Hari demi hari sudah di lewati oleh Rani dikampungnya itu, setiap harinya ia menyusuri jalan kampung untuk bertemu penduduk sekitar, atau bahkan sekedar mencari udara segar, sekaligus menikmati pemandangan yang ada.
Kapan lagi ia bisa merasakan hal seperti ini. Jika dulu, ia hanya pulang sehari atau dua hari untuk berkunjung, tapi sekarang ia akan menetap cukup lama sebelum nantinya ia pergi untuk bekerja.
Saat ini, ia harus bisa menikmati semuanya untuk mengembalikan semua mood nya, dan juga semangat dalam dirinya.
Disepanjang jalan, ia memperhatikan bunga bunga dan binatang yang ada, semuanya ia senyumi seolah mereka dapat berkomunikasi satu sama lain. Ia pun memperhatikan mereka satu-satu, tanpa ia lewatkan hingga bagian terinci dari sudut pandangnya.
Cantik. Batin Rani, ketika melihat bunga yang ada disampung jalan itu.
Ia pun mencium bunga itu dan berpamitan padanya, karna masih ada banyak hal yang harus ia lakukan saat itu.
Tak lama dalam perjalanan, ia bertemu dengan sahabatnya-Dea
"Rani hei."
Kemudian, Rani menoleh padanya dengan dahi yang berkerut seolah bertanya ada apa.
Dea yang mengetahui itu pun langsung berbicara.
"Ran, beda banget ya suasana kampung sama kota, di sini adem, terus sekarang juga udah banyak kemajuan, coba aja deh ya ada universitas di sini."
"Iya sih di kampung kita sekarang banyak kemajuan tapi ya kali ada universitas di kampung haha dan untuk urusan adem, suasana disini atau di kota ya pastinya di kampung dong lebih adem, di kota mah sesak," jawab Rani pada Dea.
"Heheh kan kata ku coba aja kalau ada. Eh btw kamu mau lanjut kerja dimana Ran?" tanya Dea mulai mengalihkan pembicaraan.
"Ga tau de, belum kepikiran untuk cari kerja sekarang, aku masih mau istirahat aja dulu di kampung sekalian nikmati suasananya."
"Yaelahh ga mau coba ke kota lagi Ran? Kan banyak peluang disana, apalagi kamu pintar jadi ga akan mungkin ga diterima."
Jleb. Saran Dea barusan tibatiba membuat luka Rani terbuka kembali, sudah bersusah payah luka itu ditutupinya untuk bangkit dari keadaan yang ada, tapi sekarang luka itu semakin terbuka dan menyesakkan dada.
Tanpa disadari tangan Rani refleks menyetuh dadanya, seolah dengan hal itu ia bisa menutupi rasa sakitnya. Dea yang melihat perubahan itu pun bingung, karna bagaimanapun Dea belum tau apa yang dialami Rani sebenarnya.
"Kamu kenapa Ran?" tanya Dea panik, "Kamu sakit ya? Ayo aku antar pulang, jangan disini nanti kamu tambah sakit."
"Aku ga papa de, cuma sesak aja karna ucapan mu tadi," ucap Rani mulai jujur.
"Ucapan ku? Yang mana? Yang menyuruh mu ke kota lagi?" tanya Dea bingung "Ada apa sih dengan kota?"
"Saat kamu pergi ninggalin aku waktu itu setelah acara wisuda, ingat kan?" tanya Rani berusah mengingatkan dea, kemudian dea pun mengangguk padanya. "Sebenarnya, ada kejadian yang kamu ga tau sampe sekarang."
"Kejadian apa sih ? Ngomongnya jangan berbelit belit, aku kan cuma suruh kamu ke kota, disana kamu bisa ketemu sama Kris."
Nama itu lagi. Lelaki tak tau malu yang sudah membuat harga diri Rani jatuh. Mendengar namanya di sebut oleh Dea lagi, cukup membuat semua kejadian itu terulang kembali. Rani sangat kesal, kenapa harus sekarang disaat Rani sudah mulai melupakannya justru luka itu terbuka kembali.
Cukup. Rani tak bisa diam lagi, ia harus menceritakannya pada Dea. Akhirnya, Rani pun menceritakan semuanya pada Dea, kronologi dari saat Rani menunggu Dea hingga hubungannya kandas dan ia bertemu Kris saat dalam perjalanan pulang ke kampung halaman, tak satu pun dari kisahnya itu ia lewatkan untuk diceritakan pada Dea.
Dea pun sudah tak sanggup lagi mendengarnya, hatinya memanas. Sahabat mana yang rela jika sahabatnya sendiri sakit, dan dihina habis-habisan hanya karna tinggal di kampung. Sekarang, Dea sudah tau permasalahan Rani dan ia menyesal karna sudah membuka luka itu kembali.
"Maafkan aku Ran, andai saja saat itu aku tidak meninggalkan mu, semuanya tidak akan begini. Maaf jika aku sudah membahas masa lalu mu," ucap Dea dengan raut wajah yang menyesal.
"Sudahlah, semua itu sudah berlalu, kamu tidak salah, aku yang salah telah menyembunyikan rahasia sebesar ini darimu dan aku justru ingin berterimakasih. Karna waktu itu kamu meninggalkan ku, karna jika tidak maka aku tidak akan tau bagaimana seorang Kris yang asli," ucap Rani bijaksana.
Rani tidak mungkin menyalahkan Dea, karna telah membuka luka itu lagi. Karna dari awal, memang Rani tidak menceritakan semuanya langsung pada Dea.
Setelah itu, Rani berusaha cukup kuat untuk menahan air matanya, ia tidak ingin membuat sahabatnya itu khawatir. Akhirnya, ia memutuskan untuk pulang kerumah dan menenangkan diri dirumahnya.
🍁🍁🍁
Rani masuk kerumah dengan hati yang sangat kacau, ibunya yang melihat hal itu pun bingung dan kemudian menghampiri anaknya
"Nak, kamu ke---" belum sempat ibunya melanjutkan omongannya, Rani sudah berlalu pergi, ia tidak ingin diganggu untuk saat ini.
Rani pun masuk ke kamar dengan menghempas pintu, ia benci dengan semuanya, seluruh kenangannya. Kenapa kenangan selalu saja ada di memori? Itulah yang sedang Rani tanyakan pada hatinya.
Kemudian, Rani duduk dan mengambil alat lukisnya. Inilah yang selalu Rani lakukan, setiap ia merasakan suatu hal, maka ia akan tuangkan dalam sebuah lukisan, karna baginya tiada hari tanpa melukis.
Goresan demi goresan diciptakan, kuas lukis pun menari sembarang di atas kanvas putih polos itu. Suasana hati Rani sedang buruk, dan otomatis gambarnya pun akan sesuai dengan suasana hatinya. Ia tidak peduli dengan apa yang sedang ia gambar, karna apapun yang ia gambar itulah keadaan hatinya sekarang.
Terlalu fokus Rani dengan lukisannya membuat semakin banyak pula kebencian yang muncul, memori kenangan ia bersama Kris mulai tereka ulang kembali, seperti film yang sedang di putar.
Tes tes
Cairan bening pun lolos di pipi manisnya itu, ia tidak sadar ternyata sekarang ia sedang menangis, ia luapkan semua amarah, semua kebencian, semua rasa sakit itu di atas kanvas putih di hadapannya.
Rasa sakit itu semakin lebar, hingga tak menyisakan satu titik untuk menutupnya lagi.
Susah. Melupakan setiap rasa sakit dan hinaan dari Kris padanya. Ia pun tak tau, mengapa harus dirinya yang menerima semua ini.
Hingga pada akhirnya, ia selesai melukis dan ia pun membuang nafas dengan kasar untuk menetralkan perasaannya. Ia pergi ke kamar mandi, kemudian membersihkan wajahnya yang tak bisa di deskripsikan lagi akibat dirinya yang menangis sedari tadi.
Haiii semuanya
Bagaimana dengan part 3?
Bisa ketebak ga ceritanya bakalan kaya gimana?Oke cuma mau ingatin lagi. Jangan lupa vote dan comment ya teman teman. Karna itu sangat berharga untukku
-BrigitaJaunty
KAMU SEDANG MEMBACA
Pondok Keramat (SELESAI)
TerrorRani si gadis tomboi harus bertaruh nyawa setelah terjadi keajaiban yang berujung konflik antara dia dan iblis di dalam hidupnya Bagaimanakah Rani akan menyelesaikannya?