5 - Dikta stupid

118 26 0
                                    

"Vanka Bramasta?" Panggil Pa Budi.

"Iya Pa? Hadir Pa." Vanka sebangku dengan Dikta, gara-gara Ariana yang dihukum, dan teman sebangku Dikta yang tidak masuk. Alhasil, mau tidak mau Vanka harus bersebelahan dengan Dikta atas keinginan pa Budi.

"Nilai kamu dalam pelajaran olahraga saya kurang. Ganti baju mu, kamu akan mengikuti beberapa materi yang kurang!" Jelas pa Budi dengan Tegas, dan penuh wibawa.

"Iya Pa." Vanka menjawab dengan malas, dapat terdengar di telinga Dikta.

Vanka menyari-nyari baju seragam olahraganya yang memang jadwalnya dipakai hari ini. Ketemu.

"Dikta Devantara?" Pa Budi kembali memanggil salah seorang muridnya.

"Hadir Pa!" Dikta mengangkat tangannya, keningnya berkerut. Menandakan ia sedang kebingungan mengapa namanya dipanggil.

"Kamu juga banyak sekali yang kosong. Kamu ini bagaimana? Kamu kan ketua kelas seharusnya bisa menjadikan panutan untuk teman-temanmu." Jelas Pa Budi dengan sedikit amarah yang bisa ditahan.

"Lah? Saya aja ngira nilai saya dipelajaran bapak udah semua pa. Emang iya?" Tanya Dikta dengan nada agak sinis kepada Pa Budi, berpikiran bahwa Pa Budi sengaja mengurangi nilainya.

"Kamu ini. Ayo, cepat ganti baju mu Dikta!" Sepertinya Pa Budi sudah sangat amat kesal dengan sikap Dikta karena dianggap sudah melewati batas.

"Hm. Iya Pa." Dengan malas Dikta bangun dari kursi sebelah Vanka.

                                       ***

"Lo tuh lama banget sih ganti baju? Bertelor dulu di kamar mandi? Hah?" Dikta bersender di depan pintu, dan berbicara kepada Vanka.

"Hih! Namanya juga cewe." Vanka sewot.

"Yaudah buruan Nyet." Monyet saja dibawa - bawa dengan Dikta.

"Tai lo." Vanka menyahut dengan malas.

Lagipula, Vanka berfikir. Untuk apa Dikta menunggui dirinya hanya untuk menjalani olahraga bareng. Dari dulu Dikta terkenal dengan sifat dingin, dan cuek terhadap makhluk berkelamin perempuan.

Setelah selesai, merapikan seragam hari selasa.  Vanka lalu pergi menghampiri Dikta.

"Ngapain lo nungguin gue? Demen sama gue?" Tanya Vanka seraya menyilangkan tangannya didepan dada.

"Apasih? Kok lo kegeeran gitu, Gue mau nunjukin ke lo, Ariana ada ditempat yang seharusnya atau engga? Gausah geer bisa ga?" Seperti biasa. Dikta menimpali dengan sewot, Vanka berpikiran bahwa Dikta orang nya tidak bisa yang namanya santai.

Vanka menjawab dengan sewot juga, tidak terima. Daritadi selalu Vanka yang salah dimata Dikta, "Yaudah, b aja dong. Mau baby atau babi ni?"

"Mau nya lo!" Dikta berucap dengan Santai.

"Dih _-" Dengan jijik Vanka menyaut jawaban Dikta.

"Yee, gausah blushing lo nyet." Dikta tertawa sinis. Vanka bisa memahami bahwa Dikta suka Monyet tetapi ngomongnya gausah ke Vanka juga dong.

"Daritadi anjing bener!" Vanka mendengus.

***

"Van? Liat noh, Ariana udah gaada di depan tiang bendera." Dikta menunjuk arah tiang bendera.

"Eh iya. Pinter juga lu ternyata, dikasih makan apa sama emak lo tadi pagi?" Vanka memberikan pernyataan itu yang bisa dibilang sebagai pertanyaan juga. Seketika, Dikta menjadi lesu, tidak seperti beberapa menit sebelum Vanka mengucapkan itu.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang