2. Senyuman dan tangisan

25.9K 1K 239
                                    

Dahinya mengkerut saat melihat gadis kecil dihadapannya hanya memakan sedikit sarapan pagi yang tersaji untuknya, dan sepertinya gadis kecil itu tak berniat untuk melanjutkan kembali acara makannya, itu membuat Levi merasa terganggu padahal dirinya sudah bersusah payah memasaknya, paling tidak gadis itu harus menghabiskannya sebagai rasa terima kasih. Lalu pandangan Levi bergulir pada si Paman yang sudah melahap semua telur dadar bagiannya, si Paman mengeluh jika jatah sarapannya kali ini lebih sedikit daripada kemarin, dia tidak akan kenyang jika hanya menghabiskan dua telur datar untuk sarapannya padahal dia mempunyai pekerjaan yang berat, setidaknya dia mendapatkan imbalan sarapan yang lebih bermutu, dia terus mengeluh tanpa memperdulikan sang koki yang kesal mendengar ocehannya.

"Mikasa, jika kau tak menghabiskannya lebih baik untuk Paman saja." Tangan Kenny bergerak menjangkau piring Mikasa.

CTAK

Kenny langsung menjerit kesakitan setelah Levi menusuk telapak tangannya dengan garpu dalam genggamannya, garpu itu menembus daging Kenny hingga menancap meja makan, pada akhirnya darah Kenny yang membanjiri meja makan pun membuat Levi merasa jijik juga.

"Oi, kau gila!" Geram Kenny seraya melepaskan tangannya yang tertahan garpu diatas meja lalu menekan lukanya, Kenny mendecih melihat genangan darahnya dimeja dan lagi-lagi dia harus kehilangan banyak darah, sepertinya dia harus banyak mengkonsumsi vitamin penambah darah daripada dia mati kekurangan darah itu terdengar tidak elit. Dalam hati Kenny meruntuki nasibnya yang mempunyai keponakan sesadis Levi, yang bisa membunuhnya hanya karena secuil telur dadar. Levi sering menghajarnya dan juga tidak pernah berlaku sopan padanya, andai saja Levi bukan satu-satunya keponakan yang dia miliki mungkin sudah lama Kenny menghabisi bocah kurang ajar itu.

Mikasa terdiam melihat drama mengerikan yang terjadi dihadapannya, membuatnya semakin tidak bernafsu makan, apakah mereka berdua selalu bertingkah seperti itu? Mata sayunya hanya memandang datar sisa telur dadar miliknya, ibunya bisa memasak telur dadar yang jauh lebih enak daripada ini. Oh sepertinya dia rindu dengan masakan ibunya, dan dia tersadar jika rasa rindu yang dirasakannya kali ini takkan pernah bisa terobati dengan hanya memikirkan hal itu membuat dada Mikasa kembali sesak dan terasa berat walaupun hanya untuk bernafas, Mikasa yang sedari tadi terdiam tidak menyadari jika sepasang mata terus memperhatikan dirinya, saat ini dirinya terlalu sibuk dengan pikiran kelam yang menjadi temannya akhir-akhir ini.

"Kau berlebihan, Levi." Kenny beranjak dari meja makan menuju lemari dimana kotak P3K disimpan, setelah mengambil kotak tersebut Kenny membawanya kembali ke meja makan dan menaruhnya di atas meja. Levi membuka kotak tersebut dan memilih peralatan yang diperlukan untuk mengobati luka Kenny, dengan telaten Levi membersihkan luka Kenny lalu mengobatinya dan melilitkan perban di sentuhan akhir.

"Itu bagian Mikasa, seharusnya kau lebih mengerti dengan tidak mengambilnya." Ucap Levi seraya merapikan peralatan P3K tersebut.

"Bahkan Mikasa tak mau memakannya." Kenny membela dirinya, sepertinya sifat tak mau mengalahnya timbul, bisa dibilang sebenarnya dia sedikit sakit hati dengan perlakuan Levi terhadap dirinya, Tidakkah keponakkannya itu berfikir jika dia bisa hidup selama ini itu semua berkat Kenny.

"Oi bocah, kenapa kau tak memakannya?" Kali ini Levi menatap Mikasa tajam dan dibalas tatapan datar dari Mikasa, entah mengapa suasana terasa menyesakkan saat menunggu jawaban dari Mikasa, selanjutnya kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu membuat Levi serasa tertimpa bongkahan batu besar.

"Asin."

.
.
.
.
.

*
.
.
.
.
.

Matahari sudah tepat berada diatas kepala saat Mikasa duduk termenung diteras kediaman Ackerman, sisa hujan yang turun kemarin masih menyisakan hawa sejuk dan membuat gadis bersyal merah merasa betah berdiam diri di luar rumah, pandangannya tertuju pada kolam ikan yang terdapat dihalaman rumah tersebut, kolam itu dihuni segerombolan ikan koi yang berenang memutari kolam. Mikasa merasa iri dengan ikan-ikan tersebut, mereka mempunyai teman yang membuat mereka tak merasakan kesepian, berbeda dengan dirinya saat ini, dia hanya sendirian ditempat yang ditinggalinya sekarang, bahkan dia belum terbiasa dengan semuanya. Mikasa meraba syal merah yang melilit lehernya entah mengapa dia berharap ada Eren yang menemaninya saat ini.

Risk of Ackerman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang