Chapter 10

73 27 55
                                    

Eyoyo.. Aku kembali. Terima kasih telah menunggu. Niatnya aku akan update tiap hari, tapi apadaya banyak sekali gangguan konsentrasi. Apalagi kemarin, hehe. Aku sibuk dibuat kobam sama Daddy Namjoon. :D

maaf malah curhat 🙏🙏🙏🙏

Gimana hatinya yang dugun-dugun sama chapter sebelumnya? Sudah siap? Tenang, tak ada guncangan di chapter ini.

Maaf jika tidak sesuai dengan harapan kalian yaa.

Lapak untuk menghujat Author di sediakan di bawah yaa.

Jangan lupa support dan bantu koreksi ;)

Happy reading

***

Dr. Myra berjalan menuju kearahku. Aku gemetaran hebat, aku sungguh takut dengan amarahnya nanti. Aku hanya mampu meremas selimutku untuk meredakan ketakutanku.

Dia duduk di kursi samping ranjangku, dia menatapku. Aku sampai kelabakan dengan tatapannya.

Hening beberapa saat. Hingga aku memberanikan diri memecah keheningan.

"Dok, maaf," suaraku bergetar, aku tak bisa mengendalikan perasaan takutku.

"Aku mengerti kenapa waktu itu kamu menatapku tak suka, aku bersalah, maaf. Aku dengan bodohnya mencintai seseorang yang sudah menjadi milik orang lain," sambungku, aku hanya sanggup menunduk. Tak sanggup menatap manik coklatnya.

Hening, tak ada jawaban.

Sebesar apakah amarahnya itu padaku? Hingga dia membisu seperti itu. Biasanya seseorang yang sudah marah besar akan terdiam sebagai tanda kecewanya.

"Dok, maaf. Sungguh, maafkan aku," suaraku diiringi isakan yang sedari tadi kutahan.

"Mmmm," jawabnya singkat.

"Andai saja aku tahu dia suamimu, aku takkan bertindak sejauh ini. Aku...akan berusaha menahan diri.... " belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Dr. Myra sudah memotongnya.

"Wait... Siapa yang jadi suami siapa?" tanyanya heran.

Sontak aku terkejut, kekagetanku sanggup membuatku menatap matanya kali ini. Kulihat Dr. myra mengerutkan keningnya, tanda ada yang keliru dengan ucapanku.

"Kau bodoh, haha. Benar kata Aron, kau gadis bodoh," dia terkekeh menertawakanku.

Aku bingung dengan apa yang Dr. Myra ucapkan.

"Dibagian mana letak kesalahanku?" batinku.

"Dengar! Kau memanggilku kesini untuk mendengarkan ceritaku bukan?" dia menarik tanganku agar aku kembali menatapnya.

"Mmm," jawabku.

"Jadi dengarkan saja! Jangan menyela!" perintahnya tegas, dengan tatapan tajam yang mampu mengiris bola mataku. Aku hanya mengangguk tanda mengerti.

"Kurasa kau salah paham di banyak hal. Dia memang miliku, dia berstatus tunanganku. Tapi itu hanya sebatas status, tak berarti banyak. Meski sebenarnya aku memang menyukainya sejak lama..."

"Belum, belum selesai," katanya, ketika dia melihatku ingin melontarkan kata-kata.

"Mengenai cincin itu, kau salah besar. Cincin pertunangan kami tak pernah melingkar di jari manapun miliknya. Dia tak pernah ingin memakainya..." Dia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya.

Singkat [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang