"Aira?"Sama sepertiku, Ardian juga tak kalah terkejut. Mimiknya langsung berubah saat menyadari aku bersama seorang pria. Terlebih ketika melihat tangan Roby melingkar manis di pinggangku.
Ia cemburu, dan itu nyata sekali.
Mungkin benar. Selama ini lelaki itu tak pernah menyadari rasa yang ia punya karena memang tak ada yang pantas dicemburui. Selama hidup Ardian tak pernah melihatku intim dengan lelaki mana pun.
Terkadang kita harus membuka hati pada orang lain untuk mengetahui perasaan orang yang kita sayang. Selama ia tidak pernah ada yang menyaingi karena itu jugalah ia tidak pernah menyadari.
"Ardian. Lo ...."
"Gue dimutasi, Ai."
"Maksudnya?" Aku memucat.
Jangan bilang kita akan kembali satu kota. Atau parahnya lagi satu kantor, bisik hati was-was.
Lelaki itu tak menjawab. Matanya malah menatap tajam Roby. Jelas sekali terlihat ia tidak nyaman dengan sikap pria itu.
"Kenalin. Ini Roby. Calon suami gue."
Laki-laki itu tersedak.
"Ada apa ini, Ai?" Tatapannya mengintimidasi.
"Apanya yang ada apa? Anda gak dengar apa yang Aira bilang? Ca lon su a mi!" sahut Roby.
Sepertinya sikap Ardian telah membuat pilot terbaik salah satu maskapai penerbangan di tanah air ini tersinggung.
"Kalian berbohong, 'kan?"
"Kapan gue pernah bo'ong sama lo?"
"Gak mungkin, Ai. Lo gak akan jatuh cinta secepat itu."
Geraham Roby gemelatuk mendengar ucapan Ardian yang terang-terangan. Lelaki mana yang tidak tersentil harga dirinya jika dianggap hanya sebagai pelarian?
"Ayo Sayang. Kamu gak perlu jelasin apa pun. Memangnya dia siapa?"
"Oh ya, mending urusin istri Anda sendiri. Bilang padanya gak perlu lagi merasa bersalah. Aira telah menemukan orang yang tepat," lanjutnya. Menatap tajam Ardian.
Wajah pria itu memerah mendengar sindiran Roby.
Roby meraih telapak tanganku. Melangkah cepat, mendahului. Aku mengikuti langkahnya yang panjang dengan setengah berlari. Sempat menoleh ke belakang. Ardian masih tertegun.
Sepanjang perjalanan pulang tak sepatah kata pun keluar dari bibir Roby. Tatapannya lurus ke jalanan. Tapi aku yakin, pikiran pemuda itu tak sepenuhnya ke sana.
Wajah yang sesekali terkena sorot lampu kendaraan yang berpapasan itu nampak tegang. Rahangnya mengeras. Untuk pertama kali aku melihat sisi lainnya sejak kami berkenalan.
"Rob ...." Aku menyapanya hati-hati. "Lo gak papa 'kan?"
Ia menoleh. Hanya sekilas, kemudian fokus lagi ke kemudi.
"Memangnya kenapa?" Ia berusaha menutupi.
"Maaf."
"Lha, kenapa jadi kamu yang minta maaf?"
"Rob, gue tau lo gak nyaman. Tapi lo tenang aja. Gue bisa dipercaya kok. Dulu aja gue menolak permintaan Alika buat menikah dengan Ardian, apalagi sekarang. Gue udah punya lo."
Citttttt!
Suara ban mobil yang direm mendadak, mencicit saat bergesekan dengan aspal. Aku memucat, kaget. Untung saja di belakang tidak ada kendaraan lain. Kalau tidak? Bakalan terjadi tabrakan beruntun.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMA (Antara Cinta dan Persahabatan)
Ficción GeneralRasa yang tertinggal membuat Aira harus pergi menjauh dari orang-orang yang ia sayangi