23-Perkara Waktu

23 0 0
                                    

Although it hurts

I’ll be the first to say that I was wrong

Oh, I know I’m probably much too late

To try and apologize for my mistakes

But I just want you to know

I hope he buys you flowers,

I hope he holds yours hands

Give you all his hours when he has the chance


(Bruno Mars)


Sepertinya dalam hidup selain banyak bersabar yang paling kita butuhkan adalah suatu keikhlasan yang mengalir dalam hati kita. Ikhlas yang sesungguhnya adalah menerima apapun yang terjadi dalam hidup. Baik dan buruk suatu perjalanan hidup ditentukan bagaimana kita menerima apapun yang terjadi dalam hidup kita.

Dan Hilda adalah salah satunya. Hilda teman baikku yang dengan mudah mendapatkan jodoh yang katanya "Tajir melintir" Itu pun harus bisa menerima apa yang sudah digariskan Tuhan pada hubungan pernikahan nya selanjutnya. Hilda tak pernah bermimpi buruk tentang suami nya, Hilda selalu yakin kalau suaminya bisa menerima apa yang kurang dalam dirinya. Tapi??

Garis kehidupan Hilda memang tak selamanya lurus.

Hilda harus merasakan juga lengkungan dari apa yang tak pernah dia pikirkan.

"Gue mau mati aja Sha" Hilda berteriak dan aku memeluknya. Wajar di hati Hilda ada keinginan untuk melepaskan hidupnya dengan mudah, wajar.. Bagaimana tidak. Saat Hilda terpuruk saat itu, tak ada satupun yang memberi penyemangat buat Hilda.

"Laki gue Sha.. laki gue ternyata udah nikah ama Qori" Aku terdiam karena aku sudah mengetahuinya.

"Sha.. Qori udah jahat ama gue, Qori udah ngebunuh kepercayaan gue Sha"

"Iya.. Gue udah tahu itu Hil. Maafin gue. Gue udah tahu tapi gue nggak bisa ngomong sama elu. Karena gue nggak bisa lihat elu kaya gini. Maafin gue Hil.. "

"Elu nggak salah. Sekarang gue cuma punya elu. Gue tahu elu nggak kaya Qori dan orang-orang lain yang hanya manfaatin gue pas gue seneng doang. Mertua gue Sha.. Mertua dan adik ipar gue lebih mihak ke Qori karena Qori punya anak dari laki gue"

Jujur mendengar itu aku merasa amat sangat perih. Seberat itu masalah Hilda. Hilda sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain aku. Hilda anak tunggal, ibunya sudah meninggal, sementara ayahnya sudah punya keluarga baru.

"HIL.. Elu pake hijab sekarang? " Tanyaku saat bertemu di kantor pengadilan agama. Saat itu aku datang untuk menjadi saksi perceraian Hilda.

Aku datang bersama Bang Dikta. Semenjak malam setelah acara pertunangan kami, Bang Dikta selalu menemaniku untuk menemui Hilda.

Aku ingat malam dimana setelah Hilda menangis di telepon. Bang Dikta menemaniku untuk pulang ke Bekasi, sementara keluargaku semua ada di jakarta. Dan Saka pun yang menemaniku. Dan saat sampai didepan rumahku, kulihat Hilda sedang duduk didepan teras ku seperti gelandangan. Hilda hanya mengenakan baju tidur.

Menurut cerita Hilda. Malam itu saat dia sudah ingin tidur, dia mendengar mobil suaminya sedang dipanaskan untuk keluar, dan kemudian Hilda segera membuntuti nya menggunakan taksi saat mobil berjalan keluar. Dan ternyata suaminya pergi diam-diam ke rumah orang tuanya (Mertua Hilda), Hilda penasaran dan akhirnya masuk kedalam didapatinya Qori ada disana sedang menggendong bayi. Dan akhirnya Hilda tahu dari mulut keluarganya kalau Qori sudah menikah dengan suaminya.

Dear Tuan Popeye (Surat Cinta Berkala)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang