Miss. Bisa berarti kehilangan, bisa juga berarti merindukan.
Pemuda dengan turttle neck cokelat muda, terdiam di depan jendela kamarnya, menatap salju pertama yang turun di awal bulan Desember, bertumpuk mewarnai jalanan menjadi serba putih.
Seharusnya ia tak disini, seharusnya ia tak sendiri di tengah dinginnya malam yang menusuk hingga ulu hati. Seharusnya ia berbahagia saat ini, namun bahkan malam ini, setitik senyum pun tak terbit di wajahnya, seolah afeksinya menghilang, namun tak begitu kenyataannya.
Dunia kejamnya sedang ia hadapi sekarang.
Kau dimana?
Kata itu yang selalu tersemat dalam tiap lamunannya. Terlalu merindu membuatnya menjadi seseorang yang lain. Junhui--nama pemuda itu-- tak pernah membayangkan dirinya akan ditinggal Minghao. Sehingga beginilah ia sekarang. Menyedihkan.
Enam bulan Minghao menghilang bagai ditelan bumi, tak lagi menampakkan wajah inosennya di hadapan Junhui. Junhui menggila. Frustrasi ia rasakan kala dirinya tak kunjung bertemu dengan Minghao-nya lagi. Tangis pun tak cukup mampu untuk membawa Minghao kembali kepadanya.
Aku rindu, tolong mengertilah..
Percuma saja, sebab ia tak akan pernah kembali mau bagaimanapun kau menangisinya dan memohon.
Junhui berubah karena satu orang. Ia cenderung menjadi pendiam dan menjadi seseorang yang selalu terlihat murung.
Kenapa kau tak kembali, Minghao?
Junhui tak tau, kenapa sejak dulu Minghao selalu pandai membuat dirinya kacau, lantas pergi begitu saja tanpa salam perpisahan.
.
[Chatting]
Minghao
Jun gege, kau dimana?
Aku sudah sampai
P
P
PPemuda manis itu menatap layar ponselnya dengan cemas. Sesekali mengedarkan pandangannya ke sekitaran Sungai Han yang hanya diterangi cahaya lampu taman dan rembulan malam itu--memastikan orang yang ditunggunya sudah datang atau belum.
Namun, nihil. Yang ditunggu sejak tadi, tak kunjung datang.
Pasalnya Minghao--pemuda manis itu--telah menunggu setengah jam disana. Seharusnya sejak 20 menit yang lalu, kekasihnya itu sudah ada bersamanya. Namun, faktanya Junhui masih belum juga datang, disaat udara malam yang dingin mulai menusuk hingga tulang belulang Minghao.
Minghao mulai cemas, ia berharap Junhui membalas pesannya atau setidaknya membaca, tapi ternyata tidak sama sekali. Ia semakin merapatkan mantel yang dipakainya pada tubuh kurusnya, mencari sedikit saja kehangatan.
Kamu dimana, ge?
Tubuhnya kedinginan, entah bagaimana bisa di musim panas seperti ini bisa terasa dingin bagi Minghao. Kekalutan nya semakin bertambah, bukan tentang Junhui, namun sesuatu yang lain, yang entah apa Minghao sendiri tak mengetahui nya.
Minghao kembali membuka ruang chat nya dengan Junhui. Melihat pesannya sama sekali tak direspons ataupun dibaca, namun pemuda itu tetap mengiriminya pesan lagi.
Minghao
Ge, aku ingin pulang.Dan setelah nya Minghao bangkit dari posisinya, ia sudah tak tahan dengan udara nya yang terlalu dingin. Padahal orang lain yang berlalu lalang sama sekali tak terlihat kedinginan. Ada apa dengan Minghao? Kenapa hanya dirinya yang sepertinya kedinginan?
Sebuah mobil sedan melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, bersamaan dengan itu seorang pemuda menyeberang jalan tanpa melihat kanan kiri.
Dan..
BRAAKK!!
Mobil sedan tadi menabrak tubuh pemuda itu hingga terpental lumayan jauh, ponsel yang sejak tadi digenggamnya ikut terpental dan terjatuh tepat disamping wajah nya yang dipenuhi darah. (Bayangin posisinya tengkurep gitu yaa)
Pemuda itu diambang kesadaran, tersenyum sesaat dengan air mata mengalir dipipinya yang berdarah ketika telpon masuk dan melihat nama yang tertera disana, masih sempatnya tangan lemah Minghao menggeser tombol hijau telpon itu.
kring..
"Minghao kau dimana, sayang?"
"Selamat tinggal, ge." Dengan suara bisikan ia menjawab, sesaat setelah itu kesadarannya benar-benar menghilang.
"Minghao kau bilang apa barusan?? Sayang? Hey kenapa diam? Jawab aku, kumohon. MINGHAO!!"
"Maaf, apa anda keluarganya? Pemilik Ponsel ini mengalami kecelakaan di jalan xxx, keadaan nya sangat mengkhawatirkan, dia telah dibawa ke rumah sakit xxx."
Xu Ming Hao, 24 tahun, dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 20xx, pukul 21.08 KST.
.
Pintu kamar terbuka menampilkan sosok Jisoo, kakak dari Minghao. Pemuda manis itu menghampiri Junhui yang masih setia pada posisi awalnya.
"Jun, masih seperti ini?" tanyanya, mata nya menatap Junhui dengan nanar penuh kesedihan. Namun, tak ada balasan, meski begitu Jisoo tetap melanjutkan kalimatnya.
"Mau sampai kapan? Aku yakin Minghao menangis disana melihatmu seperti ini. Minghao memang telah pergi tapi tidak dengan cintanya untukmu, jadi, kumohon berhenti lah menangisi kepergiannya."
"Ini salahku hyung. Andai malam itu aku cepat datang, andai aku tak mementingkan pekerjaanku, andai aku tak membiarkannya menunggu lama. Mungkin dia masih masih disini bersamaku."
"Ini bukan salahmu," ucap Jisoo, nadanya bergetar menahan tangis. Namun ia harus tetap terlihat tegar demi orang rapuh di depannya ini, yang sempat menjadi orang paling berharga di hidup adiknya.
"Ini salahku!! Minghao pasti membenciku!! Aku ini memang bodoh dan tolol! Aku tak bisa menjaga nya dengan baik!! Aku payah!!" Tepat saat itu tangis Jun pecah. Ia benar-benar terlihat lemah saat ini.
Jisoo yang bisa ikut merasakan bagaimana frustrasi nya Junhui kehilangan Minghao, beringsut memeluk Junhui. Mencoba menenangkan lelaki itu walau dirinya pun ikut menangis, tangannya berusaha menahan tangan lelaki Shenzhen itu yang tak hentinya memukuli dirinya sendiri.
Rindu ini amat luar biasa terhadapmu Minghao, ku yakin kau tau aku disini masih mencintaimu dengan segenap rasa kehilangan dan rindu yang begitu menyiksa. Aku mencintaimu, Minghao. Semoga tenang.
Miss you, hao.
End
Maksa banget sih nujuy!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE 8 OF JUN ✓
Random[ONE SHOOT JUNHAO] Kopi itu sama kayak Junhao. Sama-sama ada manisnya tapi, terkadang juga ada paitnya. Ini short storynya Junhao. Update sesuai mood dan ide ©fieanggraa Highest rank: #1 -chinaline {01122018} #66 -oneshoot {13062018} [#start 2017...