Wajah ayu gadis itu tertekuk sempurna, bibirnya mengerucut dan mata bulatnya menatap tajam. Hari ini adalah hari minggu, dan itu artinya papanya sedang libur, dirinya juga libur. Jadi ... Hari ini adalah waktu yang sangat pas untuk mereka habiskan berdua saja, tapi papanya itu, dengan wajah tak berdosa dan tatapan datar mengatakan punya janji dengan seseorang, dan parahnya lagi seseorang itu adalah wanita, yang tak lain adalah kekasih baru papanya.
Pria itu menatap putrinya dengan tajam, "Dia akan berkunjung ke sini, dan kau ... Harus bersikap manis."
Sarada memutar bola matanya bosan. Ini adalah yang kesekian kali papanya memperingati, dan ia sudah bosan dengan ucapan yang selalu diulang kembali jika papanya itu membawa seorang wanita ke rumah.
Gadis itu beranjak dari meja makan dan meninggalkan sarapannya yang masih tersisa banyak. Ia tidak berselera untuk menghabiskannya setelah topik yang diangkat papanya membuat moodnya merosot jatuh.
Sasuke memandangnya dalam diam dan wajah yang mengeras. Putrinya semakin hari semakin dewasa, dan semakin sulit pula ia mengatur, karena sekarang Sarada sudah berani membantahnya, dia bukan lagi gadis manis dan penurut seperti dulu.
Sasuke menghembuskan nafas lelah, "Sakura ... Apakah ini karmaku karena dulu tak memercayaimu?" gumamnya. Ia memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sakit.
Pria itu bangkit dan membereskan meja makan. Ia memang sengaja tidak menyewa asisten rumah tangga karena ia merasa risih jika ada orang lain di dalam rumahnya, namun ia tetap menyewa beberapa orang yang setiap harinya akan membersihkan rumah dan kebunnya, tetapi mereka akan datang pada jam-jam tertentu saja.
Sasuke menuju kamar Sarada yang terletak di sebelah ruang tamu. Rumah mereka hanya satu tingkat dan minimalis. Ia tidak suka rumah yang terlalu luas, dan ini juga adalah rumah impian Sakura dulu, sebelum wanita itu pergi meninggalkannya, meninggalkan dunia ini.
Sasuke memejamkan matanya dan menyandarkan jidat ke daun pintu kamar Sarada. Sungguh tidak ada artinya lagi jika ia menyesali semua itu sekarang. Nasi sudah jadi bubur dan tak akan bisa kembali menjadi beras lagi. Sakura sudah pergi dan tak mungkin bisa hidup kembali.
Tetesan air mata terlihat menuruni pipi tirusnya. Ia terisak pelan seraya mengepalkan tangannya di samping tubuh.
Sarada meremas dadanya erat. Ia mendengar suara isakan papanya yang berada di luar kamar. Gadis itu menyandarkan tubuhnya pada daun pintu kamarnya yang tertutup. Ia masih bertahan di sana sampai Sasuke menjauhi kamarnya.
"Mama, seandainya kau masih hidup."
Gadis itu melepas kacamatanya yang basah. Ia menyapu air mata yang menuruni pipi putihnya dengan gerakan kasar.
"Bahkan aku tidak tau seperti apa wajah Mama."
__________________________________________________
Ting ~ Tong ~
Sasuke membuka pintu utama dan mendapati seorang wanita cantik yang tersenyum menggoda padanya. Pria itu menyeringai tipis, dan membuka pintu lebih lebar.
"Apa aku terlambat?"
"Ya. Untuk sarapan, dan tidak untuk makan siang," ucap Sasuke begitu melihat barang bawaan wanita itu yang penuh sayur-sayuran segar dan beberapa ikan laut.
Wanita itu terkekeh kecil. Ia berjalan menuju dapur dengan langkah ringan seolah sudah mengetahui seluk-beluk rumah itu dan menganggap seakan rumah itu adalah rumahnya sendiri.
"Di mana Sarada?" tanyanya seraya menata belanjaan di atas meja pantry.
Sasuke mendekat dan membantu wanita itu yang tampak kesulitan, "Ada di kamarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin MAMA, bukan IBU (SasuSakuSara)
Short Story___cerita kesembilan___ Sarada adalah anak yang baik dan penurut, namun ketika Papanya mulai mengenalkan wanita lain sebagai kekasih kepadanya, jiwa berontaknya timbul secara perlahan. Ia menjadi gadis yang pembangkang dan tidak pernah mau bersikap...