Jika seseorang telah merasakan apa yang dinamakan cinta, maka seseorang tersebut harus siap menerima segala rasa yang akan menghinggapi hati disetiap saatnya. Dengan konotasi detak jantung yang berubah-ubah frekuensi tiap momen tertentu dikala berhubungan dengan orang yang disuka, terkadang menyakitkan hingga menimbulkan rasa tak nyaman namun terkadang membuat tersentuh rasa hati hingga menjadi debaran yang menyenangkan. Dan Levi sadar akan hal itu, ia sudah menetapkan perasaannya untuk Mikasa maka ia akan memberikan segalanya untuk gadis bermahkotakan malam itu, ia tahu jika semua perasaan tak akan semulus jalanan beraspal ada kalanya harus melewati jalanan bergelombang pun tak luput dari bebatuan yang menghadang.
Langkah kaki Levi berhenti didepan gerbang mansion keluarga Reiss disaat pagi buta dikala matahari masih belum menampakkan silaunya, ia menatap pintu gerbang yang terbuat dari besi itu pilu karena ia tahu dibalik gerbang tersebut ada Mikasa yang beberapa hari ini tak ia jumpai sosoknya secara solid hanya bayang-bayang gadis itu yang selalu menemaninya disetiap hal yang ia lakukan. Kini Levi butuh Mikasa yang nyata, yang bisa ia sentuh dan yang bisa ia rengkuh bukan lagi bayangan yang hanya membuatnya semakin tersiksa.
Seorang security datang menghampiri dengan pandangan tak ramah, menatap Levi dengan pandangan menyelidik curiga. Hal yang wajar mengingat disini Levi adalah orang asing dan bertandang di pagi buta dimana kebanyakan manusia masih bergulung dengan selimut mereka.
"Maaf, apa yang sedang anda lakukan disini?" Pertanyaan security itu terdengar ramah yang dipaksakan, namun Levi tau jika dibalik pertanyaan itu terdapat sebuah kewaspadaan yang besar.
"Mikasa, aku ingin bertemu dengan Mikasa Ackerman." Hanya dengan menyebut namanya saja membuat dada Levi terasa menyempit hingga pernafasannya terasa memberat, baginya Mikasa layaknya udara yang ia hirup dan ia akan mati secara perlahan jika tak mampu kembali menghirup udara tersebut.
"Jika boleh tahu, siapa anda?"
"Levi Ackerman." Mendengar Levi menyebutkan namanya membuat raut wajah si security berubah menjadi lebih cerah.
"Anda keponakan Mr Kenny?"
"Benar."
"Baiklah, akan saya sampaikan dulu pada pengurus rumah." Security tersebut memberi kode pada temannya yang sedari tadi mengamati didalam pos, dan security satunya mulai mengambil gagang telepon menghubungi seseorang yang berada didalam mansion.
Mikasa yang baru saja terbangun dari tidurnya mengernyit saat mendengar suara ketukan halus pada pintu kamar yang ditempatinya, ia melirik Sasha yang masih mendengkur halus dan suara ketukan tersebut tak mampu membangunkannya. Dengan langkah sedikit sempoyongan efek dari bangun tidur Mikasa memaksakan kakinya mengarah ke pintu, begitu ia membuka pintu seorang maid tengah membungkuk kearahnya dan mengutarakan permohonan maaf atas kelancangan karena telah membangunkannya pagi buta, namun bukan itu yang membuat Mikasa gelisah akan tetapi penuturan maid tersebut yang membuatnya sekarang dilanda kepanikan mendadak.
"Lalu bagaimana nona?" Sang maid mencari kepastian dari Mikasa yang sejak tadi hanya terdiam berfikir.
"Aku tidak ingin menemuinya, usir saja dia pergi."
Sudah lebih dari tujuh jam semenjak kabar yang Levi dengar jika Mikasa tidak ingin menemuinya, hal itu sudah ia prediksikan namun ia tak akan menyerah begitu saja dia pun mencoba cara lain dengan berlutut didepan gerbang menunggu sampai Mikasa Sudi menghampirinya. Meskipun para security itu mencoba untuk merayunya agar kembali lain waktu namun Levi terlalu kepala batu untuk mendengarkan, sebab yang ia inginkan saat ini hanyalah bisa kembali melihat Mikasa. Panas matahari semakin terik membakar kulit tak membuat Levi gentar dia masih setia berlutut demi bisa menarik simpati Mikasa, wajah dan tubuh Levi sudah memerah dan mengkilap penuh peluh efek dari pancaran sinar matahari yang ia terima secara langsung selama berjam-jam membuat hati Historia dan Sasha yang melihat dibalik jendela kamar Historia tersentuh, sudah sedari tadi kedua gadis itu merayu Mikasa agar mau menemui Levi walau hanya barang sebentar saja namun gadis bersurai raven tersebut begitu keras kepala dan kekeh terhadap pendiriannya. Sepertinya memang para Ackerman mempunyai kepala yang sekeras batu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Risk of Ackerman
General Fiction(21+) Tubuhnya bergetar saat sentuhan itu semakin turun melewati leher dan berakhir dikancing seragam teratas miliknya, dengan gerakan lambat Levi membuka satu persatu kancing seragam Mikasa hingga semua kancing seragam gadis itu terlepas dan memper...