12. Chicken Wings dan Siluman Tikus Got

89.2K 7.6K 41
                                    

Sial! Ini sudah ketiga kalinya aku typo karena tidak fokus bekerja. Kejadian kemarin benar-benar membuatku gila. Masalahnya, sejak kejadian itu hatiku rasanya jadi tak menentu. Ada rasa yang tumbuh tanpa diduga dan jelas itu kesalahan yang nyata.

Aku mengembuskan napas panjang, kemudian kembali menyalin laporan keuangan bulan lalu, sesuai perintah Dewa. Jantung kampret! Kenapa lo berdebar genit cuma gara-gara inget nama Dewa, sih?!

Saat sedang merutuki jantungku sendiri, tiba-tiba telepon di mejaku berdering nyaring lalu dengan segera aku mengangkatnya. Ternyata telepon itu dari Dewa—shit jantungku—pria itu menyuruhku ke ruangannya.

Aku mengangguk. “Baik, Mas,” ujarku sebelum mematikan telepon.

Aku segera berdiri dari dudukku, lalu segera beranjak ke ruangan Dewa setelah menaruh gagang telepon kembali ke tempatnya. Namun, langkahku berhenti saat selangkah lagi aku sampai di depan pintu ruangan bosku itu.

Aku menggigit bibir bawahku untuk meredam detakan jantungku yang menggila. Setelah itu aku menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Setelah dirasa gejolak di dadaku sedikit reda, aku segera membuka ruangan Dewa dengan tangan yang gemetaran setelah pria itu mengizinkanku masuk.

Aku berdeham pelan. “Ada yang bisa saya bantu, Mas?” tanyaku sopan. Syukurlah suaraku yang bergetar tidak terdengar seperti tikus terjepit pintu.

Dewa mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku tertegun beberapa saat, karena Dewa yang menggunakan kacamata benar-benar terlihat sangat menawan. “Pitaloka!” panggil Dewa.

Aku mengerjap polos. “Eh, ya, Mas?”

Dewa berdecak. “Kamu denger saya nggak?”

Aku meringis kecil. “Mmm ...”

“Lain kali konsentrasi, Pitaloka,” ujar Dewa datar.

Aku menunduk. “Maaf, Mas,” ujarku penuh penyesalan.

Dewa mengembuskan napas panjang, kemudian mengangguk mengerti. “Kamu turun makan siang, ‘kan?” tanyanya.

Aku mengangguk mengiakan. “Iya, Mas.”

“Kalo gitu tolong belikan saya ayam di KFC depan, ya!” perintahnya.

Mata sialan! Berhenti menatap wajah Dewa seperti itu!

Aku meneguk ludah kasar. “Baik, Mas, kalo gitu saya permisi dulu.” Lalu dengan tergesa aku segera beranjak meninggalkan ruangan Dewa. Karena berdekatan dengan makhluk berkromosom XY itu tidak baik untuk kesehatan jantungku. Bagaimana bisa sebuah pelukan berefek se-dahsyat ini?

“Nggak ke kantin?” tanya Ayu saat kami kebetulan bertemu di lobi.

Aku menggeleng. “Nggak. Gue mau beli ayam di KFC depan,” jelasku.

“Mau diet tai kocheng!” ejek Ayu.

Aku memutar bola mata malas. “Yang mau ayam si Dewa. Gue, mah, mau nitip soto betawi sama lo. Tolong, sekalian taro di meja gue, ya! Pake duit lo dulu, ya, beb? Thank you and love you darling!” godaku seraya terkekeh pelan.

Ayu mendengkus keras. “Kampret lo! Tau gitu mending gue tadi pura-pura nggak kenal aja!” kesalnya yang sontak membuat tawaku pecah.

Trapped  (Terbit) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang