Meski tersamarkan oleh gelapnya hutan dimalam hari Marco masih bisa melihat wajah pucat partnernya yang sedari tadi hanya diam saat mereka berdua melewati jalan setapak dalam hutan gelap dengan langkah yang sedikit cepat, Marco tahu jika telah terjadi sesuatu pada gadis ini dan ia tak akan memaksa gadis ini untuk bercerita tentang permasalahan yang dialaminya pada Marco meskipun ia begitu penasaran, tapi jika melihat gadis ini Marco selalu teringat akan sahabatnya yang sekarang berada di sisi lain hutan ini dan sepertinya juga ikut merasakan kegalauan yang luar biasa setelah mendapati wajah sembab dari gadis ini dan juga Eren.
Menggenggam erat senapan laras panjang ditangannya seolah berharap jika ia melakukan itu dapat mengurangi rasa sesak yang dialaminya, namun Mikasa masih tak mampu membendung kesedihannya atas segala hal yang menimpa harinya akhir-akhir ini, karena hal inilah yang paling ia takutkan jika ia akan kehilangan Eren. Jalanan terlihat begitu gelap karena tak ada penerangan sedikitpun dan sayangnya malam ini sang bulan sepertinya juga enggan untuk keluar menerangi jalan mereka, ditambah mereka tak menggunakan pencahayaan apapun guna menyamarkan keberadaan mereka menghindari kemungkinan buruk jika akan tercium oleh musuh mengingat mereka saat ini yang memasuki kawasan sarang musuh. Kini mereka hanya mengandalkan pengelihatan juga insting untuk sampai kepusat tujuan. Kaki Mikasa tersandung akar pohon saat dirinya kurang waspada disaat pikirannya sedang berkecamuk, beruntung Marco langsung sigap menangkap tubuh Mikasa agar gadis itu tak terjungkal.
"Terimakasih." Lirih Mikasa.
"Hati-hati." Marco memperingati agar gadis itu lebih memawas diri.
"Aku mengerti."
Marco hanya menatap prihatin pada Mikasa, tak seperti gadis kuat yang selama ini dikenal Marco kali ini gadis dihadapannya adalah gadis yang begitu rapuh dimatanya.
Disisi lain dari arah Utara menuju kepusat hutan Levi dengan langkah cepatnya dengan Eren yang mengekor dibelakang telah melumpuhkan beberapa penjaga dari musuh yang mengawasi area tersebut, lalu mereka segera bergegas menuju target prioritas. Levi memperhatikan langkah ceroboh Eren yang membuat pemuda itu sering kali hampir terjatuh, dan Levi sangat mengerti jika perasaan pemuda labil ini dalam kekacauan yang begitu memprihatinkan.
"Sebenarnya aku tidak ingin ikut campur tapi ini semua menggangguku, jika itu berhubungan dengan Mikasa. Apa yang terjadi pada kalian?" Levi melirik Eren melalui ekor matanya, pemuda itu menunduk tak berani menatap ataupun melihat Levi.
"Itu..." Eren tak bisa meneruskan kalimatnya, ingin rasanya ia berteriak dan memaki laki-laki yang berjalan mendahuluinya ini namun lidahnya kelu, dan ia benci dengan sikap pengecutnya yang seperti ini.
"Kau sudah mengetahui semuanya?" Levi berhenti melangkah membuat Eren melakukan hal yang sama, Levi berbalik dan menatap pemuda itu tajam.
"Iya." Entah keberanian yang berasal dari mana hingga membuat Eren berani menatap balik Levi dengan raut muka penuh dendam.
"Kau membenciku?"
"Iya."
"Tapi aku takkan pernah melepaskan Mikasa apapun yang terjadi."
"...."
Eren tak mampu menjawab perkataan Levi saat dirinya mengklaim Mikasa adalah miliknya, sebab Eren sendiri juga tidak tahu apa yang harus ia katakan karena ia sendiri juga tidak mengerti jalan mana yang akan ia tempuh setelah semua ini antara mempertahankan perasaannya terhadap Mikasa atau meninggalkan segalanya dan mengubur dalam-dalam perasaan juga rasa sakit yang kini mendera hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Risk of Ackerman
General Fiction(21+) Tubuhnya bergetar saat sentuhan itu semakin turun melewati leher dan berakhir dikancing seragam teratas miliknya, dengan gerakan lambat Levi membuka satu persatu kancing seragam Mikasa hingga semua kancing seragam gadis itu terlepas dan memper...