"Gue mau ngomong bentar sama lo,"
Jennie yang sedang mengelap meja bar sontak menoleh.
"Buruan, ikut gue,"
Tanpa menjawab apapun Jennie menaruh kain lap yang dipegangnya, lalu berjalan mengikuti Lisa.
Hanbin yang sebelumnya sedang meracik alkhol dengan bir, terdiam sesaat. Ia penasaran apa yang terjadi dengan temannya itu.
"Apa,"
Kini mereka berada di lorong yang lumayan jauh dari suara berisik orang-orang clubbing.
"Tadi lo kan?"
Jennie mengernyit, lantas baru memahaminya, "Oh, kenapa?"
"Dari kapan lo disana?"
"Perlu nih gue ngasih tau ke lo?"
"Jen,"
"Kenapa? Lo takut?"
Lantas Lisa tersenyum kecut, "Lo yang harusnya takut,"
"Sorry, gue bukan penakut kaya lo,"
Tampaknya Jennie masih belum tau apa yang akan menimpa dirinya jika ia terus bersikap seperti ini.
"Oke, sekarang mau lo apa?" Lisa tampak mengalah, ia tidak ingin memperumit keadaan, "Lo mau gue keluar dari rumah lo? Oke, malam ini juga gue keluar,"
"Nggak semudah itu Lis,"
"Trus?"
"Gue udah muak sama lo dari awal, gue benci sama lo," Ucap Jennie, tatapannya menajam, "Sampai kapan pun nggak akan bisa lo tebus rasa sakit hati gue sama keberadaan lo dan nyokap lo,"
Sensitif rasanya jika harus menyebut-nyebut soal ibunya.
"Nggak usah bawa-bawa nyokap," Jawab Lisa, "Ini urusan gue sama lo, bukan dia,"
"Kenapa? Emang bener Lis, semua sumber kehancuran hidup gue cuma gara-gara lo dan nyokap lo!"
"Jaga omongan lo!" Spontan Lisa mendorong bahu Jennie.
"Mulai saat ini lo denger Lis," Jennie sedikit mencondongkan tubuhnya, "Lo nggak perlu berharap apapun dari gue, mau gue umbar mau gue tutup mulut itu hak gue, masalah lo sama pria tua di luar sana bukan urusan gue,"
Lisa kehilangan kata-kata, ia benar-benar tak tau harus mengatakan seperti apa agar Jennie tau.
"Jangan pernah lagi lo berani muncul dihadapan gue," Ucap Jennie, lantas berjalan meninggalkan Lisa.
Satu permasalahannya, saat ini Jennie adalah salah satu saksi hidup yang tau mengenai kasus pembunuhan oleh bosnya.
Jennie tidak tau dampak apa yang akan menimpa dirinya jika ia terus keras kepala bahkan sampai berani mengungkap semuanya.
Sejujurnya Lisa juga takut jika hal ini akan berimbas pada saudara tiri lainnya.
••••
"Ada apa?" Belum sempt duduk, Hanbin sudah melempar pertanyaan bertubi-tubi, "Tumben dia nyamperin lo, dia minta uang?"
"Air putih dong," Bukannya menjawab pertanyaan Hanbin, Jennie justru duduk dan meminta segelas air.
Hanbin yang tak menolak segera mengambil segelas air putih, disodorkannya pada gadis itu.
Glek.. glekk.. glekk..
Segelas air itu habis sekali minum.
"Gimana Jen?"
Tampaknya Jennie tak memperdulikan pertanyaan Hanbin, bahkan keberadaannya.
Ia masih duduk sembari memikirkan sesuatu, dahinya mengernyit, kedua alisnya hampir menaut.
Pikirannya masih mengarah pada Lisa. Rasa bencinya kepada adik tirinya itu sudah luar biasa, ia benci karena kehadiran Lisa benar-benar membuat keluarganya berantakan, belum lagi kejadian yang terakhir kemarin, soal kakaknya yang tau soal pekerjaan sebenarnya.
Semua awal mulanya dari Lisa.
"Jen," Hanbin menepuk pundak Jennie.
Gadis itu melompat dari lamunnya, membuatnya tersentak dan menyulut emosinya.
"Apa sih Bin," Bentaknya, "Ganggu aja lo,"
Lantas Jennie berdiri dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi.
"Lah, kenapa jadi gue sih yang kena marah,"
🖤🖤🖤🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLING [BLACKPINK]
Fanfiction"Jangan pernah lo sentuh adek gue!" - Jisoo "Kalo gue pelacur trus lo mau apa?" - Jennie "Bunuh aja aku daripada ngerepotin semuanya." - Rose "Apapun itu asalkan bukan ngebunuh, gue siap!" - Lisa ©️2019 Souliteee