10-Aku,Kamu,Dan Jalan Yang Kita Pilih

22 1 0
                                    

I won't give up on us,

Even if the skies get rough.

I'm giving you all my love,

I'm still looking up.

(Jasson Miraz)



"Sha.. Aku nggak jadi ke Bogor, aku nggak jadi ke pulau Jawa "

Aku terdiam membaca sebuah pesan dari Dimas. Sebenarnya aku sedikit senang karena aku memang belum siap bertemu Dimas. Tapi..

"Bukannya kamu bilang kamu udah di makassar, dan udah beli tiket buat berangkat kan semalam pas kamu telpon aku Dim? "

Aku memainkan ujung bolpointku, kulihat dari ruangan ku Karin sedang memaksa masuk ke ruangan ku, tapi dihalangi oleh Bu Dian.

Aku segera beranjak keluar dan menggendong karin.

" Nggak papa bu. Biar Karin sama saya di dalam"

Akupun membawa Karin keruanganku.

Belum terdengar balasan apapun dari Dimas. Apa dia sedang mencari alasan saja karena memang tidak ingin bertemu denganku?

Yah wajar.. Dimas dan Aku hanya sebuah cinta Maya yang takkan pernah menjadi nyata.

Padahal semalam, Dimas bertanya rute menuju rumah, sekolah TK, dan kampus tempatku mengajar dari terminal bekasi.

"Aku nggak mau kamu nyusul aku ke Bogor, aku aja yang dateng ke Bekasi"

Dan itu hanya omong kosong belaka. Dan takkan pernah ada.

Sudahlah Sharena.. Buka mata mu, tak usah bermimpi terlalu jauh. Kamu sudah banyak makan asam garam kehidupan.

Lelaki nyata saja tak bisa menepati janjinya, apalagi Dimas.

**

Aku keluar dari ruangan mengajar di kampus. Tadi sepulang dari sekolah TK, aku langsung ke kampus. Perutku benar-benar tidak terasa lapar.

Aku merasa kecewa.

Secepat itukah?

Apa mungkin aku kebaperan.

Iya.. Aku baper.

Kulihat kembali ponselku, dan pesan Whatsapp ku belum dibalas. Aku lihat stories instagram Dimas, hanya sebuah gambar klub bola yang dia sebarkan 1 jam lalu.

"Dia bisa membuat stories sejam lalu. Tapi tidak bisa membuka pesan dari ku, jangankan berniat membalasnya"

Aku benar-benar salah menduga tentang Dimas. Kenapa hatiku mudah untuk di bodohi.

Aku berjalan pelan melewati lorong-lorong kampus. Ingin rasanya aku segera sampai kamarku, atau paling tidak dalam mobilku. Tempat paling nyaman buat mengeluarkan kekesalan ku.

"Itu Ibu Sharena"

Sekumpulan mahasiswa menunjuk ke arahku, dan bersama mereka ada lelaki yang wajahnya tidak asing lagi buatku.

"Dimas Adriel Prabaswara" Aku menyebut namanya dalam hati.

Dimas tersenyum. Wajah tampannya, dan tinggi tubuhnya yang melebihi tubuhku. Dimas mengenakan kaos hitam polos dengan celana jeans bewarna Cream, lengkap dengan jam tangan G-Shock black, sepatu putih dan gaya Dimas terlihat sangat kasual.

Dimas semakin mendekat ke arahku. Jujur jantungku berdegup.

Dimas mengulurkan tangannya, dan mengedipkan matanya.

"Pasti kamu pikir aku bakal bohongin kamu kan? "

Aku diam tak berkata apapun, aku terlalu terlihat bahagia saat ini. Mungkin hampir sama saat pertama kali aku mendapatkan hadiah sepeda dari yai (Kakek) ku.

"Kamu cantik Sha.. Tapi lebih cantik yang di foto sih" Dimas tertawa dan aku segera menginjak sepatu putihnya.

"AWW.... "

Dan kali ini aku yang tertawa.

***

Aku tertawa di mobil. Memang seperti mimpi, Dimas ada disampingku sekarang.

"Jadi kamu bisanya nyetir kapal daripada mobil. Ya udah kalau gitu ntar kita beli kapal aja yuk"

"Kita..? " Dimas mengernyitkan alisnya.

"Dimas..... " Aku mencubit tangannya.

Aku dan Dimas seperti sudah sering bertemu. Tak ada canggung di antara kami.

Dimas mengeluarkan ponselnya.

"Mau ngapain? "

"Foto dong... Perdana ketemu pacar itu mesti diumumin di media sosial"

Aku tertawa mendengar ucapan Dimas. Aku seakan menjadi gadis belia lagi hari ini.

****

Aku dan Dimas duduk di restoran biasa aku datangi bersama Qori dan Hilda. Aku sedang menunggu Hilda juga disini, aku ingin meminta pertolongan kepada Hilda.

"Mas ini mirip Waiter kita loh" Seorang Waiter berkata saat menaruh pesanan kami.

Aku tertawa. Dan Dimas sedikit terbatuk.

Waiter pun lalu pergi dan ikut tertawa seperti ku.

Aku langsung menceritakan kronologinya. Mulai dari aku yang iseng becandain Waiter, dan akhirnya aku menemukan foto Dimas yang mirip Waiter yang aku isengin.

Dimas terlihat sedikit malas sambil mengaduk-aduk makanannya.

"Dim.. Please aku tuh berusaha jujur sama kamu. Kamu jangan marah dong.. Aku tetep anggap kamu lebih ganteng daripada Waiter itu"

Dimas masih terdiam dan terlihat tidak selera dengan makanan yang ada dihadapannya.

Aku segera pindah duduk, yang tadinya berhadapan dengan Dimas, sekarang ada disampingnya.

"Dim.. Ngomong dong"

Aku menarik napas, dan ternyata ucapan ku sudah merusak suasana kencan pertama kami.

Aku memegang pergelangan tangan Dimas, dan Dimas tak berekspresi sedikitpun.

Aku terdiam dan tak lama Dimas menarik tanganku.

"Sha.. Apapun itu, siapapun dia buatmu, dan bagaimana perasaanmu sama dia. Aku nggak peduli. Yang aku peduliin tuh kita. Aku dan Kamu. Kamu dan Aku bukan orang lain dan bukan yang lainnya. Tak perlu jelasin apapun, aku percaya sama kamu sepenuhnya"

Dimas mengecup tanganku. Aku terpejam dan menikmati malam ini.

Malam pertama ku bersama Dimas di sebuah cafe yang menjadi jalan pertemuan kami.

Tuhan mempertemukan kita itu karena suatu alasan yang hanya Tuhan yang tahu mengapa Tuhan mempertemukan Kita.


Saat ini alasan itu hanya tentang kamu, bukan yang lainnya (Dimas)



Dear Tuan Popeye (Surat Cinta Berkala)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang