Sekolah.

“Kita berangkat sekarang” pak Indro menggandeng tanganku menuju mobil sekolah.

Aku dan pak Indro menuju rumah sakit.
Sampai di rumah sakit, aku terkejut melihat keadaan Kepala Sekolah yang terbaring tak berdaya, matanya terbuka namun seluruh badannya tak mampu bergerak. Menurut hasil dari dokter, semua anggota geraknya normal tak ada sedikitpun kelainan yang menimpanya.
Saat memasuki ruangan, aku merasakan aura negatif disekeliling Bapak Kepala Sekolah.

“Bagaimana Ayu, apa yang kamu lihat ?” tanya pak Indro.

“Saya tidak melihat apapun Pak..” jawabku.

“Coba kamu lihat dengan mata batinmu Ayu, ada sesuatu yang membuat kepala sekolah jadi begini, petugas rumah sakit mengatakan kalau dia baik-baik saja tapi nyatanya disetiap waktu sholat Bapak Kepala Sekolah selalu berteriak kesakitan dan kakinya membengkak” jelas pak Indro.

Aku melihat kaki Bapak Kepala Sekolah tersebut, intuisiku membuatku ingin menyentuh kakinya.

Saat tanganku hampir menyentuh kaki kepala sekolah, sebuah bisikan menyeruap ditelingaku.
“Jangan pegang kakinya Ayu, kau bisa tertusuk duri mawar hitamnya” suara bisikan itu mirip sekali dengan suara Rara.

Aku mencari arah suara itu “Rara..” aku melihatnya dibalik jendela.
Aku menghampirinya.
“Rara aku merindukanmu..” aku memeluknya.

“Ayu, jangan menangis.. Kau harus membantunya melepas ilmu hitam yang menyerang kepala sekolah mu”

“Bagaimana caranya Rara ?”

“Terdapat duri mawar hitam diseluruh tubuhnya, duri itu kiriman dari keluarga dekatnya kepala sekolah. Satunya cara kau harus mengembalikan kiriman itu Ayu..” jelas Rara padaku.

“Bagaimana bisa ?”

“Aku akan membantumu”

Mendengar ucapan Rara, aku sangat senang teman tak kasat mataku kembali.

“Ayu, kau bicara dengan siapa ?” tanya pak Indro yang melihatku berbicara sendirian.

“Teman yang tidak mudah dilihat orang Pak” jawabku.

Aku memutuskan untuk membantu Bapak Kepala Sekolah dari jarak jauh saja, karena terlalu berbahaya jika aku berada didekatnya.

“Pak, Ayu bisa membantunya tapi biarkan Ayu membantu dengan cara Ayu sendiri”

“Baiklah Ayu, saya percaya sepenuhnya padamu”

Aku dan pak Indro pulang.

...

Ayu, barusan ada yang mencari kamu ?” ujar kak Yunita.

“Mencariku ? Siapa ?”

“Dua anak kecil, yang satu laki-laki dan satunya lagi perempuan. Aku tidak tau siapa mereka” jelas kak Yunita padaku.

Aku memikirkan sejenak “Itu pasti Rara dan Aji” feelingku.

“Oh iya, apa kamu melihatnya Kak ?” tanyaku.

“Iya aku melihatnya”

“Kamu bisa melihat teman hantuku Kak ?”

“Apa ? Hantu ? Maksud kamu ?” kak Yunita penasaran.

“Mereka teman hantuku waktu kecil Kak..” singkatku.

“Tapi mereka terlihat seperti manusia”

“Ya sudahlah makasih Kak”

Aku kembali ke kamar dengan perasaan riang. Yah aku senang sekali, bagaimana tidak, sekarang Rara dan Aji kembali disisiku lagi.

Saat aku membuka pintu kamarku, ternyata Rara dan Aji sudah berada dalam kamarku.

“Kalian menampakkan diri dihadapan kak Yunita ?”

“Iya Ayu” jawab Aji.

“Aku senang kalian kembali. Kemana saja kalian selama ini ?”

“Nanti akan kujelaskan semuanya Ayu, sekarang kau harus menyelesaikan perkara santet itu” ujar Rara.

“Oh iya baiklah, bagaimana Rara..”

“Jadi begini.....” Rara menjelaskan semua tahapan pelepasan duri hitam yang melekat pada Bapak Kepala Sekolah.

Setelah Rara menjelaskannya, aku mencoba melepasnya lewat dunia lain. Pelepasan ini memakan waktu hampir satu jam.
Setelah selesai, aku tak bisa memastikan apakah berhasil atau tidak.
Ponselku berbunyi, tertera sebuah pesan dari pak Indro. “Ayu, anggota gerak Bapak Kepala Sekolah sudah lancar”

Aku senang mendengar berita ini, ternyata perjuanganku tak sia-sia. Aku tersenyum bersama Rara dan Aji.
Lelahku dalam dunia lain tak terasa lagi karena Rara dan Aji mengajakku ke taman kota untuk menghabiskan waktu dengan saling bercengkrama.

Teman Tak Kasat MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang