Mikasa menatap Eren sendu, melihat keadaan bocah yang selalu berisik itu kali ini sangat pendiam, pupil mata yang selalu bersinar memancarkan kebahagiaan itu kini telah redup dengan kekosongan, mengisyaratkan akan hati yang tersayat membuat luka dalam yang tak terlihat tapi mampu terasa betapa hebat rasa sakitnya, apakah Mikasa juga terlihat semenyedihkan ini?
"Maaf... Mikasa." Tiba-tiba Eren bersuara yang mampu membuat Mikasa tersentak.
"Sekarang aku bisa sangat mengerti apa yang kau rasakan." Eren mulai mengalihkan pandangannya yang semula hanya menatap kosong luar jendela kearah Mikasa yang masih menatapnya dalam diam.
"Disini sakit sekali." Eren menunjuk dada kirinya seakan memberitahu Mikasa bahwa didalamnya terdapat luka dalam yang menyakitkan sama seperti luka yang Mikasa rasakan, seketika liquid bening meleleh mengalir dikedua pipi putih Mikasa.
"Eren." Mikasa secara refleks menghambur dan mendekap Eren dengan kuat, yang menggiring kedua bocah itu larut dalam tangisan kesedihan.
"Aku bersumpah Mikasa, aku akan mencari dalang dari semua ini. Akan kuhabisi mereka hingga tak bersisa!" Tangan Eren mencengkeram erat punggung Mikasa dan matanya berubah penuh kebencian serta dendam bercampur amarah bergelora mewakili rasa sakit dan panas hati yang dideranya. Eren bersungguh-sungguh dengan ucapannya pada Mikasa, dia akan mengejar seorang itu yang telah menghancurkan kepingan kebahagiaan yang selama ini dimilikinya juga Mikasa. Dan orang itu akan merasakan berkali lipat sakit lebih dari atas apa yang telah Eren alami.
Seraya menyeruput teh hangatnya dengan wajah menggelap, Levi terus memandangi tingkah kedua bocah itu dan entah mengapa tanpa tersadar dia sudah meretakkan cangkir teh tersebut hingga membuat Armin sang pemilik cangkir menjadi berkeringat dingin, sepertinya perasaan gelap pemuda tersebut ikut menjalar disekitarnya sehingga mampu membuat perasaan yang begitu tak menyenangkan untuk Armin, bahkan dirinya mulai berhalusinasi jika pandangan menusuk yang dipancarkan pemuda Ackerman tersebut bagaikan tombak petir menembus kepala Eren dan meledakkannya. Benarkah ada seorang kakak yang begitu berlebihan terhadap adiknya jika sang adik bersama seorang lainnya jika tidak mengidap sister complex?
Masih terngiang diingatan Armin kejadian pengeboman brutal kemarin yang meluluh lantakkan hampir seluruh desanya dan dia sedikit bersyukur karena kakek dan tempat tinggalnya selamat, walaupun ada kerusakan kecil dirumahnya tapi tak sebanding dengan apa yang didapatkan Eren membuat Armin turut bersedih karenanya. Sekarang ini Eren, Mikasa dan Levi ditampung di rumah kecil milik Armin dan kakeknya, sedangkan didalam rumah ini hanya ada dua kamar tidur dan mereka akan berbagi kamar sampai Mr. Kenny datang.
"Anu.. bagaimana dengan Mr. Kenny?" Tanya Armin takut-takut pada Levi berharap pertanyaan basa-basi darinya mampu sedikit mengalihkan suasana hati pemuda itu yang terlihat begitu buruk.
Ekor mata Levi melirik Armin yang sudah susah payah menahan tubuhnya agar tidak gemetar ketakutan, melihat ekspresi bocah berambut blonde tersebut yang terlihat ketakutan seperti ketahuan mengompol itu membuat wajah Levi yang semula garang menjadi lebih melunak.
"Tch, Mungkin saat ini dia sudah mendengar beritanya, hanya saja jika dia nanti tahu keadaan rumah yang selalu dibanggakannya sudah tak berbekas mungkin dia akan pingsan saat itu juga." Ucap Levi dengan sedikit lebih santai sambil kembali menyeruput teh dengan gaya khas miliknya, sebenarnya dalam hati dia sedikit meruntuki nasib para ikan koi kesayangannya yang malang.
.
.
.
.
.*
.
.
.
.
.Gelap.
Perlahan dia mulai bisa merasakan kembali saraf-saraf di tubuhnya, awalnya dia hanya mampu menggerakkan jari-jarinya lalu mulai mencoba membuka kedua kelopak matanya. Setelah dirasakannya kesadaran telah kembali Kenny mengganti posisi dari tergeletak menjadi duduk di tanah yang hampir menyerupai pasir karena erosi efek dari bom biadab tersebut, dia yakin seratus persen jika tanah ini tadinya adalah rumah berharga miliknya yang sudah dia beli dengan sistem kredit dan baru lunas bulan kemarin, tapi lihatlah apa yang terjadi rumah itu kini lenyap dan hanya menyisakan puing di sekitar dirinya berpijak, mengetahui kenyataan itu tiba-tiba pandangannya menjadi gelap dan dia tak lagi merasakan apapun. Apa itu artinya dia pingsan? Kenny memijat pangkal hidungnya untuk meredam sakit kepala yang tiba-tiba menyerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Risk of Ackerman
General Fiction(21+) Tubuhnya bergetar saat sentuhan itu semakin turun melewati leher dan berakhir dikancing seragam teratas miliknya, dengan gerakan lambat Levi membuka satu persatu kancing seragam Mikasa hingga semua kancing seragam gadis itu terlepas dan memper...