13 - Setitik rasa rindu

44 22 0
                                    

Setelah mendengar kalimat yang diucapkan oleh Dikta, alhasil mereka berdua kini perang dingin. Bukan perang dingin sebenarnya, hanya puasa berbicara satu sama lain. Eh atau apaya?

Intinya setelah Dikta mengucapkan sederet kalimat yang bikin Vanka nge—Freeze saat itu juga, Dikta langsung menyibukan diri dengan alasan ingin menggambar peta IPS. Alasan konyol macam apa itu? Vanka juga tidak menuntut Dikta untuk menjelaskan maksud dari kalimatnya itu.

Bu Lily memanggilkan nama kelompok karena sekarang adalah; sesi presentasi. "Terima kasih untuk kelompok Ariana dan Dimas. Selanjutnya untuk kelompok Dikta dan Vanka dipersilahkan."

Vanka yang mendengar namanya dipanggil langsung menengok guna melihat Dikta yang agak terkejut juga, tidak lama - lama karena setelah itu mereka segera maju depan kelas dan memulai Presentasi guna menjelaskan peta beserta nama - namanya.

"Assalamualaikum semua, disini gue dan Vanka ingin mem—presentasikan hasil kerja kami berdua yang akan dibacakan oleh Vanka." Ucap Dikta yang kontan membuat senyum manis Vanka luntur begitu saja.

"Lah? Lo dong Ta. Kok gue?" Tanya Vanka berbisik - bisik. Tidak ingin Bu Lily mengetahui apa yang telah bicarakan dirinya dengan Dikta.

Dikta menyahut yang membuat Vanka mematung, "Mau gue bilangin Bu Lily, kalau lo diem doang dan ga ngerjain biar lo ga dapet nilai? Mau Hm?"

Dengan senyum yang amat-sangat terpaksa, dan dengan hati yang mau-tidak mau harus ikhlas. Vanka memulai Presentasi dengan sesekali melirik Dikta dengan yang tersenyum meremehkan.

Ingatkan Vanka kalau membunuh orang itu berdosa. Kalau tidak, sudah dipastikan Dikta sudah Vanka mutilasi disini.

————

Bel pulang sekolah berbunyi, menandakan Vanka harus bergegas untuk membereskan bukunya dan pulang kerumah. Ariana untuk hari ini tidak bisa menginap dirumah Vanka dikarenakan Nenek yang sudah dekat dengan dirinya tiba - tiba saja jatuh sakit di bogor. Jadi Ariana harus segera kebogor untuk menemani neneknya.

Vanka berjalan menyusuri koridor, dirinya sesekali bersenandung ria. Secara sengaja, tiba - tiba saja ada yang menghadang kaki Vanka.

Kontan ketika Vanka tersungkur begitu saja, ketiga orang tadi tertawa, "HAHAHAHA. Si Bitch yang satu ini nyungsep gais."

Perkataan ketiga siswi tersebut membuat gelak tawa dari orang - orang yang baru saja ingin pulang, tidak disangka ada seseorang Dikta dengan Sang sohib Naren disana. Dikta segera membantu Vanka berdiri, dan tentunya Naren yang adu bacot dengan ketiga siswi tersebut.

"Yaelah si nenek lampir lagi. Udah ngejar - ngejar gue, sekarang coba main fisik sama Vanka?! Mau jadi apa neng geulis?!" Sarkasme Naren yang langsung menohok ketiga siswi tersebut yang Naren ketahui salah satunya adalah Amara.

Vanka yang sedang berada didalam rangkulan Dikta pun membalas juga, "Yang ada situ kali yang Bitch, Jadi mau ngakak aku nih kakak." Vanka sedikit menambahkan ketawa renyah.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Dikta serta Naren yang mengekor segera membantu Vanka untuk pergi ke pos Satpam. Sampai di pos, Naren terlihat menerima telefon dan bilang bahwa, "Weh Van, Ta? Gue duluan ya. Mami Ida udah Calling Calling Nih." Disimbolkan dengan 3 jari tengah ditutup menyisakan kelingking serta jempol yang masih terbuka, menandakan sebuah telfon. 🤙

Vanka tersenyum mengangguk serta Dikta menyahut, "Iye dah. Tiati ye!" keadaan memaksakan mereka harus berada didalam lingkup berdua di situasi yang mendesak.

Dikta segera mengambil kotak P3K dimobil miliknya guna mengobati luka Vanka akibat tergores dengan Lapangan yang sudah boncel boncel.

"Gue obatin aja Ta sendiri!" Cegah Vanka, mencoba mengambil kapas yang sudah dituangkan obat merah dengan Dikta.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang