Hari ini akhirnya tiba. Upacara kelulusan Arka.
Awalnya terasa berat, mengingat separuh dari masa kelas 1 smaku didominasi oleh Arka dan segala interaksiku dengannya.
Ada sedikit rasa teriris saat melihat Arka yang beberapa kali melintasi kelasku, ia sibuk dengan berbagai ujiannya. Hingga puncak rasa sesakku adalah ketika hari kelulusan Arka tiba, aku mendatangi gedung perpisahan dengan langkah gontai sembari membawa sebuah buket bunga matahari dari kain flanel yang ya... Aku buat dengan tanganku sendiri.
Dadaku terasa sesak, adegan kejadian beberapa bulan lalu mengenai Arka dengan cepat berputar di dalam benakku.
Memasuki gedung, aku melihat Arka dan tersenyum miris, masih merasa tak rela karena tak akan ada lagi Arka yang kuperhatikan diam - diam, tak akan ada lagi Arka yang aku sapa, tak akan ada lagi Arka yang berpapasan denganku di ruang guru, tak akan ada lagi Arka, mungkin, jika waktunya, dihatiku.
Perasaanku campur aduk saat melihat Arka kala itu. Aku bangga, aku senang, dan terharu, karena seorang kakak kelas yang aku kagumi terpilih menjadi siswa berprestasi di akhir masa smanya. Namun, selalu, setelahnya, perasaan kalut, cemas, dan tak rela meliputi diri.
Aku melangkah perlahan, menghampiri teman - temanku yang sibuk menyelamati senior lainnya, disertai senyuman yang susah payah aku usahakan untuk tetap bertengger di bibirku.
Tadinya, aku hendak memberikan bunga ini oleh diriku sendiri. Namun, aku terlalu malu. Aku malu, karena telah bersikap terlalu berlebihan setelah memutuskan memendam rasa. Aku malu, karena tak bisa menahan perasaan sepihak ini dan membiarkannya tumbuh. Aku bukan siapa - siapa dan rasanya terlalu berlebihan dan dapat menimbulkan kesalah pahaman jika aku memberikannya secara langsung.
Pasalnya, aku tidak terlalu akrab dengan Arka, bertukar pesan saja tak pernah. Terlebih, sayup - sayup aku mendengar bahwa Arka sedang dekat dengan salah satu sesama seniorku. Orang - orang berkata mereka menjadi dekat sejak menjadi pembimbing kelompok yang sama saat acara regenerasi eskul.
***
Akhirnya, aku menitipkan buket bunga itu kepada sahabat terdekatku yang kebetulan cukup akrab dengan Arka. Ia sempat bertanya mengapa aku tak memberikannya secara langsung. Ku jawab saja "Malu".
***
Sepulang dari gedung perpisahan, aku membuka grup percakapan eskulku, disana tertera beberapa foto kebersamaan kami, beserta Arka sebagai mantan ketua umum eskul itu dan beberapa senior eskul lainnya.
Aku tersenyum, memandang foto tersebut.
"Kali terakhir" ujarku.Sejenak aku terdiam, batinku berkata "Coba jujur dengan perasaanmu sendiri, jika kamu sedih, menangislah" lalu aku menangis, cukup lama, sampai akhirnya gemuruh beban perasaan dalam dadaku berkurang.
Hatiku terasa ringan. Aku tersenyum, menyemati diri.
Ku pandang langit - langit kamarku. Kembali bermonolog.
"Setelah ini, Arka akan terasa sangat jauh, ada impian yang harus ia capai, ada pendidikan yang harus ia tekuni. Jika dipikir - pikir, merupakan pilihan yang baik saat aku memutuskan untuk memberi Arka buket bunga melalui perantara orang lain. Toh, tidak akan ada yang berubah meski aku memberi itu secara langsung"
"Jika aku dengan egois hanya memikirkan perasaanku sendiri, mementingkan asalkan perasaanku tersampaikan. Kurasa pernyataanku akan cukup membebani Arka."
"Kehidupan yang ia lalui setelah lulus SMA akan jauh lebih sulit, tak ada celah untuk diriku disana"
"Dan lagi, seandainya aku menyampaikan perasaanku dan anggap saja Arka membalasnya, tak menjamin bahwa aku akan merasa senang. Coba tanya pada hatimu, karena itu bukan yang sebenarnya kamu inginkan"
Aku menghela nafas sejenak, menguatkan diri.
"Ada beberapa hal yang diciptakan hanya untuk sekadar dikagumi, tersimpan rapi di dalam etalase. Dan hanya orang tertentu yang dapat meraih, memiliki, dan membawanya"
"Ini bukan akhir dari segalanya, justru awal yang baru. Dengan keikhlasan sebagai kuncinya"
"Jika kamu sebegitu mengkhawatirkan ia yang hendak menggampai impiannya. Maka, pun, berlaku untuk dirimu, ada mimpi yang harus kau raih dan pendidikan yang harus engkau tekuni"
"Jadilah pribadi yang kuat, jangan biarkan orang lain membawa separuh hatimu pergi. Justru engkau yang harus membawanya, memperkuat dan merawatnya dengan baik hingga tiba waktu akan datang orang yang tepat dan terpercaya untuk membawa separuh hatimu"
"Jangan biarkan perasaan mengendalikanmu wahai diri, hidup tak hanya tentang cinta saja. Justru, buatlah perasaanmu berada dibawah kendalimu.
Tetaplah menjadi perempuan tangguh yang kukenal wahai diriku. "Aku tersenyum lebar, mulai mengikhlaskan semuanya.
Apa yang terjadi selama ini, biar tersimpan pada masa ini.
Sedangkan aku, melangkah maju dengan percaya diri.
Tak ada lagi yang kupedulikan selain menghormati dan mencintai diri sendiri.
-Selesai-

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Matahari
Teen Fiction"Karena tak hanya aku yang menganggapmu matahari" ***