SEPATU 7

64 19 40
                                    

Matahari pagi terus menyinari Kota Patriot untuk menebarkan kebahagiaan kepada setiap manusia. Namun, sepertinya kebahagiaan tak berpihak pada dua gadis yang sedari tadi hanya diam. Sehabis selesai tadarus pagi, tak ada obrolan apapun antara Meliana dan Sabil. Keduanya kompak saling bisu, Sabil yang menampilkan wajah datarnya dan Meliana yang menampilkan wajah cemberutnya.

"Sabil, gua gak bikin masalah ko di rumah Farhan." Meliana membuka obrolan, karena sudah tidak tahan dengan suasana hening yang sedari tadi menyelimuti.

"Bukan gitu Mel, tapi takut aja kalo ada masalah, nanti gua juga yang keseret."

"Janji gak gitu lagi deh," ucap Meliana sambil mengeluarkan jari kelingking di udara.

Sabil terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya menautkan jarinya di jari milik Meliana.

"Lu gak serius ah." Meliana mengerucutkan bibirnya, melepas tautan jari di udara.

"Kalo minta di seriusin itu sama Farhan, kan lu udah berduaan di kamar dia."

Sontak satu pukulan berhasil bertengger manis di pundak Sabil. Terlihat wajah Meliana sudah mulai memerah karena ucapan gadis berlesung pipi itu. Bagaimana jika ada yang dengar?? Bisa-bisa gosip yang tidak benar menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Tentu ia tak mau hal konyol itu terjadi.

"Gak usah so jaim gitu."

"Sabil ih berisik banget!!"

"Jangan bilang lu udah mulai kepincut sama sang pembuat onar," tebak Sabil, bibirnya menyunggingkan senyum menggoda.

"GAK!!" teriak Meliana yang sukses menggundang perhatian satu kelas. Sabil hanya bisa terkekeh di tempatnya sedangkan Meliana sudah menunduk dalam-dalam. Malu.

<<<<<>>>>>

Bu Santi menatap lekat-lekat dua sekawan di hadapannya. Kini mereka sedang berada di depan kelas. Farhan yang tetap dengan gaya santainya dan Fadli yang tak kalah santai dari cowok tinggi di sampingnya.

Kejadian tadi pagi yang membuat keduanya berada dalam posisi sekarang. Di mulai dari Farhan yang mengepel lantai menggunakan kain pel basah, sehingga mengakibatkan Bu Santi terpeleset saat memasuki kelas ditambah dengan Fadli yang menaruh mayonaise di lantai sedangkan Bu Santi paling tidak suka dengan makanan putih itu.

"Saya kan udah bilang Bu, tadi lantai kelas kotor, yang piket gak tanggung jawab sama pekerjaan mereka. Saya Cuma bantuin," jelas Farhan, membuat amarah Bu Santi mulai tak terbendung. Terlihat jelas wajah guru itu sudah merah padam ditambah gaya berkacak pinggang, bermaksud membuat kedua murid di hadapannya takut.

"Kenapa Mayonaise bisa ada di lantai?" tanya Bu Santi sambil memandang tajam Farhan.

"Itu kerjaan Fadli Bu, bukan saya."

Mata Bu Santi kini tertuju pada objek di samping Farhan. Untuk meminta jawaban. Yang di tatapnya hanya menyunggingkan senyum kuda tanpa ada raut muka tanda bersalah.

"Tadinya saya mau bantuin Farhan buat nuangin karbol, eh ternyata yang saya tuang itu mayo. Lagian isi sama kemasannya juga sebelas, dua belas."

"Kalian kenapa selalu bikin masalah?! Dimana sikap kalian menghargai Guru! Mau jadi apa kalian, kalau dibilangin saja susah?! Ilmu kalian tidak akan berkah, mengerti! Kalau kalian tidak ada sikap hormat kepada Guru dan hanya bisa membuat Guru naik darah!" omel Bu Santi hingga suara cempreng guru itu naik beberapa oktaf.

Yang mendapat ceramah tersebut hanya mengangguk-anggukan kepala saja. Bisa dipastikan semua ucapan guru itu terbuang percuma oleh dua sekawan itu. Masuk kuping kanan, keluar kuping kanan. Mantul saat masuk namun tidak ada yang di serap.

SEPATU [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang