SEPATU 2

144 42 106
                                    

Rumah dengan taman luas langsung menyambut ketika pertama kali memasukinya, warna abu-abu mendominasi rumah itu, ketika memasuki ruang tamu barang-barang berbahan kayu langsung menjadi objek menarik untuk dilihat. Wangi coffe yang dapat membuat tenang langsung menghambur ke dalam indra penciuman Gadis ber bolamata cokelat.

Farhan sudah berada di ruang tamu dengan seragam basket yang terlihat cocok oleh bentuk tubuh atletisnya. "Semua teman gua yang terhormat, langsung ke halaman belakang," ucap cowok itu sambil memberikan ruang, agar semua teman ekskul yang datang ke rumahnya dapat lebih leluasa berjalan menuju tempat basket yang telah tersedia di halaman belakang.

"Rumahnya keren," komentar Sabil sambil menjilat lolipop warna-warni kesukaannya, matanya berbinar memandang sekeliling. Seakan-akan ini adalah rumah terhebat yang pernah ia kunjungi.

"Lu emang baru pertama ke sini? Bukannya lu udah lama ikut ekskul basket?" Mata Meliana terus menjelajahi seisi rumah itu. Memang benar yang diucapkan Sabil barusan, rumah ini keren atau mungkin sangat keren. Penataan barang-barang yang sesuai dan wangi rumah ini sangat membuat tenang bila dihirup dalam-dalam.

"Latihan basket nggak pernah di sini, ini juga karena ada turnamen kan makanya dia boleh latihan di rumahnya."

Meliana hanya ber-oh ria atas ucapan Sahabatnya itu.

Matanya kini menatap takjub atas semua yang ia lihat, taman belakang yang ideal untuk orang penyuka basket. Lapangannya pun dibuat seperti lapangan basket, namun mungkin lebih kecil dari ukuran seharusnya. Ini hanya menurutnya yang bukan pakar dalam dunia olahraga. Tapi, sungguh semuanya sangat indah ditambah ada beberapa tempat duduk dan meja ditutupi payung besar, sehingga tak akan kepanasan jika menyaksikan latihan nanti.

"Semangat Sabil, gua mau duduk sama makan aja," ucap Meliana langsung mendudukkan dirinya di atas kursi dan mengambil beberapa cemilan yang telah tersedia.

Sabil membuang nafas kasar, "huh, enak banget ya sedangkan gua harus berpanas-panasan."

"Nggak usah latihan aja, duduk sini temenin gua." Meliana menepuk-nepuk kursi di sampingnya.

"Nanti gua dicoret dari peserta turnamen dan gua nggak mau itu terjadi," tolak Sabil sambil menggelengkan kepala kuat-kuat. "Jagain loli gua, jangan dimakan," lanjutnya. Menaruh satu buah lolipop yang masih terbungkus apik di atas meja.

"Tenang, gua nggak suka loli juga."

Sabil mulai berlari setelah mendapat teriakan kencang dari arah lapangan, sedangkan Meliana hanya memandang nyalang semua peserta ekskul basket. Cuaca siang ini panas pasti bisa membuat mereka kelelahan lebih cepat tapi, makanan dan minuman di sampingnya sangat menggoda untuk dinikmati, apalagi kini ia tidak ada kerjaan selain melihat latihan basket yang tengah berlangsung.

"Emang makanannya enak?" tanya Farhan yang sudah berdiri di hadapan Meliana, tubuh cowok itu menjulang tinggi jika dilihat dari arah pandangannya, ia pun harus mendongak agar dapat melihat wajah cowok itu dengan jelas.

Sejak kapan dia ada di depan gua? Pikir Meliana, hingga memunculkan kerutan di keningnya.

"Enak lah, orang makanan."

Farhan tertawa cukup kencang, membuat aksi memakan yang dilakukan Meliana berhenti seketika. Memang apa yang lucu? Apa ucapannya salah? Apa ada yang salah dalam cara ia makan? Atau apa?

"Kenapa ketawa?!" tanya Meliana dengan nada bicara ketus. Tangan kanan gadis itu beralih mengelap sekitar mulut, siapa tau karena ada sisa makanan di sekitar mulutnya, cowok berambut berantakan itu tertawa.

"Itu makanan kucing gua!!"

Mata Meliana melotot akan pelontaran kalimat cowok di hadapannya. "Kalo makanan kucing kenapa taro di sini?!"

SEPATU [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang