Chapter 2

147 65 36
                                    

***

Setelah beberapa hari lalu aku bertemu dokter tampan itu, kadang masih senyum sendiri membayangkan wajah tampan nan rupawan.

Sudah Ay, lupakan!!!
Kejadiannya singkat dan sudah lama, tak perlu susah payah dikenang.

Imajinasiku selalu kemana-mana kalau sudah merasa bosan di kamar rawat. Jika sudah begini, aku hanya akan berjalan-jalan seperti biasa. Tapi kali ini aku punya tujuan lain selain melihat langit sore di atap.

Kini aku berkeliling Rumah sakit dengan tujuan untuk menemukan berlian yang waktu itu sempat membuatku termangu.

Tapi sayang, aku berkeliling sampai kelelahan pun, pria itu tak pernah terlihat lagi. Mungkin dia bukan dokter disini tapi, seseorang yang hanya menjenguk temannya, kurasa.

Yaaa setidaknya aku harus berpikir begitu agar aku bisa berhenti mencarinya seperti orang bodoh.

***

Ketika sedang asyik membaca komik Naruto kesukaanku, tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke ruangan ku.

Aku menoleh sebentar, dan lanjutkan membaca lagi setelah tahu yang masuk adalah dokter pribadiku. Kami memang sudah cukup dekat.

"Hei.. Ay... AILEENA," panggilnya,
terlihat sedikit kesal karena ku abaikan.

"Eemmm," jawabku malas.

"Kau memang selalu mengabaikanku yaa, dasar bocah tengil. Bagaimanapun aku adalah dokter pribadimu, yang merawatmu, dan..." belum selesai, aku langsung memotongnya

"ow ow owww.. Baiklah, maafkan pasien kurang ajarmu ini Pak Dokter yang baik hati, sang penyelamatku," ucapku sambil menampilkan senyum terbaik.

Dokter Tata hanya tersenyum tipis. Lalu duduk di kursi dekat ranjangku, dia menarik napas cukup dalam, seperti ingin mengatakan sesuatu yang cukup berat.

"Aku akan pindah tugas, dan tak akan disini lagi," ungkapnya tiba-tiba.

Aku hanya terkekeh. "Dokter sudah tua, Dokter mau kemana?" kataku sambil menahan tawa.

Kulirik wajahnya, tak terlihat sedang bercanda, aku sampai dibuat takut.

"Tetaplah disini, bagaimanapun aku masih tanggung jawabmu," kataku lirih.

Sadar aku tak senang dengan keputusannya, Dokter Tata pun mencoba menjelaskan "aku harus ke pelosok Negeri, aku sudah tua, aku harus mencari ketenangan, mungkin salah satunya dengan membantu mereka yang penuh dengan keterbatasan. Bukan maksud meninggalkan kewajibanku disini, tapi aku juga tak bisa menahan diri untuk tak pergi," jelasnya sambil terus memerhatikan ekspresiku.

Hening untuk beberapa detik.

"Eitt.. Jangan tanya aku akan pergi kemana. Aku takan mengatakannya, takut kamu akan mencariku," katanya sambil terkekeh, mencoba mencairkan suasana yang mulai menegang.

Aku mencoba membalas dengan senyum tegarku.

Suasana jadi hening lagi setelahnya.

Banyak hal yang berkecamuk dipikiranku. Seperti pertanyaan aku akan dirawat oleh siapa? Aku tidak terlalu mudah beradaptasi dengan orang baru, apalagi dia nantinya akan jadi dokter pribadiku.

"Pak, kapan Bapak mulai meninggalkan Ibukota?" tanyaku memecah keheningan.

"Sepertinya lusa baru berangkat, karena hari ini ada banyak hal yang harus dibereskan,"

"Oh,, baiklah. Baik-baik disana ya Pak," sambil kulemparkan senyum termanisku sebagai tanda perpisahan. Dokter Tata hanya membalasnya dengan menepuk pundakku seraya membisikan "Kamu akan senang, dengan hadiah terakhirku."

Aku menatapnya dengan penuh tanda tanya, Dokter Tata hanya melemparkan senyum simpul dan berlalu pergi dari kamarku.

***

Tepat satu hari setelah kepergian Dokter Tata, aku mendapatkan kabar bahwa pengganti Dokter Tata akan datang hari ini.

Hari ini aku tak pergi kemanapun, tak keluar kamar dan tidak juga pergi ke atap untuk sekedar merasakan hembusan angin sore, kali ini aku hanya berdiam diri di dalam kamar. Aku hanya menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.

Bukan karena galau ditinggal Dokter Tata, tapi karena hari ini aku memang merasa sangat lelah. Kurasakan tubuh ini semakin melemah setiap harinya.

Hingga sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Seseorang membukakan pintu kamar perlahan.

Aku sedikit melongo dibuatnya, seseorang yang tampak tak asing sekarang mentapku dan memperhatikan wajah terkejutku.

Sekali lagi dia membuatku terpesona.

Dia yang saat ini berada di depanku, benar-benar terlihat seperti malaikat. Tak kusangka pria yang selama ini dicari kini ada di hadapanku.

Yappss, dia pria yang diatap tempo hari.

"Aileen Adena," begitu dia memanggil namaku, aku sontak menutup mulut dengan kedua tanganku dan menahan sekuat tenaga agar tak menjerit kegirangan. Aku juga berusaha menahan jantung ku agar '
tak melompat keluar. Saking senangnya namaku dipanggil olehnya.

"Kau Aileen Adena kan? " tanyanya lagi, dengan wajah datar.

"O ooo emmm iya" jawabku gugup. Pipiku panas sekali, serasa terbakar. Sungguh.

"Aku akan jadi doktermu mulai hari ini dan menggantikan Dr. Tata, kau tak keberatan? " katanya.

"Siapa yang akan keberatan jika dokter penggantinya 100kali lebih tampan dari Dr. Tata," batinku.

"Emmm. Iyaa tak apa," jawabku sambil masih tersipu.

Lalu dia berjalan mendekatiku, jantungku siap meletup karenanya. Sungguh jantungku sedang loncat-loncat di dalam sana.

"Namaku Aron, kau bisa memanggilku Dokter Aron," jelasnya. Aku hanya sanggup mengangguk saja tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Dia masih sangat muda untuk dijadikan dokter spesialis, tapi ya sudahlah tak perlu dihiraukan.

Dia hanya meneliti isi ruangan ini, dan melemparkan beberapa pertanyaan seputar keadaanku saat ini.

"Oke, aku hanya disuruh mengabarimu tentang kedatanganku yang akan jadi dokter pribadimu, dan aku sudah melakukannya. Jadi aku permisi dulu," pungkasnya. Sekali lagi aku hanya mampu mengangguk, tak sanggup untuk berkata.

Dia akhirnya keluar dari kamarku. Setelah kupastikan dia telah jauh, aku langsung reflek loncat-loncat kegirangan, sungguh aku bahagia hari ini. Entah rasa lelahku tadi menghilang kemana, sekarang energiku sudah full lagi dibuatnya.

Walau sore ini cuacanya mendung, tapi tidak dengan hatiku.

***

Oke,, sekian dulu yaa.

Gmn ceritanya? Boleh kasih masukan yaaa, jika merasa kurang feel nya.

Maaf jika banyak kekurangan. Terus support aku yaaa. ;)

Singkat [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang