42

10.4K 1.1K 21
                                    

"Kak?"

Rose mengetuk pintu kamar mandi yang sudah hampir setengah jam dihuni oleh kakaknya.

"Kak Jisoo udah kelar belum?" Tanyanya, "Aku kebelet nih kak,"

Tak ada sahutan.

"Kak Jisoo buruan dong," Ucapnya lebih keras sembari mengetuk pintu, "Udah setengah jam lebih masa belum kelar aja,"

Tetap tak ada jawaban.

Rose mendadak diam.

Ia tidak tau tepatnya kapan, tapi ia merasa sejak tadi tidak ada tanda-tanda gemercik air atau suara-suara yang menandakan kakaknya itu masih mandi.

"Kak Jisoo?" Panggilnya, "Buka dong kak,"

Merasa tak enak dengan perasaannya, ia memilih untuk membuka pintunya.

Namun sayang pintunya terkunci.

Kali ini Rose memilih untuk menggedor pintu sembari memanggil nama kakaknya, ia juga berusaha untuk mendobrak, namun tubuhnya terlalu kecil untuk kuat membuat pintunya terbuka.

Ia segera berlari mengambil ponselnya.

"Hallo, Kak Bobby, Kakak dimana? Tolongin aku kak," Gadis itu begitu panik hingga tidak membiarkan yang ditelpon menyapa, "Kak Jisoo,"

"Jisoo kenapa Ros?" Mendengar nama itu disebut, Bobby seketika meletakkan gelasnya, ia kebetulan sudah berada di cafe tempatnya bekerja.

"Kak Jisoo udah setengah jam lebih nggak keluar dari kamar mandi, Plis Kak Bobby kesini, aku takut," Gadis itu seketika meneteskan air matanya.

"Gue kesana sekarang,"

Lelaki itu segera melepas apron-nya, lantas bergegas menuju rumah temannya itu.

Pikirannya sudah bercabang kemana-mana. Memang akhir-akhir ini kondisi Jisoo sudah semakin parah, tenaganya juga semakin lemah, ibarat kaca tipis yang mudah remuk.

Beberapa kali hidungnya mengeluarkan darah saat ia sedang bekerja.

Hal ini semakin membuat Bobby panik setengah mati.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di lokasi.

"Gimana?"

Rose hanya menggeleng, air matanya sudah berlinang sejak tadi.

"Jis! Jisoo! Lo denger gue kan?!" Panggil Bobby sembari berusaha membuka pintu tersebut.

Brakk!!

Dugaan Bobby benar.

Pasti terjadi apa-apa dengan Jisoo.

Yang ia lihat saat ini, gadis dengan celana pendek serta kaus hitam polosnya itu sudah terduduk di sebelah closet, rambutnya masih dalam keadaan basah, wajahnya pucat, dan lagi-lagi hidungnya mengeluarkan cairan merah.

Adiknya yang melihat kondisi kakaknya saat itu seketika menjerit.

Baru kali ini ia melihat kakaknya tak sadarkan diri dengan hidung berdarah.

Bobby segera membopong temannya itu keluar dari kamar mandi, direbahkannya di sofa, lantas ia menghubungi ambulance untuk segera datang.

Rose yang sedang mengusap darah dari hidung kakaknya itu terus meratapinya.

Air matanya tak berhenti.

Bobby berusaha untuk tegar walaupun sebenarnya matanya sudah berkaca-kaca.

Ia juga tak lupa untuk menenangkan Rose.

Ambulance datang.

Dengan cepat semuanya mereka serahkan pada tim medis.

Siang itu, Rose dan Bobby lebih banyak berdoa. Ia memohon tak terjadi apa-apa pada orang yang disayangnya itu.

Kabar mengenai penyakit yang diderita Jisoo juga sudah masuk ke telinga adiknya, ketika dokter yang biasa menangani Jisoo berbicara dengan Bobby, Rose mendengar semuanya.

Sedihnya bukan main.

Hancur berkeping-keping perasaannya.

Yang ia tau selama ini kakaknya adalah orang yang kuat.

Nyatanya ada sebuah kelemahan besar yang disimpannya rapat-rapat. Bodoh rasanya menjadi seseorang yang tidak tau menahu soal penderitaan kakaknya selama ini.

"Selama ini yang aku tau, Kak Jisoo banting tulang buat pengobatan aku," Tatapan Rose kosong, "Dia nggak peduli Kak Jennie sama Kak Lisa yang sering mencaci maki dia, dia nggak kenal yang namanya mengeluh, nggak kenal yang namanya capek,"

Tubuhnya bergetar.

Tangisnya kembali luruh.

"Sebesar itu memang cinta dan sayang Jisoo ke keluarganya," Jawab Bobby dengan pelan, ia mengusap lembut bahu Rose, "Dia perempuan yang rela berkorban apapun buat adik-adiknya,"

"Kenapa sih kak Bobby sembunyiin ini dari aku?!"

"Jisoo sendiri yang minta buat nutupin ini semua," Jelasnya, "Dia nggak mau buat kamu khawatir ataupun cemas, cukup kamu cemasin diri kamu sendiri,"

"Tapi nggak gini caranya kak!" Rose tidak terima.

"Udah ya, kita berdoa aja buat Jisoo,"

Rose menyandarkan kepalanya pada bahu Bobby, perasaannya masih tak karuan, shock rasanya.

Begitupun dengan Bobby. Perasaan cemas masih bersarang pada pikirannya.

🖤🖤🖤🖤

Woy bukan kalian doang yg sedih, gue juga anjir bisa bgt gue bikin cerita kek gini.

SIBLING [BLACKPINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang