02. Banyak Maunya!

138K 10.6K 139
                                    

“Lo, sih, enak sampe kantor langsung ketemu bos super ganteng! Lha, gue langsung ketemu muka cemberutnya bu Roseeta,” keluh Ayu sembari terus berkonsentrasi menyetir.

Aku mendengus keras. “Lo nggak tau aja sifat aslinya, tuh, bocah tengik!” seruku seraya mengembuskan napas kasar. “Bahkan, sekarang gue pengen bos gue modelannya kaya bu Roseeta aja!” teriakku frustasi.

Ayu melotot ke arahku. “Fix otak lo gesrek! Bu Roseeta si mami monster? Lo yakin pengen punya bos kaya dia? Gue aja kalo nggak mikirin cicilan mobil mending resign aja!”

Aku menatap ngeri ekspresi horor Ayu. Ya, aku paham, bu Roseeta atau anak-anak marketing biasa memanggilnya mami monster memanglah wanita tua perfeksionis² menyebalkan yang kerjanya marah-marah melulu. Bahkan, aku yang bukan anak marketing saja selalu merasa ciut jika tidak sengaja berpapasan dengan wanita itu di kantor.

“Lagian, Pita, emangnya separah apa, sih, sifatnya Dewangga? Sampe lo sebel banget sama dia? Padahal anak-anak iri sama lo karena bisa liat Dewa tiap saat.”

Seneng liat muka Dewa tiap saat? Yang ada gue pengin muntah!

“Parah banget pokoknya!” Aku pun mulai menceritakan kejadian kemarin pada Ayu. Membuat sahabatku itu melongo saat mendengar ceritaku, tapi akhirnya Ayu terbahak keras. “Serius dia nuduh lo budek?”

Aku mendengus keras. “Kampret banget, ‘kan? Tapi yang paling ngeselin masalah kopi, sih. Ya, mana gue tau kalo maksud si bos gulanya dua sendok teh!”

Tawa Ayu semakin kencang. “Dewa bener juga, sih. Harusnya lo nanya biar nggak salah.”

“Kok, lo jadi belain Dewa, sih?” decakku kesal.

Ayu tersenyum genit. “Gue selalu belain cowok-cowok ganteng,” ujarnya menggoda.

Aku menatap Ayu sinis. “Dasar pengkhianat!”

Ayu malah terbahak semakin keras. Aku tahu sahabatku itu tengah mengejekku. Dasar kampret!

Tak berapa lama akhirnya mobil Ayu sampai di parkiran kantor. Kami berdua pun segera turun dari mobil dan berjalan ke arah kantor bersisian. Hari ini aku memang meminta Ayu untuk menjemputku karena mobilku sejak kemarin masuk bengkel.

Mau naik MRT tapi takut kesiangan, bisa-bisa aku dikepret Dewa karena sepertinya bosku itu suka sekali mencari-cari kesalahanku. Aku hampir berpikir Dewa punya dendam kesumat padaku yang entah apa itu.

Setelah menaruh tasku di meja aku segera pergi ke dapur untuk membuat secangkir teh untukku dan secangkir kopi untuk Dewa. Bahkan, aku berulang kali memastikan jika yang aku masukan benar-benar dua sendok teh bukannya dua sendok makan. Oh, jelas! Aku ogah dikerjai lagi oleh bos kampretku itu seperti kemarin.

Akhirnya minuman yang aku buat siap, aku pun segera meninggalkan dapur dan kembali ke mejaku. Aku meletakkan secangkir teh di sana, kemudian aku segera masuk ke ruangan Dewa dan menaruh kopi di meja pria itu.

Aku merapikan dokumen yang berantakan di meja Dewa sebelum meninggalkan ruangan ini. Bosku itu belum datang, mungkin karena masih terjebak macet di jalan, tapi namanya bos, mah, bebas. Mau sampai di kantor jam berapa pun tidak akan ada yang protes.

Kecuali kita para cungpret yang telat, terlambat satu menit saja ancamannya potong gaji. Itulah kenapa hidup selalu adil bagi mereka yang punya kekuasaan, tapi tidak bagi mereka yang harus menelan ludahnya sendiri hingga kenyang.

Trapped  (Terbit) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang