11 - Satu hari penuh

66 20 1
                                    

Ketika Dikta sedang merangkul tubuh Vanka untuk menuju ke kamarnya, tiba-tiba saja Indra datang dari arah ruang kantornya. Menghentikan kegiatan Dikta yang sibuk membantu Vanka menaiki anak tangga.

"Itu siapa lagi Dikta? Sudah kamu pergi ke Club terus balapan liar belum cukup juga sampai-sampai kamu membawa seorang wanita ke kamar kamu sendiri?!" Tanya Indra dengan intonasi seperti orang marah.

Memang pada dasarnya kalau ngomong sama Indra, mesti balik ngegas juga hehe, "Anda kalau gatau apa yang sebenernya gausah sok tau bisa ga?! Niat saya baik. Minggir, saya gamau temen saya bangun dan melihat Wajah ga berdosa anda!"

"KURANG AJAR KAMU DIKTA?!"

Mengabaikan teriakan murka dari Indra, segera saja Dikta membantu Vanka untuk memasuki kamar Dikta, tanpa lupa Dikta mengunci pintu. Bukan apa-apa, Dikta hanya tidak mau tiba-tiba Indra masuk. Kan galucu.

Dilirik Jam dinding di kamar Dikta, pukul 11 Malam. Batinnya masih terus bertanya-tanya untuk apa Vanka datang ke tempat mengerikan itu? Atau dia diajak oleh temannya? Tapi siapa? Karena kunjung tidak mendapatkan jawaban. Akhirnya Dikta memilih untuk mandi, membersihkan diri juga membersihkan pikiran tentunya.

———

"hmmmm—-" Vanka mengerjapkan matanya, mencoba mengingat apa yang terakhir dilakukan oleh dirinya, seketika kepalanya kembali sakit dan pening. Samar-Samar Ia bisa melihat ada seorang lelaki yang menghadap ke arahnya. Begitu sadar, Vanka terpelonjat kaget saat tahu siapa lelaki itu.

"DIKTA?! Lo ngapain bego?!" Sudah ngegas duluan, maklum Vanka baru sadar dari tidur yang panjang itu.

"Puas tidurnya? Liat tuh jam berapa, udah gua bangunin emang pada dasarnya lo kebo sih." Tanya Dikta balik, padahal Dikta bisa saja meninggalkan Vanka disini. Tapi kan males sekolah itu pernah juga hehe.

"HAH? JAM 7?! Serius lo, demi apa? Gila. Eh btw, gua kok bisa dirumah lo? Perasaan gua terakhir itu dii—" Vanka mencoba mengingat dimana terakhir kali dirinya sadar, seketika dirinya meringis begitu mengetahui fakta bahwa tadi malam dia berada di, "Ohiya, di club."

"Nah tu tau. Lo ngapain bodoh ke tempat-tempat begitu?! Terus lo ngapain segala ikut-ikut'an minum. Pinter banget sih lo tolol!" Maki Dikta, memang Dikta sangat sensitif ketika melihat atau mendengar nama Clubbing. Walaupun dulu itu adalah tempat langganan Dikta, tetapi sekarang kan sudah tidak.

"Gue tuh pertamanya udah nolak pas diajakin sama Ariana ke Club. Tapi kata dia, dia cuman mau ngenalin Temennya doang. Pas dia lagi ngobrol gua duduk di mini bar kan, ga mesen cuman numpang duduk aja. Terus ada yang ngajak kenalan gua, namanya siapa ya? Aduh siapa si tuh, OHIYA Reza namanya. Nah dia nawarin minum tapi gua tolak. Terus abis itu, ohiya begini ni Abis itu tuh,

Flashback On.

Vanka berjalan ke arah toilet, pas ingin memasuki terlihat Ariana tengah bersentuhan bibir dengan salah satu lelaki yang tidak Vanka ketahui siapa. Melihat itu Vanka langsung saja meninggalkan toilet, tidak ingin masuk dan merusak suasana mereka berdua.

Vanka kembali duduk di Mini bar yang tadi, dan mulai bengong, gabut banget lah intinya. Tiba-Tiba seseorang yang tadi sempat mengajak Vanka kenalan balik lagi.

"Eh ketemu lagi kita hehe." Untuk kali ini Vanka berpikiran bahwa Reza tidak memiliki niat buruk. Mungkin.

"Lo sih yang nyamperin gue duluan, gimana ngga ketemu lagi coba? Wkwk" Mulai mencair. Itulah yang Reza rasakan setelah bercengkrama dengan Vanka, semoga bisa diajak 'main' sebentar Batin Reza berkata.

"Iya juga sih ya, Hahaha." Tawa Reza pecah, padahal tidak ada yang lucu. Mungkin memang Reza aja yang humor nya rendah, Lalu Reza berbicara kepada pelayan disalah satu Mini bar tersebut guna memesan minuman, "Mba, dua ya."

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang