Hal yang aku lihat saat pertama kali membuka mata adalah lampu kecil di tengah langit-langit kamar. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruang, lalu pandanganku berhenti pada Ayu yang tengah menyisir rambutnya di depan cermin. Ayu langsung mengalihkan fokusnya ke arahku ketika ia melihat gerakanku yang berusaha duduk lewat cermin.
“Udah bangun?” tanyanya seraya menghampiriku di ranjang. Lalu gadis itu membantuku duduk dan bersandar pada kepala tempat tidur.
Aku mengangguk mengiakan. “Sekarang jam berapa?” tanyaku dengan suara serak.
Ayu mengecek jam di ponselnya. “Jam tujuh kurang lima menit.”
“Selama itu gue tidur?” tanyaku tak menyangka.
Ayu menatapku serius. “Lebih tepatnya pingsan, di lift.”
Aku meringis. “Kantor rame dong?”
“Bukan rame lagi, tapi heboh! Apalagi pas lo dibopong Dewa. Buset udah, kek, adegan dramatis di film India.” Ayu menatapku serius. “Jujur sama gue, lo ada hubungan apa sama Dewa?”
Aku memutar bola mata malas. “Bukannya nanya keadaan gue sekarang gimana, malah nanya yang lain!” Aku tertawa sumbang. “Gue sama Dewa jelas nggak ada hubungan apa-apa. Gila aja lo! Gue nggak mungkin ada rasa sama si bocah tengik jelmaan iblis itu. Dia ngatain gue budek di pertemuan pertama, gue ingetin kalo lo lupa!”
“Santai dong, bro. Nggak usah ngegas gitu. Gue, kan, cuma nanya. Baguslah kalo lo udah bisa ngegas gini, tandanya lo beneran nggak kenapa-napa.” Ayu menatapku serius. “Kata Indah waktu di KFC lo ngobrol sama cowok. Dia si pandawa nomor tiga versi kampret itu, ‘kan?”
Aku mengembuskan napas kasar sebelum mengangguk mengiakan. “Ya, itu dia,” jawabku datar.
“Shit! Udah gue duga. Soalnya cuma dia yang bisa bikin lo kaya gini.” Kali ini Ayu menatapku serius. “Lo nggak papa?” tanyanya khawatir.
Aku tersenyum kecut seraya menggelengkan kepala. “Bohong kalo gue bilang nggak papa. Karena rasanya masih sakit banget di sini,” ujarku meremas dada kiriku.
Ayu menggenggam tanganku seraya menatap mataku dalam. “Dengerin gue, Pitaloka. Semua yang dibilang Arjuna tentang lo nggak bener. Gue udah bilang, kan, kalo tubuh lo itu ideal banget dan gue iri setengah mampus sama bentuk pinggul lo yang seksi itu? Jadi, lupain semua perkataan si berengsek itu!”
Aku dapat merasakan mataku berkaca-kaca. “Tapi gimana kalo Arjuna bener, Yu? Gimana kalo tubuh gue emang menjijikkan? Bekas luka ini menjijikkan dan nggak bakal ada cowok yang mau sam—“
“Ssttt ... itu semua nggak bakal terjadi. Gue janji. Ya, gue tau sebagian pria di dunia ini emang berengsek, tapi pasti bakal ada satu pria baik hati yang bakal nerima lo apa adanya. Yang bakal mencintai lo setulus hati dan bakal ngelakuin apa aja biar lo bahagia. Kaya Mr. Gatsby yang mencintai Daisy tanpa pamrih dan tanpa menuntut balasan apa-apa. Walau menurut gue yang dilakuin Gatsby bego banget,” potong Ayu.
Aku terbahak seraya menghapus air mata yang mengalir di pipi, kemudian aku menggeser tubuhku ke sisi ranjang yang lainnya. Agar Ayu dapat tiduran di sampingku.
Kini kami berdua sudah tiduran berdampingan di kasur seraya menatap langit-langit kamar.
“Yu,” panggilku memecah keheningan yang memenjara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped (Terbit) ✓
Romance[Pemenang Wattys Award 2020 Kategori Romance] #Highest Rank 1 in Chicklit (01-01-2020) #Highest Rank 1 in Metropop Indonesia (16-01-2020) #Highest Rank 1 in Metropop (20-01-2020) #Highest Rank 1 in Persahabatan (23-02-2020) #Highest Rank 1 in Rindu...