03. Produk Gagal Move On

120K 10K 157
                                    

“Kalo boleh tau Bapak bisanya kapan, ya?”

“Minggu depan saya sudah kembali dari Jerman. Mungkin bisa diganti hari Senin saja?” tanya suara di ujung telepon.

Dengan cepat aku segera mengecek jadwal Dewa pada hari Senin minggu depan. Sayangnya Dewa sudah ada acara hari itu dan hanya kosong hari Rabu. “Maaf, Pak Daniel. Bapak Dewa sudah ada acara hari itu. Hanya kosong hari Rabu, bagaimana?”

“Oh, hari Rabu, ya ... sebentar saya tanya jadwal dulu ke sekertaris saya.”

“Silahkan, Pak,” ucapku ramah.

Setelah itu Daniel terdiam cukup lama. Mungkin saat ini pria itu tengah berbicara dengan sekertarisnya. Etdah dasar orang sibuk, mau ketemuan aja susahnya minta ampun!

“Halo, Bu Pitaloka?”

“Ya, Pak Daniel?”

“Jadwal saya hari Rabu juga kosong. Jadi, kita bisa rapat hari itu,” jelas Daniel yang sontak membuatku mengembuskan napas lega. Akhirnya!
“Baik, Pak. Nanti saya sampaikan ke Bapak Dewa. Terima kasih Pak Daniel atas waktunya. Selamat siang!” seruku sebelum mematikan telepon.

Setelah menaruh telepon di tempatnya, aku segera melihat jam tangan yang melingkar di lengan kiriku. Pukul 11:50 WIB, waktunya makan siang.

Aku mengelus perutku yang sudah keroncongan dan senyumku langsung mengembang saat membayangkan hari ini aku akan memakan seporsi nasi padang di kantin.

Baru saja aku ingin mengirim pesan pada Ayu untuk mengajak gadis itu makan bersama, tiba-tiba suara Dewa mengintrupsi. “Pitaloka!”

Aku mematikan ponselku dan segera berdiri. “Ya, Mas?”

“Kamu sudah makan siang?”

Aku menggeleng. “Belum, Mas,” jawabku jujur.

“Makan siang bareng saya,” ujar Dewa seraya mengancingkan lengan kemejanya.

Buru-buru aku segera membuka jadwal Dewa. Aku takut aku telah melewatkan rapat penting siang ini.

Dewa melirikku. “Makan siang cuma kamu sama saya. Nggak ada sangkut pautnya sama kerjaan,” jelas pria itu membuatku menghentikan kegiatanku.

Hah?

“Berdua, Mas?” tanyaku memastikan.

“Kenapa? Nggak mau?”

Aku menggeleng cepat. “Mau, Mas!”

Dewa mengangguk mengerti, lalu bosku itu berjalan lebih dulu ke arah parkiran dan aku mengekorinya di belakang. Bye ... bye ... nasi padang lauk rendang! Dewa memang paling tau bagaimana cara menghancurkan ekspetasi seseorang. Menyebalkan!

Sesampainya di parkiran, Dewa segera berjalan ke arah mobilnya dan duduk di kursi belakang. Sedangkan aku hanya bisa melongo saat melihat pemandangan itu.

Sebentar ....

Dewa menurunkan kaca mobil. “Pitaloka?”

Aku mengerjap polos. “Ya?”

“Kenapa nggak naik?”

Trapped  (Terbit) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang