Mengenaskan nasibnya dibalut rindu, dihentak-hentak kalbunya pada dentum-dentum waktu. Seperti meriam, pelurunya menembus hati sampai sekarat, ia hampir mati, hilang percaya diri. Naas, bola mata hitam pekatnya redup di bawah binar cahaya, terang itu tidak sampai pekat matanya. Sendu ia menatap atap yang menggariskan satu-satu jalan hidupnya, andai rindu tak jadi benalu, andai rindu tak ukir lesu, andai hatinya lapang dan menang, ia perempuan yang dipeluk luka dalam hening malam. Andai hanya jadi andai, sesak dadanya tak terbang dibawa kumbang. Luka-luka hinggap dalam gegap gempita di atas kembang, bersama air mata jadi percik-percik sandang, baginya melahap duka adalah santapan mewah penginapan berbintang.
Perempuan yang dipeluk luka dalam hening malam.
Ia merunduk, meringkuk, luka-luka tanpa darah dipeluk. Pada tawa ia kehilangan harap dan rasa. Pada bahagia ia lirih dan mati. Pada apa-apa yang seharusnya membawa kakinya berdiri, ia kehilangan arah.
Perempuan yang dipeluk luka dalam hening malam, dalam kesendirian air matanya jatuh, dalam hiruk-piruk dadanya sunyi.
Miris, ia tersenyum bengis bersama luka-lukanya yang mengiris.
— @pemeluksepi
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMOAR DEGUP
ŞiirAku degup paling ulung mencintaimu; tak akan dibiarkan mengalir aku tanpamu kuletakkan kau di sela-sela jantung, di tetes-tetes darah, di bening air mata, di lirih doa, di mana-mana; kau ada. kubiarkan kau mengalir di dalam aku dan persetan di dala...