SEPATU 20

51 7 0
                                    

"Sejak kapan lu suka tanaman?" tanya Farhan. Cella yang merasa terintimidasi hanya bisa tersenyum kikuk.

"U-udah dari lulus SMP," jawab Cella terbata-bata. "Iya, dari lulus SMP," ulangnya sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Farhan sengaja berniat main ke rumah Cella, gadis itu ingin meminta bantuannya, dengan baik hati ia menerimanya saja. daripada nanti masalahnya akan semakin besar dan bercabang, bisa-bisa keluarganya yang akan dirugikan.

"Mana kamar Bokap lu?"

Mati gua, batin Cella. Wajahnya sudah keringat dingin sekarang, langkahnya perlahan menuju kamar dilantai bawah, membuka kenop pintu yang tidak dikunci dengan gemetar. "Masuk."

Farhan melihat sekeliling ruangan besar tersebut, matanya hanya menangkap satu buah ranjang ukuran kecil, lemari kayu dan kipas angin. Sepertinya ini lebih cocok disebut sebagai kamar tamu.

"Bener ini kamar Bokap lu? Masa nggak ada perabot apa-apa." Tangannya membuka lemari kayu yang sudah mulai rapuh, "Nggak ada baju juga disini, Bokap lu gak pake baju? Apa jangan-jangan pake daun?"

Melihat Cella yang hanya menunduk sedari tadi, membuat Farhan menyipitkan matanya menatap gadis itu intens.

"Jujur sama gua Cel."

Isak tangis mulai terdengar jelas dalam ruangan berukuran besar tersebut.

"Lu kenapa Cel?" tanya Farhan bingung, ini bukan rumahnya kalau ada yang melihat pasti dikira yang tidak-tidak nantinya. Tentu ia tidak mau sampai hal itu terjadi.

"Sebenernya ini bukan rumah gua Han, gua malu mau ngasih tau lu rumah gua yang sebenernya," ujar Cella sesenggukkan. Ia terus menundukkan kepalanya tak berani menatap cowok tinggi itu.

"Tapi kenapa lu bisa buka rumah ini?" Farhan benar-benar dibuat bingung oleh Cella kini.

"Papa gua kerja disini sebagai tukang kebun, jadi gua bisa bebas keluar masuk rumah ini."

Apakah keluarga Cella sudah semenderita ini? sampai-sampai harus bekerja untuk oranglain?

"Nggak usah malu Cel, temen-temen lu gak bakal mandang lu dari harta. Apalagi lu selalu baik di Sekolah, tenang aja mereka gak bakal pergi menjauh setelah tau kalo lu bukan anak orang kaya."

Cella langsung menghambur kedalam pelukan Farhan, sekarang yang ia butuhkan hanya semangat dan Farhan membuatnya sangat beruntung memiliki teman sepertinya.

<<<<<>>>>>

Meliana menatap greentea dihadapannya dengan pandangan kosong, suasana Bubble JP –Salah satu Tempat nongkrong anak muda di Bekasi – lebih ramai dari hari biasanya, namun suasana seperti ini tetap saja membuat pikirannya kosong.

"Kenapa Cuma diliatin doang Na?" tanya Sabil. Melihat sahabatnya seperti ini sangat membuatnya iba, padahal dulu Meliana selalu senang bila diajak nongkrong seperti ini, malah gadis itu tak henti-hentinya bicara. Tapi, sekarang gadis itu lebih banyak diam.

"Gak apa-apa, cuma kurang nafsu aja." Meliana mengaduk-aduk greentea dihadapannya, sesekali meminumnya.

"Gua kaya lagi minum sama patung kalo kaya gini." Sabil menghembuskan nafasnya kasar. Membuat Meliana mengalihkan pandangannya menuju Sabil.

"Sabil jangan cemberut gitu, gua Cuma bingung sama perasaan gua. Sekarang gua udah bisa ngeliat Ahan gua lagi, tapi dia malah deket sama yang lain. Lu tau gak sih, perasaan gua itu panas kalo ngeliat mereka berdua, gua gak ngerti Bil," ucap Meliana dengan nada frustasi.

"Bener ternyata, kalo lu udah suka sama cowok brengsek itu. Akhirnya temen gua ngerasain yang namanya jatuh cinta."

"Sabil berisik banget, tuh kan jadi pada nengok ke kita." Meliana menundukkan kepalanya ke meja, mendapat tatapan heran dari beberapa pengunjung membuatnya malu sendiri.

SEPATU [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang