SEPATU 1

186 45 130
                                    

Pagi yang cerah untuk kegiatan mulia setiap harinya. Tadarus sudah mulai dilaksanakan, beberapa murid yang terlambat segera menempati tempat kosong untuk duduk tak ada waktu untuk menaruh tas yang dibawa.

Dua gadis berlari dengan cepat menuju pagar masuk, apalagi beberapa guru yang sudah menghadang di pintu masuk membuat keduanya berlari secepat mungkin. Untunglah tempat duduk masih tersisa walaupun di paling belakang, mereka membuka Al-Qur'an dan mulai mengikuti tadarus pagi dengan khusyuk.

Tadarus selesai ketika bel jam pelajaran pertama berbunyi nyaring dalam lingkungan Sekolah tersebut.

"Sebelum masuk ke kelas, Bapa mau menyampaikan pemberitahuan sebentar," ucap Pa Yudi -Guru yang memimpin jalannya Tadarus- sambil melihat kertas yang ia bawa. "Dua minggu lagi Ekskul basket akan mengikuti turnamen basket antar SMK Se-Kota Bekasi," lanjutnya.

"Diharapkan untuk seluruh peserta ekskul menyiapkan diri dengan baik."

"Baiklah, pengumuman hari ini Cuma segini nanti kalau ada pengumuman lagi akan di umumkan lewat speaker," ucapnya yang membuat seluruh murid berhamburan menuju kelas masing-masing.

"Lu ikut Bil?" tanya gadis dengan bolamata cokelat sambil berjalan menuju kelas di lantai dua.

"Harus, turnamen kaya gitu gua jarang banget ikut semenjak di SMK," jawab gadis yang ditanya sambil tersenyum bahagia sampai lesung pipinya terlihat jelas.

"Berarti gua pulang sama siapa? Pastinya kalo lu latihan bisa sampe sore."

"Tungguin gua aja."

"Kaya kambing conge gitu?"

"Nggak lah, kan Ana sahabat terbaik gua jadi lu nggak bakal jadi kambing conge."

"Sabil, jangan main kepala deh," ucap gadis yang bernama Ana atau lebih tepatnya Meliana sambil menyingkirkan tangan Sabil dari atas kepalanya. Risih akan hal itu.

"Eh iya, jangan cemberut gitu dong."

Polusi suara langsung terdengar saat pintu kelas dibuka oleh Meliana. Kelas yang berisikan perempuan semua itu merupakan salah satu jurusan terberisik setelah RPL tentunya namun, solidaritasnya mungkin lebih tinggi di banding jurusan lain.

"Siapa yang betak pulpen gua?" teriak seorang gadis yang memakai androk span.

"Woy!! Besok bakal ditraktir sama Via," teriak gadis lainnya yang duduk di bangku paling belakang.

"PR bu Syla liat dong, jangan pelit sama temen sendiri."

"Ih jangan teriak-teriakan dong."

"Pulpen gua dulu elah, ada yang liat nggak?"

Tentunya masih banyak lagi kekacauan yang terjadi, tapi untunglah Meliana dan Sabil memilih duduk di bangku paling depan untuk sedikit menghindari polusi suara yang terjadi ya, walaupun mungkin usaha itu tak terlalu membuahkan hasil.

Pintu kelas terbuka memperlihatkan Pak Muji -Guru produktif Adm. Perkantoran- mulai memasuki kelas membuat semua murid terdiam seketika, tak ada candaan maupun obrolan yang keluar dari semuanya.

Guru senior yang sudah hampir berkepala lima dengan uban yang mulai memenuhi kepalanya itu merupakan salah satu guru yang tidak mempunyai selera humor, ketawa saja tidak pernah dan setiap penyampaian materi selalu berujung dengan kebingungan murid. Tugas guru itu merupakan salah satu tugas yang paling cape jika digarap, kesalahan sedikit harus diperbaiki sehingga membuat kesal setiap murid yang mengerjakan.

Meliana memutar bola matanya malas, "Bil, bapa lu suruh pulang sono kasian tuh jalannya udah macem robot," ucapnya sambil berbisik kepada Sabil di sampingnya.

"Dia dilan ku, jadi jangan begitu," balas Sabil dengan suara yang dibuat selembut mungkin.

Satu hal lagi yang kalian perlu tau, kalau Pak Muji memang dikenal dengan dilan-nya Terput sedangkan Milea-nya adalah Bu Supri, Kaprof Adm. Perkantoran yang usianya sebelas duabelas dengan Pak Muji.

"Tugas kemarin kumpulkan sekarang," perintah Pak Muji dengan logat yang sedikit jawa.

"Tugas yang mana Pa?" tanya ketua kelas bingung.

"Loh loh loh, sini-sini yang ngomong," ucapnya sambil menggerakkan tangan, menyuruh agar ketua kelas maju.

"Bapa nggak mungkin lupa sama tugas yang Bapa berikan," lanjutnya

"Emang tugas yang mana?" Sabil memandang heran sahabatnya.

"Kan di bilang, Bapa lu bawa pulang aja."

"Bukan Bapa tapi Dilan ku sayang."

"Yaudah Dilan mu itu bawa pulang aja, bikin pusing kalo ngajar."

"Nanti gua di tabok lagi main bawa pulang."

*****

"Balik jam berapa lu?" tanya Cowok berjambul sambil memainkan kunci motor di jari telunjuknya.

"Kaya biasa."

"Kaga lembur? Kan lu mau ikut turnamen."

"Udah jago gua, latihan sedikit juga langsung menang."

"Widih, sombong gila sih temen gua," ucap cowok itu dengan menepuk pundak orang di sampingnya.

"Baru masukin bola ke ring, masukin cicak di tasnya Bu Hasna aja gua bisa."

"Belom aja dipanggil Bu Wiwit lagi."

"Santai aja gua mah."

"Udah jam segini, gua balik dulu Han," ucap Fadli sambil berjalan menjauhi area lapangan Sekolah.

"Iya ti-ati."

Farhan langsung bermain basket sambil menunggu peserta ekskul lainnya yang sedang ganti baju. Ia diberi wewenang untuk melatih jalannya latihan oleh pembinanya yang tidak bisa hadir hari ini.

Meliana dan Sabil berjalan cepat menuju lapangan, setelah Sabil berganti pakaian untuk ekskul sedangkan Meliana hanya mengikuti kemana sahabatnya itu pergi karena untuk pulang Sabil lah yang bisa ia andalkan.

"Latihan kita terbatas, apalagi jam 5 Sekolah harus udah nggak boleh ada kegiatan apa pun, maka dari itu buat hari sabtu dan minggu kita latihan di rumah gua. Biar waktu yang sedikit bisa kita manfaatin sebaik mungkin," jelas Farhan membuat semua peserta mengangguk setuju.

"Sekarang kita latihan sampe jam 4 aja," lanjutnya.

Meliana menatap latihan basket yang sedang berlangsung, entah mengapa matanya selalu terfokus pada cowok dengan rambut berantakan seperti mengingatkan ia akan sesuatu di masa lalunya, mata itu dan wajah itu. Hampir seratus persen mirip, namun ia segera menghilangkan pemikiran berlebihannya itu. Mungkin hanya mirip untuk sekilas. Pandangannya beralih menatap Sabil yang sedang ancang-ancang untuk memasukkan bola basket ke dalam ring.

"Ayo Sabil semangat," teriaknya membuat sebagian peserta membalikkan badan, menatapnya dengan tatapan memperingatkan. Langsung saja ia menutup wajahnya dengan tangan dan menunduk menatap lantai.

Jam sudah menunjukkan pukul 16.15 namun Sabil belum juga kembali dari ruang ganti, entah apa yang dilakukan sahabatnya itu di sana.

"Lama ya," ucap Sabil sambil membuka jok motornya, untuk menaruh seragam basketnya.

"Banget, sampe keringetan gini. Nanti kalo Sekolah banjir lu yang tanggungjawab ya."

Sabil hanya tertawa. "besok gua ada latihan di rumah Farhan, ikut?"

"Kalo gua ikut di sana nanti ngapain? Tapi kalo nggak ikut gua bosen di rumah. Gimana dong?"

"Ikut adalah pilihan yang tepat."

"Yaudah lah, samper gua. Tapi, naik motornya jangan sambil makan lolipop nanti kaya waktu itu," ucap Meliana dengan nada sedikit memperingatkan.

"Santai aja."

"Yaudah ayo pulang," bujuk Meliana di samping stang motor.

"Naik."

Motor Beat milik Sabil langsung menjauh dari area Sekolah dan berbelok di Jalan Anggrek.

*****

SEPATU [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang